Delapan

21.8K 938 2
                                    


Aku melihat ke sekeliling, sepertinya semua orang menikmati waktu makan siang tambahan ini. Syukurlah, dengan begini tidak akan terlalu terbaca bahwa aku melakukan ini untuk Kia. Aku terus kepikiran dengannya. Bagaimana tidak? Dia belum makan setelah keluar dari ruanganku, dan ketika aku akan menemuinya untuk mengembalikan kotak bekal, ah maksudku untuk memastikan ia sudah makan, ternyata temannya akan memakan bekal makan siang miliknya. Jadilah aku berinisiatif untuk melakukan ini, lagipula sudah bukan rahasia lagi kalau para karyawan di divisi keuangan sangat sering melewatkan jam makan siang di saat akhir bulan/akhir periode keuangan.

Aku bergegas untuk menemuinya, tapi seorang pria telah terlebih dahulu duduk di depan mejanya. Mereka sepertinya telah akrab, setelah aku perhatikan rupanya pria itu adalah Antolin. Antolin adalah general manager di perusahaanku. Tapi, kenapa dia ada disini? Apa ia selalu seperti ini, menyia-nyiakan waktunya untuk makan siang kelebihan jam?

Sementara itu, Syaqira sangat menikmati makan siangnya. Ia sangat senang karena ditengah kelaparannya tiba-tiba disuguhi makanan gratis dan dapat makan dengan tenang tanpa dikejar waktu.

Aku mencari-cari keberadaan CEO itu, dan benar saja ia masih terus duduk di tempatnya tadi sambil mengaduk Cappucino miliknya. Pria itu memang aneh, di pagi hari ia ingin teh sedikit gula, dan di siang hari ia mimum cappuccino. Sebelum aku kembali pada makanan ku, aku sempat melihat ia melirik ke arahku. Aku ingin berkata dengan isyarat padanya, tapi Antolin sahabatku telah terlebih dahulu duduk di depanku, sehingga langsung saja mengalihkan fokus ku.

"Hai," sapa Antolin

"Hai juga, ngapain disini?" tanyaku sambil melanjutkan makan tidak terpengaruh dengan keberadaannya.

"Penasaran aja sama trending topic di kantor, katanya seluruh divisi keuangan disuruh ke kantin oleh CEO. Eh benerang ternyata," ucapnya sambil cengengesan gak jelas.

"iya sih, tuh CEO lagi kejedor kali kepalanya, tiba-tiba nyuruh divisi keuangan ke kantin dan makan," jawabku asal.

Pletaakk..

"Aww ... sialan ya lo, pake ngejitak kepala gue segala,," ucapku, walaupun jitakannya gak keras sih.

"Abisnya sih, ngomong lo tuh ya gak pernah dijaga. Gimana coba kalau tuh CEO denger apa yang lo kata. Oh ya, kemana si kunti?" tanya Antolin kemudian.

"Lagi ke toilet dia, lamanya minta ampun," jawabku.

"Emang gak berubah ya tuh kunti rempong, kalau ke toilet lama banget."

Kunti disini adalah Livia, Antolin selalu memanggil Livia dengan sebutan Kunti, karena suara Livia itu yang melengkingnya gak jelas. Kami bertiga sudah bersahabat sejak SMA dulu, dan sampai kuliah pun kami masih bersama. Hanya saja ketika kuliah kami berbeda jurusan, lebih tepatnya hanya Antolin yang berbeda jurusan. Entah keberuntungan apa, kami dapat bertemu lagi dan bekerja di perusahaan yang sama. Aku tahu kecerdasan Antolin, sehingga ia dapat menjadi GM di perusahaan ini. Ia lulus sebagai mahasiswa terbaik ketika itu, namun satu kebodohan Antolin, ia tidak pernah peka. Ya sejak dulu aku tahu bahwa Livia menyukai Antolin, namun pria satu ini terlalu bodoh untuk mengetahui perasaan sahabatnya itu, memang benar bukan? Bahwa persahabatan cewek cowok itu, gak mungkin kalau salah satunya gak baper.

Aku pun banyak bercerita dengan Antolin, tapi apakah pria ini tidak takut dimarahi oleh CEO nya karena berkeluyuran di jam kerja? Ketika kami menceritakan masa SMA kami, aku tertawa dengan keras, sampai sebuah suara mengintrupsi.

"Tawa kalian bisa mengganggu kenyamanan kantin ini."

Tidak perlu menoleh, aku sudah hafal dengan suara ini, ini pasti suaranya Khana, dan benar saja, ia sudah berdiri diantara kami dengan tangan bersidekap di dada nya.

"Maaf Pak, kami tidak bermaksud untuk mengganggu kenyaman kantin," ujar Antolin.

"Bukankah kau Antolin? General Manager?" tanya Khana dengan tatapan menyelidik.

Mampuslah kau Antolin, pasti CEO sialan ini memarahi mu sekarang!

"Kembali bekerja, dan jangan ulangi lagi perbuatannmu berkeluyuran di jam kerja!" tegas Khana.

Sambil berdiri ia pun berkata "Maaf pak, saya tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi. Permisi pak." Antolin pun menunduk dan kemudian pergi.

Setelah Antolin tadi pergi, dan sekarang makhluk sialan ini duduk di depanku, hanya keheningan yang menyapa kami berdua. Kantin memang sudah cukup sepi, karena para karyawan satu persatu telah meninggalkan kantin untuk mengerjakan tugasnya kembali.

"Pak, saya permisi," ucapku.

"Tunggu," ucapnya, sambil menahan pergelangan tanganku yang hendak berdiri.

"Ada apa Pak ?" tanyaku dengan malas.

"Habiskan dulu makanan mu, setelah itu kau baru boleh pergi," titahnya.

Aku menghela napas, dan makan dengan terburu-buru. Pikiranku mulai kacau sekarang. Dan pekerjaan yang belum selesai pun cukup mengganggu pikiran ku.

"Tidak usah makan dengan terburu-buru, pekerjaan mu telah diselesaikan orang lain,"

"Hah?" aku menatapnya penuh dengan kebingungan. Bagaimana dia bisa membaca pikiranku, dan apa maksudnya telah diselesaikan orang lain?

"Hahaha ... wajahmu jangan seperti itu, itu jelek sekali, Hahahaha," ucapnya sambil tertawa lepas.

Aish! Ia sangat tampan kalau sedang tertawa seperti itu.

"Sudah cukup tertawa nya Tuan?" tanyaku, yang sebenarnya mencoba mengalihkan perhatianku dari tawanya yang menghipnotis.

"Makanlah dengan tenang, aku tahu kau lapar, tadi teman mu yang menghabiskan makan siangmu bukan?"

"Hemmm." ujarku sambil mengunyah makanan. Aku tak habis pikir kemana Livia, kenapa ia tak kembali dari toilet?

Drttt ... Drtt ... Ponsel ku bergetar, dan ternyata sebuah pesan dari Livia.

Gue ke ruangan duluan, mesra-mesraan aja yah sama CEO tampan,, wkwkwwk :p.

Sialan, ternyata Livia meninggalkan ku di sini!

"Emm, pak maaf tadi bapak bilang pekerjaan saya sudah ada yang menyelesaikan?" tanyaku setelah teringat kembali dengan perkataannya.

"Ya, aku tadi telah menyuruh bu Calysta untuk menyelesaikan pekerjaanmu," ucapnya dengan santai.

"What?" Aku menatapnya dengan horor.

"Memangnya kenapa?" tanyanya dengan wajah super begonya itu, rasanya saat ini juga aku ingin melenyapkan orang ini dari muka bumi ini.

"Bapak tahu gak sih, bu Calysta itu manajer, dan saya-"

"Kamu calon tunangan aku," potongnya.

Dan sekarang, aku benar-benar gak bisa bicara, bagaimana ia bisa menyebutkan aku sebagai calon tunangannya disaat tadi ia baru mengatakan bahwa ia tidak akan pernah melupakan Teressa? Maksudku, bagaimana ia bisa menyebut pegawainya sebagai calon tunangannya?

"Maaf Pak, sepertinya Bapak salah bicara. Saya harus segera kembali, dan mengerjakan tugas saya." Aku pun berdiri dan meninggalkannya. Aku menepis pikiran konyolku yang menyangka dia akan menahanku untuk menjelaskan semuanya. Sepertinya itu hanya candaan nya saja.














Sepertinya ada yang lagi mulai jatuh cinta tuh..

Awas nanti sakit loh kalau jatuh :p

Happy Reading..

Tinggalkan jejak..

Boss In Love [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang