lassitude ; a feeling of lack of interest or energy
~~~
sometimes i do wonder,
am i too disappointing that my father won't look me on the eyes anymore?
then,
i meet my friends
not the most perfect friends, though
but behind those unfunny jokes we made,
i know,
i am still treasured, Sebastian Steijn's wandering mind on 2:56 AM
SEBASTIAN
Ada satu hal diantara gue dan Gerald yang menurut orang lain aneh. Fakta bahwa gue dan Gerald menggunakan 'aku-kamu' dalam percakapan sehari-hari kita membuat semua orang kaget. Bahkan, Benji dan Lorenzo-temen baik gue di SMA ini-kadang sering awkward pas main ke rumah karena mereka gak tahu harus ber gue-lo atau ber aku-kamu dengan Gerald karena gue sendiri yang kakaknya aja make aku-kamu.
Banyak yang bilang kalo aku-kamu antara gue sama Gerald itu adorable. Mengingat bahwa kakak adik cowok biasanya bakalan ngomong kasar. Sebenernya, gue sama Gerald juga ngomong kasar sih ke satu sama lain. Pastilah gue sama dia pernah berantem. Paling sering sih karena rebutan laptop, PC, atau PS.
"Anjing, kamu! Kenapa laptop aku didownload game aneh-aneh, sih?" Waktu itu pagi-pagi gue terbangun dengan kenyataan bahwa laptop gue sudah tidak bisa menyala lagi. Pas dibawa ke tukang servis, masnya bilang laptop gue crash karena RAMnya udah gak kuat nyimpen data lagi. All thanks to Gerald and all of his illegal ways of downloading games.
"Brengsek. Jadi semuanya langsung salah aku? Padahal kamu juga mainin gamenya?"
Tiap nginget kejadian itu gue sama Gerald sering ngakak sendiri. Percaya, deh, ketika percakapan itu direwind di benak, gue geli sendiri. Karena kebiasaan 'aku-kamu' kita itu, perdebatan sengit aja jadi kedengaran kayak orang pacaran berantem. Pernah sehari Gerald dan gue mencoba untuk ngomong make 'gue-lo' dan itu malah lebih aneh lagi. Lagian, Mama gue sendiri gak begitu suka di rumah kita make gue-lo. Ada Lilia, soalnya. Padahal mah, walaupun Lilia sekarang baru kelas 5 SD, gue yakin dia di sekolah juga ngomongnya make gue-lo.
"Kak, bawa motornya biasa aja napa!" Sekarang, Gerald di boncengan motor gue teriak-teriak histeris karena gue bawa motornya ngebut. Hehe, biasa, cowok. Banyak gaya, ngebut-ngebut. Adik gue ini emang punya double standard yang gila. Dia gak mau dimarahin kalo bawa motor gak pake otak. Giliran gue yang bawa ngebut, dia histerisnya ngalahin Mama.
Gue meringis melirik jam tangan hitam yang meliliti pergelangan tangan kiri gue masih menujukkan pukul 13.56. Mungkin emang ngebut gue rada sinting. Bel pulang sekolah Voltarta-nama sekolah gue-berbunyi pukul 13.30. Belum lagi gue ngambil motor di parkiran, ngobrol bentar sama beberapa orang yang gue kenal, dan jemput Gerald di gedung SMP. Padahal, normalnya, jarak dari Bukit Permata ke Voltarta itu 15-20 menit. Tapi, gak papa lah gue bisa nyampe rumah cepet. Berarti bisa tidur dulu sebelum jemput Lilia di rumah temennya jam 4an nanti.
Sesaat setelah gue memarkir motor di halaman dan membuka tali sepatu, tiba-tiba Gerald ngomong. "Kak, Genevieve Guinevere itu punya adek namanya Rafael Angelo Tedjamukti, ya?"
Nama keluarga Eve emang Tedjamukti. Dia emang punya adik cowok yang gue lupa namanya siapa. Kayaknya Ael, deh, kalo enggak salah. "Nama belakangnya Eve emang Tedjamukti, sih." Gue mengerutkan kening. "Emang kenapa, Ger?"

KAMU SEDANG MEMBACA
To Love or To Be Loved
Teen FictionTak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak d...