propinquity ; the property of being close together.
~~~
i feel like the history repeating itself, somehow.
me, a guy, a handshake, and a share of laughter
too painfully familiar.
-Non Logam (NL, Nicole Lasierra. Haha what a lame joke), about a friendly banter in October.
SIERRA
"Gue ambil tisu dulu deh di tas."
"Lo ada tisu gak buat ngebersiin telapak tangan lo?"
Suaraku dan Sebastian terdengar di saat yang bersamaan. Aku mendongak dan melongo menatapnya bingung sementara kedua bibir Sebastian terpisah. Ya ampun, nganga aja ganteng?
"Ada kok," jawabku dengan senyuman kecil. Aku mengambil inisiatif untuk menghentikan tatapan melongo kami kepada satu sama lain. Telapak tanganku memang perlu dilap dengan tisu basah dan aku baru ingat jika tadi aku ngebetak tisu basah milik Hanna, teman sekelasku. Hehe, dia nyariin gak ya?
Aku berjalan untuk mengambil tas ransel denimku yang teronggok di kursi kayu saat merasakan telapak tangan Sebastian melingkari lengan kiriku. Jelas dia lagi menahan aku untuk berjalan. "Dimana tisunya? Biar gue yang ambil aja."
Jantungku berdegup kencang. "Di laci depan tas gue," Tuhan tahu seberapa kuat aku mencoba untuk tidak terbata-bata. Aku tarik kembali perkataan sebelumnya mengenai tatapan mata Sebastian tidak seintens Julian. Mereka berdua sama aja ternyata. Dan mungkin, fakta bahwa aku mengagumi cowok yang memiliki rahang indah itu memperburuk segalanya.
Sebastian meraih ranselku dengan kedua tangannya dan membuka ritsleting laci depan tempat aku biasanya menyimpan tisu dan... pembalut! Mataku membesar dan menatap ke arah Sebastian dengan ekspresi horor. Aku berusaha mengingat-ingat apakah aku pernah mengeluarkan roti jepang itu karena jika tidak, berarti sekarang Sebastian sedang melihat kemasan plastik berwarna putih. Ya ampun, aku harusnya tidak membiarkan dia yang mengambil tisu basah itu.
Saat aku memicingkan mata untuk melihat Sebastian lebih jelas, rona merah terlihat menguar di wajahnya yang tirus dan berahang tajam. "Aduh, maaf ya. Makanya, tadi gue aja yang ngambil..." Aku berusaha untuk menjelaskan.
Setelah menutup kembali risleting tasku dengan hati-hati dan berjalan dengan satu alis terangkat, Sebastian berkomentar, "kenapa harus minta maaf? Kayak lo nyesel udah terlahir jadi cewek aja." Dia tersenyum. "Lagian, berarti kan lo penuh persiapan. Walaupun, well, agak awkward sih tetep."
Mataku mengerjap. Aku meneguk ludah sambil memperhatikan jemari panjang dan kurus milik Sebastian membuka kemasan tisu basah. Jarak yang memisahkan antara tempatku berdiri dan tempat dia berdiri memang bisa dibilang tidak jauh. Namun, jarak ini tidak dekat juga. Anehnya, cuaca dingin yang dibawa oleh hujan ini tiba-tiba sirna begitu saja setiap kali Sebastian ada di dekatku. Meski begitu, di dalam hati aku sedang memaki-maki diriku sendiri karena begitu mudah terpikat atau terbawa suasana ini.
Ketika kemasan tisu basah milik Hanna berhasil dibuka, tangan kananku terulur untuk meraihnya. Menyadari hal ini, Sebastian malah menjauhkan tisu basah tersebut dariku. Aku mengangkat kedua alis, bingung. "Mau ngapain?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Bas malah terdengar seperti pernyataan. Eh buset, galak amat, sih? "Biar gue aja yang bersihin. Sini telapak tangannya."
Masih dalam diam, aku membuka kedua telapak tangan. Ada bercak kemerahan di beberapa bagian yang membuat Sebastian mengerutkan keningnya. Dengan perlahan, cowok beralis setebal ulat bulu ini mengusapkan tisu basah itu pada telapak tangan kiri terlebih dahulu. Aku baru menyadari bahwa telapak tangan Sebastian jauh lebih besar daripada telapak tangan milikku. Sekilas aku melihat tatapan matanya dan buru-buru menundukkan kepala. Tatapan matanya yang dalam membuat pipi merona. Padahal, bakalan amat sangat tidak masuk akal kalau pipiku memerah tanpa alasan yang jelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
To Love or To Be Loved
Teen FictionTak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak d...