Jilid 18 : Urusan ibunda In Nio

3.5K 38 0
                                    

BAB 21
DI WAKTU fajar selagi kabut tebal, Tiong Hoa bersama In Nio berada didalam sebuah rumah penginapan kecil di luar kota kecamatan Tongcoe, Mereka keluar dari kamar mereka, untuk dipapak jongos yang muncul dari istal menuntun kuda mereka, sembari tertawa manis, jongos itu memujikan "Jiewie, semoga jiewie banyak senang didalam peejalanan "
Muda-mudi itu bersenyum, Mereka lompat naik ke atas kuda mereka, yang terus mereka kasijalan periahan-lahan, Tindakan kaki kuda mereka itu memecahkan kesunyiannya sang pagi.

Mereka jalan ditanah pegunungan. Dikiri dan kanan ada ladang-ladang gandum dan terigu, ada bunga-bunga hutan- Mereka berjalan peria han, sebab tadi malam hampir mereka tak tidur sama sekali, Masing-masing mereka ada pikirannya sendiri. Mereka merendengkan kuda mereka sambil membungkam sampai akhirnya si anak muda membuka juga mulutnya.
"Encie In, mengapa kau masih menyangsikan aku bukan murid Thian Yoe Sioe?" demikian pertanyaannya.
In Nio melirik.
"Benarkah kau tidak ketahui sebabnya?" ia balik menanya, "Baiklah kau tunggu saja nanti, sampai telah bertemu ibuku, kau bakal ketahui, itu waktu barulah aku percaya habis padamu, Kenapa kau melit menanyakan ini?" Meskipun ia menanya demikian, si nona bersenyum.

Tiong Hoa berdiam, ia berduka untuk si nona. Kalau dia tahu ibunya berada di-tangannya Cit Chee Cioe tidak nanti dia demikian gembira....
Perjalanan dilanjuti dengan Tiong Hoa tidak membicarakan urusan Rimba persilatan ia mencoba membikin gembira si Nona.
Tepat tengah hari, mereka sampai di-seberangan sungai ouw Kang, Ditepian, dimana ada pohon-pohon yaniioe, tampak tak sedikit orang, ada pedagang, ada orang Kang ouw, ada juga yang berbicara berombongan dua-tiga orang.

Tidak seberapa jauh dari tepian, muda-mudi itu lompat turun dari kuda mereka. segera mereka menarik perhatian, banyak mata diarahkan terhadapnya, sebab merekalah pasangan yang setimpal, s embab at satu padalain.
Mereka sebaliknya tak menghiraukan orang banyak itu, Mereka berjalan terus sampai ditepian.

Tiong Hoa heran tak mendapatkan perahu eretan-Air kali itu deras.
Mereka juga heran mendapatkan mereka menarik perhatian banyak orang itu.
Disaat Tiong Hoa hendak menyapa orang untuk berbicara, tiba-tiba ia didului seorang usia pertengahan yang tadinya duduk nyender pada sebuah pohon sambil matanya dimeramkan. Dia berbangkit dia mengawasi tajam. la la sambil bersenyum dia menanya: "Rupanya Jiewie ingin lekas-lekas nyeberang?"
Tiong Hoa mengangguk ia melihat orang bukan sembarang orang.
"Sebenarnya, kami tak ingin lekas menyeberang." ia menjawab, "Aku hanya heran tidak ada orang menyeberang disini, orang hanya pada menanti saja, pantasnya disini ada perahu eretan-"
"Pantas kau heran, tuan-" kata orang itu. "sebenarnya disini ada dua perahu
eretan-nya. Hanya semua perahu itu miliknya Kim Pak sam Mo. Kemarin ini Kim Pak sam Mo ada yang ganggu, lantas hari ini perahu-perahunya tidak muncul. sudah ada beberapa orang yang pergi kehilir melihatnya."
"Kalau begitu kita tentu bakal menanti lama disini," kata Tiong Hoa. "Dihilir itu di mana ada penyeberangan?" orang itu bersenyum.
"Dihilir sana air terlebih deras lagi dan juga banyak wadasnya." Kata dia, "Tak pernah aku dengar ada yang membilang disana ada penyeberangan- Baiklah tuan sabar saja, sebentar juga mereka itu kembali atau kalau tidak biar aku yang mendayakannya."
"Kau baik sekali, saudara," kata Tiong Hoa, "Dapatkah aku mengetahui she dan nama saudara yang mulia ?"
"Bukankah kita manusia bersaudara di empat penjuru lautan?" orang itu menjawab bersenyum, " Kenapa kita tak dapat saling tolong ? Aku Kong Peng soei dari Hong- hoa- cioe di Hoa- kie tetapi sekarang dalam perjalanan pulang dari soecoan Barat di mana aku mempunyai urusan pribadi, Aku senang bertemu dengan jiewie disini, sudikah jiwie memperkenaikan nama jiewie?"

Tiong Hoa tidak kenal nama Kong Peng soei tetapi karena orang menanya ia menjawab : "saudara Kong aku yang rendah Lie Cie Tiong dan ini kakakku Cek In Nio."
Mendengar jawaban kawannya In Nio tertawa.
Peng soei mengawasi kagum ia nampak tersengsam, akan tetapi lekas-lekas ia mengubah sikap menjadi seperti biasa pula, Hanya didalam hati, ia kata : "Wanita ini cantik luar biasa, tepat pemuda ini yang menimpalinya."
In Nio memandang terus pada Peng soei, lalu ia ingat suatu orang.
"Aku mendengar kabar di Hong- hoa- cioe di Hoa-kie ada tinggal menyendiri orang bernama Keng Kioe Houw." katanya perlahan "Dialah yang dijuluki Tok sie sim Liong dan namanya tersohor di Lam Kiang, apakah ia ada hubungannya dengan kau, tuan?"
"Maaf nona, ialah ayahku yang rendah." sahut Peng soei. "Ayahku itu tinggal menyendiri tetapi ia gemar bergaul, umpama Jiwie pergi ke Koen yang. sukalah aku menemaninya. ingin sekali aku berlaku sebagai tuan rumah."

Bujukan Gambar Lukisan - Wu Lin Qiao ZiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang