Empat Belas

17.1K 685 0
                                    


Setelah memikirkan semuanya, sekarang keputusanku telah bulat. Aku harus melakukan ini! Demi ummi dan abi. Aku pun bergegas ke lift dan menekan angka 39. Setelah sampai aku segera melangkah keluar lift dan segera berjalan ke arah pintu ruangannya. Syukurlah tempo hari kartu akses ruangannya tak sengaja terbawa olehku. Aku pun langsung masuk, dan ternyata ruangannya masih kosong.

Jam di tanganku telah menunjukkan pukul 08:30 dan kini aku mulai bosan menunggunya. Tidak biasanya jam segini dia belum datang, apa mungkin terjadi sesuatu? Aku segera mengenyahkan pikiran negatifku itu. Aku akan menunggu sampai ia datang walaupun konsekuensinya pasti aku dimarahi habis-habisan oleh bu Calysta karena tidak mengabarinya.

Pintu dibuka, aku pun segera bangkit dan menoleh. Tapi ternyata bukan dia yang datang, melainkan ibunya.

"Selamat pagi Sya, sedang apa kamu disini?" tanya ibunya Khana.

"Pagi bu. Saya sedang menunggu Khana, maksud saya Pak Dane bu," jawabku sambil tersenyum.

"Di depan saya kamu bisa memanggilnya Khana kok Sya. Ayo duduk lagi," ajak ibunya Khana sambil duduk.

"Baik bu, tapi boleh saya bertanya?" tanyaku.

"Tanyakan saja apa yang ingin kamu ketahui," jawabnya sambil terkekeh.

"Apakah di luar ada sekretarisnya Khana?" tanya ku.

"Hahaha saya pikir kamu mau bertanya apa. Tidak ada. Dia mengirim surat sakit tadi saya melihatnya di atas mejanya." Jawabnya dan itu membuatku lega.

"Syukurlah. Tapi bu, kemana Khana?" tanyaku penasaran.

"Ohh ... dia sedang pergi bersama Belinda, sedang memilih cincin pertunangannya mereka," jawab ibunya Khana, dan jawaban itu sukses membuat hatiku hancur berkeping-keping.

"Oh," jawabku lemah.

"Kamu hendak apa bertemu dengan Dane, Sya?" tanyanya.

"Emm ... tidak apa-apa Bu, hanya ingin mengucapkan selamat saja." Bohongku.

"Oh selamat ya. Baiklah nanti biar saya sampaikan." Ada sedikit nada kecewa yang aku dengar dari nada suara ibunya Khana, entahlah mungkin ini hanya perasaanku saja.

Aku pun pamit dan segera melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu. Sepertinya aku harus mengurungkan niatku, bagaimana pun juga ini kesalahanku yang terlambat memberitahu yang sebenarnya pada ummi, dan aku tidak boleh melibatkan siapapun. Sebelum aku memencet tombol lift, lift telah terbuka dan menampilkan sosok yang aku pikirkan dari tadi, ia adalah Khana.

"Wow tak kusangka kita bertemu disini rupanya. Apa kabar Kia? Sudah lama tidak bertemu," ucapnya dengan nada jahil dan aku hanya bisa memutar bola mataku malas mendengar ucapannya yang seperti mengejekku karena pesan semalam yang aku kirimkan padanya.

"Ya ... dudah lama sekali bukan? Oh ya, bapak CEO yang terhormat, anda kesiangan datang dan itu karena alasan pribadi? Sungguh bukan teladan yang baik." Balasku dengan nada mengejek.

"Anda tahu tentang saya nona Syaqira? Apa jangan-jangan anda menguntit saya?" tanyanya dengan nada super menyebalkan.

"Kalau iya memangnya kenapa huh? Lupakan saja hal itu, ada yang ingin aku bicarakan Khana," jawabku dengan nada serius.

"Apa?"

"Dane kau sudah kembali? Cepat sekali!" Tiba-tiba suara ibunya Khana menghentikan ku yang hendak berbicara.

"Nanti pulang kerja kau tunggu aku ya. Sampai jumpa," ucap Khana sambil berlalu menuju ke arah ibunya. Aku pun hanya bisa mengangguk dan pergi menaiki lift.

Boss In Love [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang