Dua Puluh Enam

15.8K 520 0
                                    


Hari ini adalah hari pernikahan ku dengan Teressa. Kami akan menikah secara sederhana di rumah yang hanya dihadiri oleh keluarga saja, dan tentu saja kami menikah secara siri karena kami tidak bisa menikah secara resmi karena tidak ada izin dari istri pertama.

Aku telah duduk di samping Teressa dan tersenyum ke arahnya. Telah hadir ayahnya Teressa juga. Awalnya beliau menolak dengan tegas pernikahan ini. Namun, Teressa berhasil meyakinkan ayahnya bahwa semuanya akan baik-baik saja selama ia bahagia. Tapi aku yakin bahwa ia tidak sepenuhnya bahagia.

***

Kini aku telah duduk di sofa kamar ku sambil memperhatikan Teressa yang tengah mengajak bermain Ayya.

"Teressa, apa kau baik-baik saja?" tanyaku padanya.

"Hah? Maksudmu? Apa aku terlihat tidak baik-baik saja?" Teressa malah bertanya balik.

"Tidak, hanya saja aku khawatir kau menyesal menikah denganku," ucapku sambil berjalan mendekatinya.

"Aku tidak pernah menyesal dengan apa yang telah aku lakukan Dane. Kau tahu siapa aku bukan?" ucapnya sambil berbalik menghadapku yang tengah berdiri di sampingnya sambil memandang Ayya yang sedang duduk di box bayi.

"Tentu saja. Kau Ny. Teressa Anaya Balla yang selalu konsisten dengan pilihannya," ujarku sambil memeluknya.

"Dane kau ingat beberapa tahun silam kita bertengkar karena aku menyebutkan nama keluarga mu di akhir namaku?" tanyanya sambil tetap memelukku.

"Yang mana?" tanyaku kembali.

"Yang aku berbicara di toko perhiasan, bahwa aku tak percaya seorang Teressa Anaya Balla yang begitu baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung harus mempunyai kekasih seseorang yang aneh seperti Dane," ucapnya sambil menatap tepat ke manik mataku.

Seketika tubuhku menegang mendengar ucapan itu. Ucapan yang sama dengan Kia ku beberapa bulan lalu. Dulu aku kaget mendengar ucapan Kia yang sama dengan Teressa. Dan sekarang, aku mendengar ucapan Teressa yang mengingatkan ku dengan Kia. Kenapa takdir harus seperti ini?

"Aku ke toilet sebentar Kia," ucapku spontan.

"Ki ... Kia?" tanya Teressa dengan wajah bingung, tapi aku tak menghiraukannya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.

"Aaarrgghhhhh ..." erangku frustasi dan langsung terduduk di lantai kamar mandi.

"Dimana sebenarnya kamu Kia?" ucapku dengan pelan.

"Dane, are you okay?" tanya Teressa sambi menggedor pintu kamar mandi.

"Ya, tenanglah," jawabku.

***

Hari ini Teressa dan Dane juga Ayya akan pergi jalan-jalan. Sejak kejadian dimana Dane menyebut nama Teressa dengan Kia, Teressa tidak pernah mengungkitnya. Ia cukup faham bahwa Dane tidak benar-benar melupakan Syaqira.

"Kita sudah siap Daddy, ayo kita pergi," ucap Teressa sambil menirukan suara anak kecil.

"Ayo kita berangkat," ajak Dane dan Teressa mengikuti langkahnya.

Di dalam mobil Teressa asik berceloteh ria dengan Ayya yang tentu tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan.

"Hei, kau terus saja berbicara. Lihatlah Ayya tidak mengerti dengan apa yang kau katakan," ucap Dane.

"Dane lihat Ayya tertawa mendengar bicaramu. Ayo bicara lagi," ucap Teressa mengabaikan perkataan Dane sebelumnya.

"Kau ini Sa. Sepertinya Ayya telah benar-benar mengalihkan duniamu ya." Celoteh Dane sambil cengengesan.

Boss In Love [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang