Sebelas

19.1K 699 0
                                    




"Selamat pagi, Pak," ujar Syaqira ketika telah masuk ke dalam ruangan. Hari ini ia berencana membuatkan teh di ruangan Dane saja.

"Pagi. Di sini hanya ada kita berdua bukan Kia?" tanya Dane seolah mengoreksi panggilan Syaqira.

"Baiklah aku ulangi. Selamat pagi Khana," ucap Syaqira sambil tersenyum, pagi ini suasana hatinya sedang baik dan Syaqira tidak ingin merusaknya dengan berdebat.

"Pagi Kia. Hahahaha," tawa Dane memenuhi seisi ruangan.

"Kenapa tertawa? Lagi ngerjai aku ya?" tanya Syaqira dengan muka kesal.

"Tidak. Maksudku tidak salah. Hahaha," ucap Dane dan kembali tertawa. Ia memperhatikan Syaqira yang tengah menyajikan teh untuk nya.

"Aku kembali bekerja," ucap Syaqira dengan wajah ditekuk dan menyimpan gelas berisi teh di meja Dane.

"Bekerja? Ini masih pukul tujuh Kia sayang, dan jam kerja dimulai pukul delapan," ujar Dane dengan senyuman mengejek.

"Aku tahu, tapi pekerjaan ku sangat banyak dan bekerja lebih awal memudahkan ku untuk pulang lebih awal," ucap Syaqira walaupun ia tahu pekerjaannya tak akan selesai semudah itu. Dan pulang lebih awal? Itu hanya mimpi!

"Ayo bangun dari mimpi mu nona," ucap Dane sambil terkekeh. Ia mengetahui bahwa beban kerja para pegawai cukup berat, tapi bukankah itu sebanding dengan pendapatan yang mereka dapatkan?

"Aish!" gerutu Syaqira dan menghela napas pasrah sedangkan Dane hanya tertawa senang melihat ekspresi kesal gadis itu.

Aku keluar ruangan Khana dengan kesal. Bagaimana ia bisa ia mempermainkan aku seperti tadi? rupanya pemikiran ku semalam ternyata salah. Walaupun ia telah menjadi temanku, ia tetap saja teman yang menyebalkan. Aku malas memikirkan bagaimana dengan jam makan siang nanti? Bukankah nanti aku harus mengirimkan makan siang? Tapi rasanya aku tidak sanggup bertemu dengannya nanti. Bukan karena sikapnya yang menyebalkan tapi karena aku harus menahan jantungku yang serasa melompat-lompat bila ada di dekatnya. Ya kami memang hanya berteman, tapi kalian tahu bukan, bahwa wanita itu mudah baper, apalagi dengan cowok seganteng Dane. Bisa mati muda aku jika terus begini!

---

Dengan berat hati aku melangkahkan kaki ku ke lift dan menekan tombol nomor 39. Sesampainya di lantai 39 aku melihat meja sekretarisnya kosong, kemana wanita aneh itu? Aku mengetuk pintu dan setelah lampu berwarna hijau menyala aku pun membuka pintunya.

Setelah masuk aku pun langsung duduk di kursi di depannya, tak apalah kalau aku dibilang karyawan yang tidak sopan. Aku kan temannya, dan ini jam makan siang, jadi otomatis aku tidak terlalu salah dalam hal ini bukan ?

"Masak apa hari ini Kia?" tanya Khana dengan wajah sumringah. Kenapa ia tidak makan di restaurant mahal saja sih?

"Maaf, aku hanya memasak nasi goreng. Tadi aku bangun kesiangan," jawabku.

"Tidak apa-apa. Ayo makan sekarang," Ia mulai membuka lunch box yang kubawa.

"Apa kau tidak makan Kia?" tanya Khana sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Tidak, aku sedang berpuasa hari ini," jawabku. Aku memang berpuasa untuk menggantikan puasa ku yang bolong ketika bulan Ramadhan. Namanya juga perempuan.

"Uhukk ..." ia terbatuk dan aku langsung menyerahkan segelas minuman kepadanya.

"Kau tidak apa-apa Khana?" ujarku yang mulai khawatir melihat wajahnya yang putih kini sedikit memerah.

"Aku baik-baik saja tapi aku merasa menyesal, berarti kau telah membuatkan makanan untukku sedangkan kau sendiri sedang berpuasa," ujarnya, dengan ekspresi sedih dan aku sangat ingin tertawa karenanya.

"Tidak apa-apa Khana, It's Okay," ujarku sambil menahan tawa.

"Baiklah, kau boleh memalingkan wajahmu, dan tidak melihatku makan," ucapnya dengan serius.

"Khana, santai aja. Aku bukan anak kecil yang akan merengek ketika berpuasa dan melihat orang lain makan," ucapku sambil terkekeh geli.

"Baiklah," jawabnya dan melanjutkan makan.

"By the way, kemana sekretaris mu Khana?" tanyaku.

"Aku sengaja menyuruhnya keluar, karena aku tahu kau tak akan senang bertemu dengannya," jawabnya santai.

"Kau memang teman yang sangat perhatian sekali Khana," puji ku padanya.

"Aku tahu itu, tapi jangan sampai terbawa perasaan ya nona Syaqira Adzkiatunnisa," ujarnya dengan senyuman mengejek.

Aku hanya bisa tersenyum canggung. Dan Ia pun melanjutkan makannya.

***

Aku telah berdiri di depan pintu rumah yang sederhana dan nyaman untuk ditempati. Aku pikir wanita ini pintar juga mengurus rumah. Aku segera menekan bel di rumah ini, dan terbuka lah pintu dengan sesosok wanita dengan rambut panjang yang tergerai. Kalian jangan berpikir bahwa itu hantu, tapi itu Kia. Ah ya kalian tidak tahu bahwa Kia ke kantor dengan memakai kerudung, dan akhir-akhir ini aku baru tahu bahwa ia memakai kaca mata ketika bekerja.

"Khana!" ucapnya dengan wajah terkejut. Baru saja aku hendak membuka mulut, tapi ia tiba-tiba menutup kembali pintu rumahnya. Aku hanya bisa melongo mendapatkan sambutan semacam ini darinya. Tak lama kemudian, terbukalah pintu yang menampilkan sesosok perempuan dengan menggunakan kerudung instan berlogo RRR yang sering aku lihat di jalan ketika dipakai anak sekolah. Dia sungguh imut.

"Masuk Khana," titahnya dan tanpa menjawab aku pun mengikuti langkahnya memasuki rumah.

"Maaf, tadi aku terkejut melihatmu. Kupikir Livia yang datang makannya aku tidak memakai kerudung," ucapnya begitu kami duduk di kursi ruang tamu nya.

"Tidak apa-apa santai aja Kia. Ini aku bawakan makanan kesini," ucapku sambil menyerahkan bungkusan makanan yang aku bawa.

"Makanan?" tanya dia seperti bingung dan menatap ke arah kantong yang terbuat dari karton itu.

"Iya, untuk buka puasamu nona Adzkia," terangku.

"Ya ampun, terima kasih Khana. Apakah ini tidak merepotkan?" tanya dia dengan senyum yang belakangan ini aku sadari begitu manis.

"Tidak apa-apa, pergilah dan bereskan makanannya," ucapku sambil mengalihkan pandangan.

"Baiklah aku ke dapur dulu. Jika ada yang mengetuk pintu, buka saja itu pasti Livia," ucapnya.

"Okay." jawabku sambil mengacungkan jempol.

Begitu Kia pergi ke dapur aku melihat ke sekeliling ruangan. Di sini ada beberapa photo Kia bersama ibunya, ayahnya, dan kebanyakan photo bersama Livia. Tak lama kemudian, ada ketukan pintu dari luar, aku pun bergegas untuk membukakan pintu karena tadi Kia telah berpesan bahwa sahabatnya Livia akan berkunjung. Wait, berkunjung? Berarti disini akan ada aku, Kia, dan Livia. Bagaimana nanti dengan Livia? Apa ia tidak akan bertanya-tanya tentang aku yang berada di dalam rumah sahabatnya? Sekarang suaranya bukan lagi ketukan di pintu, tapi gedoran.

"Khana, tolong buka pintunya, aku sedang menyiapkan makanan," teriak Kia dari dapur.

Aku pun segera bergegas untuk membukakan pintu.

"Kamu siapa?" tanya seorang gadis.





Hai.. jangan lupa vote sama comment nya ya.. :)

Boss In Love [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang