Jilid 23 : Siapa pembunuh anak murid Siauw-lim-sie?

2.7K 37 2
                                    

Selagi begitu, Tie Sin Hong mengasi dengar suara dihidung. Tiong Hoa heran, ia menoleh kepada kawan yang tua itu, Maka ia melihat Cie Ie Boe Eng lagi mengawasi tiga tetamu yang terdahulu, sedang mereka itu tengah bicara kasak-kusuk. rupanya mereka lagi omong urusan rahasia....
"Apakah yang mereka bicarakan? Adakah Tie loosoe mendengar sesuatu?" pikir Tiong IHoa. Maka ia mengawasi sin Hong mengharap memperoleh keterangan-
Sin Hong dapat membade pikiran kawannya, ia kata perlahan: "Kalau mereka bukan konconya Kwat Leng, mereka tentu kawanan penjahat lainnya, Pernah aku menemui mereka diwilayah Kwiesay."
"Saudara Tie tak salah," Houw-yan Tiang Kit pun kata. "Merekalah penjahat yang kesohor kejahatannya di Han-pak."

Tak lama muncullah si tuan rumah bungkuk beserta seorang kacung yang tampan, membawa barang makanan, selagi mengatur itu, si bungkuk berkata kepada-Lauw-Chin: "Mereka itu datang kemari sejak kemarin sore, setahu kenapa, mereka masih belum mau pergi."
Lauw Chin tertawa.
"Demikian biasanya perangai kaum Rimba persilatan yang aneh " katanya, "Tak usah lootiang curiga."
Orang tua itu menggoyang kepala, terus ia mengundurkan diri.
Tiong Hoa berlima mulai bersantap. Puas mereka dengan barang hidangan yang disuguhkan-
Kemudian si orang tua menyajikan pula bahpauw.
"Sukar untuk di selatan mendapatkan bahpauw selezat ini," kata Tiong Hoa.
"Tapi saudara Lie, bahpauw bukan melulu barang hidangan orang utara bahkan di mulainya di Selatan," kata Lauw Chin, "Apa saudara tak ingat kisahnya Coe-kat Khong Beng ketika dia habis menaklukkan Beng Hek? Ketika berangkat pulang, di sungai Louw Soei dia dirintangi arwah-arwah yang berpenasaran, lantas dia membikin sembahyang dengan sajinya bahpauw."
"Nyata saudara Lauw luas pengetahuan nya," si anak muda memuji. "Sebenarnya aku bodoh," kata Lauw Thian seraya menggeleng kepala.

Mereka dahar dan minum sembari bicara sampai mereka merasa cukup, Disaat mereka hendak berlalu, mereka mendengar tindakan kaki kuda mendatangi cepat sekali, hingga dilain saat terlihat tibanya seorang nona. Dia berseru tapi halus suaranya ketika dengan mendadak dia menahan kudanya tepat di muka rumah makan-Tiong IHoa heran melihat nona itu demikian pandai mengendalikan kuda.
Begitu lompat turun dari kuda dan menambatnya si nona bertindak masuk. terus kearah ketiga orang tadi, Dia berdandan ringkas, romannya cantik, pedangnya tergendol dipunggungnya.
"Dia toh Phang Lee Hoen?" pikir Tiong Hoa. Diwaktu meninggalkan hotel dia memesan jongos memberitahukan aku bahwa dia menuju ke Tok-koan kenapa dia sekarang berada disini dan kenal ketiga orang ini? Benarkah dia berkonco dengan Kwat Leng?"
Nona itu mendapat lihat si anak muda ia tercengang sejenak. lalu dia tetap jalan terus kepada ketiga orang itu.
"Nona Phang, adakah sesuatu?" satu di antaranya tanya, perlahan-..."

Kalau bukannya Tiong Hoa beramai, lain orang pasti tak dapat mendengar suara orang itu, yang mirip suara nyamuk.
Seorang lainnya memanggil pelayan, minta tambahkan barang makanan buat si-nona. Lee Hoen duduk. seraya lantas berkata:
"Orang yang keluar masuk dalam Tay Hoed Sie, semua orang bangsa lurus. Tak dapat diketahui diantaranya ada orang orang dari Tay in San atau tidak..."
Tiong IHoa ingat baik suaranya Nona Phang ini, suara bagaikan kelenengan yang sedap untuk telinga. Karena itu ia lantas teringat kepada Cek In Nlo yang cantik manis, kepada Pouw Keng yang elok, dingin tetapi menarik hati dan Ban-in yang boto dan lembut. Tanpa merasa ia bersenandung perlahan sekali, sedang maka nya bersinar sayu.

Houw-yan Tiang Kit berempat menjadi heran, semuanya berpikir kenapa pemuda ini berduka tidak keruan-
Lee Hoen bersantap dengan tak jarang dia melirik kepada Tiong Hoa, hingga dia mendapatkan keadaannya pemuda yang tak wajar itu. Dia pun merasa hatinya tak tenteram dia berduka, hingga tanpa merasa airmatanya mengembeng.
"Nona Phang, apakah kau kenal satu di-antara, mereka?" tanya salah satu dari tiga orang itu, Dia tua dan berpakaian hitam, berewoknya sedikit, mukanya ada tapak goloknya.
Dia heran melihat kelakuannya nona disisinya itu.
"Tidak" sahut si nona sambil menggeleng kepala, "Aku hanya tiba-tiba ingat mendiang ayahku, yang terbinasa tak keruan didalam kamar rahasia di Yan Kee Po."
Lalu dia tertawa dan menambahkan.
"Tadi di Biara Tay Kak Sie aku melihat bangsat tua Yan Loei serta kawan-kawannya, mereka berkelebat dan lantas lenyap. Tadinya aku mau menguntit mereka, tetapi sebab aku kuatir paman bertiga nanti terlalu lama menantikan aku, aku segera datang kemari..."
"Sudah, nona, jangan kau terlalu berduka," kata orang tua itu. "Kita bertiga nanti membantu, hingga kau dapat puas, kalau rombongan Tay in San tidak ada didalam Tay Kak sie, mungkin juru warta kita keliru. Aku pikir baik kita pergi ke kuil itu, untuk mendapat kepastian, sekalian kita boleh menggabungkan diri dengan mereka itu."

Bujukan Gambar Lukisan - Wu Lin Qiao ZiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang