To you, my dear
I've always been invisible.
Will always be.🎀🎀🎀
2014
Sierra berlari menuju ke halte tempat ia akan dijemput dengan tergesa. Sebentar lagi hujan akan turun dan meskipun ia ingin sekali bermain hujan, tetapi gadis itu tidak ingin mengambil resiko disemprot oleh ibunya dengan berbagai macam wejangan. Padahal, hujan itu kan sebuah hadiah dari Tuhan yang harus disyukuri.
"Tumben kabur dari hujan," tanpa disangka-sangka, seorang laki-laki yang sudah sangat dikenal oleh Sierra telah duduk dengan santai di halte. Dia sudah mengenakan pakaian rumah, kaos oblong berwarna putih dengan gambar abstrak ultraman serta celana pendek olahraga. "Biasanya juga sengaja berdiri di tengah lapangan kalo hujan. Nantangin petir, ya?"
"Enak aja." Balas Sierra dengan jutek, berusaha untuk menutupi rasa senangnya melihat laki-laki yang hanya berusia satu tahun di atasnya itu. "Petir terlalu agung buat dilawan lagian. Gue hanya mengagumi."
Laki-laki itu tersenyum. "Kok belom pulang?"
"Boleh gue tahu kenapa lo juga belom pulang?" Sierra menaikkan alisnya dengan tatapan penuh selidik ke laki-laki di hadapannya. Lagi-lagi, yang ditanya malah tersenyum dengan menawannya. Sierra menahan nafas selama beberapa saat sebelum akhirnya memilih untuk bermain-main dengan rok biru seragamnya. Semua orang juga tahu cowok ini menawan.
"Adik gue kan hari ini ada latihan futsal sampai jam 5. Disuruh jemput, deh. Padahal, enakkan juga di rumah. Bisa main, bisa tidur, bisa makan, bisa belajar..." Sierra menaikkan salah satu alisnya mendengar kata belajar. "Iya. Nggak bakal belajar gue."
"Dasar."
Hening.
Sierra memandang ke arah lalu lintas yang ada di luar pagar sekolahnya. Hari Selasa sore masih terbilang cukup sepi. Meskipun begitu, tidak lama lagi jalanan pasti penuh dengan mereka yang berbondong-bondong kembali ke rumah. Di sisi lain, laki-laki tadi asyik bersiul. Tidak ada kecanggungan dalam keheningan ini, dan Sierra menyukainya.
Ingin sekali gadis berambut hitam pekat itu tahu apa yang ada di pikiran laki-laki yang merupakan cinta pertamanya itu. Apa yang membuatnya bersiul? Apa yang membuatnya mengangguk-angguk menatap ke arah lalu lintas? Apa di dalam pikirannya, lagu favoritnya sedang diputar? Apa dia masih bertahan dengan selera musik super gaul, yang berarti lagu favoritnya saat ini adalah lagu Twerk It Like Miley?
Terlalu banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan olehnya, tetapi dia berusaha keras untuk menahannya. Jika saja Sierra tidak membaca artikel majalah sekolah mengenai laki-laki di sampingnya, sudah pasti dia akan mencerocos ribut dan menghina-hinanya. Tapi, apa boleh buat? Saat ditanya oleh kru ekstrakurikuler jurnalistik mengenai tipe perempuan idealnya laki-laki disebelahnya ini menjawab dia menyukai mereka yang kalem, tenang, tahu mengendalikan diri, dewasa, dan anggun.
Sierra tidak kalem, apalagi tenang. Jangankan mengendalikan diri, mengendalikan ekspresi saja dia tidak bisa. Jika senang, dia akan melompat-lompat bahagia, bertepuk tangan, tertawa hingga terjengkang dari kursinya. Jika sedih, dia akan menunduk dan menggigiti bibirnya hingga berdarah. Jika marah, dia akan mencakar dirinya sendiri. Dewasa? Jangan ditanya. Bahkan tante kantin sering memelototinya karena satu dus lolipop Alpenliebe bisa dihabiskannya sendiri. Anggun? Apakah seorang perempuan dengan cara jalan oleng dan mengangkang itu anggun?
Tidak, Sierra bukan tipe wanita ideal laki-laki itu. Tetapi itu bukan berarti dia tidak berusaha untuk menjadi seperti apa yang diingikannya, sambil berharap, hanya sekali saja, laki-laki itu tidak melihatnya sebagai cewek konyol yang ekspresif.

KAMU SEDANG MEMBACA
To Love or To Be Loved
Teen FictionTak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak d...