Empat

28.8K 1.2K 5
                                    

"Dane!!! Cepat bangun." Suara nyaring itu memenuhi seisi kamarku. Tak perlu aku membuka mata sudah kutahu itu suara Ashilla, adikku.

"Ashila, diam kamu berisik banget!" ujarku dengan mata yang masih terpejam.

"Cepat bangun Kak. Ibu telah menyiapkan sarapan untuk mu, bukankah hari ini kau akan bekerja di perusahaan ayah?" tanyanya dengan kesal.

Oh Shit !! Aku lupa bahwa hari ini aku mulai bekerja secara resmi di perusahaan itu. Walaupun malas aku tetap bangun dan pergi ke kamar mandi.

Selesai mandi aku melihat sudah ada pakaian yang tersedia di kasur. Siapa lagi yang melakukan ini kalau bukan adikku Ashilla. Ia memang senang melakukannya karena menurutnya untuk latihan jika nanti ia menikah. Dasar adikku masih kuliah sudah memikirkan pernikahan, aku saja yang sudah mapan begini masih belum terpikirkan ke arah sana.

Aku bergegas menuruni tangga rumahku dan disana telah duduk anggota keluarga ku, siapa lagi kalau bukan ayah, ibu, dan tunggu, kemana adikku yang menyebalkan itu?

"Pagi Yah, pagi Bu," sapaku pada Ayah dan Ibu.

"Pagi sayang. Ayo cepat makan, sebelum nanti kau terlambat datang ke kantor." Suara ibu menyuruhku.

"Pagi juga," sapa ayah singkat dan melanjutkan makannya.

"Bu, kemana Ashilla?" tanyaku sambil duduk di kursi.

"Dia telah berangkat ke kampusnya, katanya ada jadwal pagi," jawab Ibu.

Adikku masih kuliah, dia mengambil jurusan kedokteran. Entah apa yang di pikirkannya, padahal aku menyuruhnya kuliah di Harvard dan mengambil jurusan bisnis. Dasar adikku yang aneh, tapi ada baiknya juga sih karena saat ini rumah sakit dibawah perusahaan kami direkturnya bukan bagian anggota keluarga. Ya karena anggota keluarga kami belum ada yang memiliki lisensi di bidang kesehatan.

"Bu, tolong pasangkan dasiku," pintaku pada ibu.

"Kau ini, tidak ada Ashilla meminta Ibu mu." Suara ayah terdengar datar, ada apa dengannya? Apa ia cemburu denganku?

"Lalu siapa yang akan memakaikan dasi ku kalau bukan Ibu dan Ashilla?" tanyaku pada ayah.

"Makannya cepat punya istri," jawab ayah dan aku hanya memutar bola mataku malas.

Topik ini lagi, selera makan ku langsung hilang. bagaimana tidak? Ayah dan Ibu selalu menanyakan hal yang sama yaitu "Pernikahan". Padahal usia ku baru 27 tahun, tapi asal kalian tahu mencari Istri zaman sekarang itu tidak mudah, aku ingin seorang perempuan yang tidak memandang harta dan ketampanan ku saja. Masalah dasi sebenarnya bukannya aku tidak bisa, hanya saja menurutku selalu tidak rapi kalau aku sendiri yang memasangkan.

Aku segera menyudahi acara sarapan pagi ku yang cukup menyebalkan.

"Aku berangkat dulu Yah, Bu," ujarku sambil berdiri dan menyalami mereka.

"Bersikaplah dengan benar di perusahaan Dane," ujar Ayah.

"Iya, iya," jawabku malas.

Memangnya apa coba yang akan aku lakukan? Aku kan hanya akan bekerja, walaupun untuk hari ini ada satu misi yang harus ku jalankan.

"Hati-hati di jalan, semoga harimu menyenangkan," ucap Ibu dengan senyum yang meneduhkan, dan aku pun mengaminkan dalam hati. Semoga hari ini benar-benar menyenangkan.

---

Seperti biasa hari ini aku berangkat ke kantor bersama Livia dengan mengendarai motor miliknya. Entah kenapa, dari tadi perasaanku tidak enak. Mudah-mudahan hari ku menyenangkan.

Boss In Love [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang