Bab 19: Curahan Hati.

2.6K 391 11
                                    

Aku duduk menghadap tembok sambil mengangkat tangan.

Aku sedang dihukum sekarang, merenungi kesalahanku karena tidak menjaga rumah.

Yura ikut duduk disampingku menaruh teh hangat dilantai.

"Kenapa kau bisa disini?" Tanyanya.

Aku masih terdiam, saat ini aku sedang malas untuk berbicara.

"Hmm.. baiklah, aku ada diruang keluarga bersama Halmonie." Ia pun keluar tak lupa menutup pintu.

"Huftt..." Aku menjatuhkan tanganku yang sudah melemas, lalu mengangkat tangan kembali.

Dserr...

Kudengar pintu kembali terbuka, ia berjalan mendekatiku dan duduk dibelakang.

"Sangmi.." Ucapnya sendu.

Aku diam mendengarkan suaranya, suara yang sudah lama ku tak dengar, Jimin Oppa.

"Kumohon berbicaralah sedikit dengan Yura, aku tahu kau sangat membencinya, tapi kumohon dia adikku juga, sama sepertimu."

Aku menunduk lalu memutar tubuhku menghadapnya, mengubah posisi duduku sambil memeluk kaki.

"Dia berbeda dengamu, kamu sudah mendapatkan kasih sayang sejak kecil, sedangkan ia? Ia baru mendapatkannya sekarang."

"Sejak kecil?" Tanyaku pada Jimin, ia hanya mengangguk.

"Sejak kecil siapa yang merawatku?" Kutatap mata Jimin.

"Aku, Appa, dan Eomma."

Aku tertawa kecil lalu menatapnya dengan tajam.

"Yang merawatku hanya kau saja Oppa, kau yang menjagaku dari kecil, Eomma dan Appa selalu sibuk akan urusannya sendiri, aku dilupakan sejak kecil." Aku menunjuk Jimin dengan mata berkaca-kaca.

"Sangmi, hentikan jangan membuat kekacauan dirumah Nenek Yura." Jimin berdiri menarik tanganku.

"Kaulah yang hentikan ini, aku menyayangi kalian semua, ingatkah saat aku lulus waktu itu? Dimana kau? Apa kau lihat ada foto kelulusanku didampingi Appa dan Eomma? Tidak ada!! Mereka pergi sebelum aku menerima surat kelulusan, hks.. mereka hanya datang melihatku saja.. dari jauh.. hks.. hks.." Aku berdiri menatap tajam Jimin.

"Aku sungguh menderita sejak kecil, bahkan jika aku mendapat nilai bagus dan menunjukkannya pada mereka, apa yang mereka katakan? Diam saja! Aku muak dengan keadaan ini, mereka melihat diriku baik-baik saja karena aku masih bisa tersenyum, apa aku harus sakit?" Lanjutku penuh amarah.

"APA YANG AKU LAKUKAN? LIHAT!!"

Aku menunjukkan goresan cutter ditangan kiriku pada Jimin, hingga membuatnya menatapku sedih.

"INI SEMUA KARENA KALIAN, HKS.. RASA SAKIT INI PUN BELUM SEBERAPA DIBANDING RASA SAKIT YANG KUTAHAN BERTAHUN-TAHUN, AKU INGIN MATI.. TIDAK ADA LAGI YANG KUHARAPKAN, SEMUANYA SIRNA, AKU HAMPA.." Aku berjongkok menjambak rambutku sendiri.

"Bahkan kau tidak tahukan?" Aku menatap Jimin sebentar lalu tersenyum.

"Jika kau menyayanginya, sayangilah sebagai adikmu, lupakan aku, tapi jika kau membutuhkan aku, aku ada selalu disampingmu." Aku kembali berdiri memegang kedua bahu Jimin.

"Aku akan selalu menjadi adikmu, tapi mungkin sekarang kau menganggapku bukan sebagain adik, jadi sayangilah Yura sebagaimana kau menjagaku sejak kecil, aku sangat berterima kasih padamu, sangat-sangat berterima kasih." Aku memaksakan senyumku, lalu keluar dari kamar.

Lihat saja, ia bahkan tidak mengucapkan sesuatu padaku.

Aku menghapus air mataku, dan berjalan menuju Yura.

"Permisi." Ucapku pada Yura yang tengah berbicara dengan Halmonienya.

"Ah.. ini Sangmi, dia adikku." Yura memperkenalkanku paa Halmonienya.

Aku pun memberi hormat padanya.

"Salam kenal." Ucapnya padaku.

Aku pun tersenyum padanya, dan meminta izin untuk berbicara pada Yura sebentar.

Setelah diizinkan aku pun mengajak Yura ke taman belakang.

Duduk dirumput menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang.

"Kau tahu aku tidak membencimu." Ucapku tanpa menatap Yura.

"Ah?" Dia menatapku dengan wajah penuh tanda tanya.

"Aku tidak membencimu, aku hanya iri padamu." Aku memberanikan diri menatapnya.

"Maksudmu?"

"Ck.. kau sungguh beruntung dirawat orang tuaku dan Oppaku, mereka sangat baik, jadi jangan membuat mereka sakit ya." Aku tersenyum.

"Aku juga menyayangimu." Yura memelukku, tangisku pun kembali pecah, membalas pelukan Yura.

"Gomawo hks.. aku selalu menyakitimu, aku selalu menjauhimu, aku tidak bermaksud jahat padamu, aku hanya ingin menenangkan diriku.. hks.." Air mataku basah dibajunya.

"Aku merasa kesepian, aku tidak tahu harus berbuat apa, kumohon buat mereka bahagia, aku akan bahagia jika mereka bahagia." Aku melepaskan pelukan menatap Yura.

"Janjilah padaku, kau akan menyayanginya, aku akan mendukungmu dari belakang, aku akan selalubaa didekatmu."

Yura mengangguk dan kembali memelukku.

Luapan amarahku mereda, setelah kukeluarkan perasaan sakitku, aku merasa tenang sekarang.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang