Note: Makasih ya, buat siapapun yang menggunakan waktu luangnya untuk baca ini. Gak apa-apa gak ada vote dan comment, but seriously, I'm truly grateful that someone wants to invest their time here. xx
sempiternal ; having no known beginning and presumably no end
~~~
How can a good mood evaporated quickly.
-Sarjana Ekonomi (SE, Sebastian Ezequiel, haha she taught me this game), an excerpt of 101 Confessions to Sierra
SEBASTIAN
Badan gue basah kuyup begitu sampai di rumah. Hujan rintik-rintik yang gue sepelekan saat di masih mengantre di lampu merah seberang Voltarta langsung dendam dan mengguyur sekujur tubuh gue ketika macet menghadang di daerah sekitar PIM. Emang dasar anak-anak gaul Jakarta hari Jumat sore langsung nongkrong ke mall padahal hujan deres. Gue misuh-misuh sendiri karena cemburu soalnya sampai sekarang Voltarta tidak mempraktekkan program hari Sabtu libur. Meskipun sebagai imbalannya, jam belajar kami dari hari Senin-Jumat tidak sepanjang anak-anak sekolah lain, sih.
"Bas!" Sesaat setelah gue memarkir motor di halaman rumah yang berkanopi, terdengar teriakan penuh kecemasan dari Mama. Dia berdiri di teras dengan wajah panik, kedua tangan di pinggang, lalu berlari-lari kecil menuju gue. "Aduh. Basah banget semuanya."
"Iya, Ma. Hujan." Jawab gue. Bingung mau bereaksi seperti apa.
"Kak Bas!" Dari pintu terdengar teriakan dari suara manis adik perempuan gue. Lilia. Dia berdiri dengan senyuman lebar. "Tadi kok gak jemput? Ada acara?"
Jadi, Papa gak bilang ke Gerald ataupun Lilia kalau dia mau jemput mereka karena kemauan dia sendiri? Kenapa Lilia berpikir kalau gue yang gak bisa jemput dia? Rasanya pengen marah. Tapi setelah dipikir-pikir, kalau hari ini adalah hari biasa seperti hari-hari lain, gue menjalankan rutinitas lama, gue gak akan kenalan sama Sierra. Lagian, gue gak sejahat itu kok sampai-sampai mau membiarkan adik-adik gue ikut gak kebagian kasih sayang Papa.
Sambil berjalan santai ke teras dan membuka tali sepatu gue memberi alasan, "kan lusa mamanya Lorenzo ulang tahun, Dek, jadi aku sama Benji nemenin dia ke Pasaraya Grande terus nyari kado. Terus makan di KFC Kemang."
"Aku juga mau KFC!"
"Lilia..." Mama mengelus rambut kecokelatan milik Lilia. "Bas, cepet dong. Langsung mandi, terus keramas. Mama takut kamu sakit, Sayang."
"Iya, Mama." Gue meringis begitu menyadari sejak tadi gue meninggalkan jejak tetesan air dimana-mana. Bude Onah bakalan sibuk sore ini buat membersihkan jejak-jejak air yang gue tinggalkan. Sementara itu, Lilia keliatan happy dan malah main lompat-lompatan di sekitar kubangan air hasil karya gue. Sampai akhirnya ketika lompatan kesekian, tubuh mungilnya menabrak pinggang Mama dan mereka tertawa bersama.
"Kak Bas kok malah bengong, sih? Cepetan mandi!" Lilia sekarang mendorong-dorong gue ke tangga untuk segera naik dan mandi tanpa memedulikan beberapa tetesan air mengenai kulit tangannya. Tanpa disadari, gue sejak tadi berdiri mematung, terpesona dengan kebahagiaan yang ada di wajah Mama dan Lilia.
Saat itulah Papa lewat dengan koran di tangan dan mengerutkan kening begitu menyadari gue basah kuyup. Untuk sesaat, atmosfer tegang memenuhi udara. Papa akhirnya memutuskan untuk angkat bicara, "Sebastian, abis kamu mandi, kita ngomong ya."
Gue hanya mengangguk dan segera melompati anak tangga menuju ke atas. Dari kamar Gerald terdengar suara cemprengnya menyanyikan lagu Imagine Dragons yang berjudul On The Top of the World. Pasti dia baru menang sesuatu di game-gamenya itu. Saat membuka pintu kamarnya, gue mendapati Gerald sedang lompat-lompat di atas tempat tidurnya dengan stick PS 4 di genggamannya. "Berisik, oi." Cerca gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
To Love or To Be Loved
Teen FictionTak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu, Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapuskannya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih bijak d...