Bab 6 : Pilihan Klub.

2.9K 416 3
                                    

Aku berjalan pulang, perasaanku tiba-tiba aneh, ada rasa gelisah namun tenang.

Kubuka pintu rumah, ah.. sudah terdengar suara piring dan suara-suara kecil, kupastikan itu suara mereka yang tegah sarapan.

Aku melangkahkan kakiku kearah meja makan, ya disana sudah ada mereka, sepertinya mereka tak tau kehadiranku.

Aku langsung duduk di tempat biasa, Eomma memberikanku mangkok nasi yang kosong, aku tahu, aku harus menyendoknya sendiri, tapi lihatlah Yura dan jimin nasinya disendokkan oleh Eomma.

Aku mengambil mangkokku lalu berjalan kearah dapur untuk mengambil nasi.

Kudengar suara gelak tawa disana, aku hanya bisa tersenyum tipis.

"Sangmi, buanglah sikap egomu, disini kita punya keluarga baru." Eomma menggeser badannku lalu mengambil alih membawa nasi kemeja makan, baru aku menyendoknnya sedikit.

"Kami hanya ingin kebahagiaannya kembali, dan Eomma tak suka dengan sikapmu seperti itu, dewasalah sangmi, jika kau diposisi dia kau akan tau rasanya, Eomma tak suka denganmu yang sekarang." Ucapnya dingin lalu meninggalkanku sendiri disini.

'Kuatkanlah aku ya tuhan, mungkin benar aku harus menambah pekerjaan, agar mengurangi rasa sakit ini.'

Setelah diam beberapa menit, Appa berjalan kedapur mengambil gula, sepertinya dia juga sama seperti Eomma, mereka kesal denganku.

Aku hanya duduk dilantai memakan nasiku walau tanpa lauk, percuma jika aku pakai lauk, rasanya tetap sama, hambar.

Terdengar gelak tawa dan suara Jimin yang terus menggoda Yura, dan sekarang pun Yura berubah dia semakin lebih baik, tertawa, bicara banyak, walau tak tau apa yang terjadi padaku.

"Tapi kenapa Jin Seonsaengnim tahu?"

Nasiku habis, aku mencuci mangkoknya dan tanganku, lalu kembali kekamar, saat melewati meja makan, tak ada satu pun dari mereka melirikku, mereka asik pada dunia Yura.

Setelah menutup pintu kamar, aku langsung berjalan menuju balkon dan duduk diatas penyangganya.

"Mungkin ini sakit, tapi jika dijalani terus akan terbiasa." Aku menatap langit biru dan tersenyum.

"Bantu aku tuhan."

***

Senin pun tiba, sepertinya aku telat gara-gara terus belajar hingga larut, selama minggu aku terus dikamar, keluar pun hanya untuk makan.

'Rasanya sekarat sekali.'

Aku berjalan menuju meja makan, sepi. Makanan sudah habis, appa sedang minum kopi dan membaca korannya, eomma sedang mencuci piring, ya.. mereka tidak menyisakanku.

"Aku jalan." Aku memberi hormat lalu berjalan keluar rumah.

Lapar yang kurasakan saat ini, ingin mampir kekedai kue, tapi rasanya tidak mungkin karna aku sudah telat.

Jarak sekolah lumayan jauh, aku terus berlari hingga tanpa sadar kemeja sekolahku berantakan, ikatan rambutku menurun.

Saat melewati toko CheeseCake ada seseorang keluar dari toko tersebut, aku tak bisa mengerem kakiku, dan akhirnya aku menabraknya hingga kami jatuh ketanah, astaga.. kuenya.

Aku terbangun walau ada rasa sakit dan ngilu, mungkin aku sedikit terluka, orang tersebut menatapku dingin.

"Mianhae, mianhae aku sedang terburu-buru, a..aaku tak melihatmu, dan juga kakiku sulit direm." Aku terus memberi hormat dan menatapnya sendu.

Diapun terbangun merapihkan bajunya, lalu mengambil box kecil yang jatuh.

Saat dia buka, kuenya hancur..

Astaga bagaimana ini, toko CheeseCake inikan harganya tidak bersahabat, bagaimana kalo disuruh ganti? Bahkan uang jajanku saja tidak cukup.

"Mianhae.." aku mengusap kedua tanganku.

"Gwenchana, tapi kau harus menggantinya." Ucapnya dingin sembari membuang box kue itu ditempat sampah.

Benarkan.

"Tapi.. tapi.." aku tak bisa berfikir sekarang..

"Tabunglah sedikit-sedikit, kuenya 'Rainbow Cheese Cake harganya 550.000, jika kau sudah membelinya antarkan padaku." Namja tersebut memberi alamat.

aku pun menerimanya dan berterima kasih, huft.. untunglah, tapi 550.000, aku saja mau menabung untuk diriku sendiri, ah.. gagal sudah rencanaku hanya untuk beli kue.

Kim Namjoon
Jalan myeondong no. 45
Psikiater/Psikologi

Pantas saja ia tahu kalau aku tidak ada uang, toh dia anak psikolog.

----

Aku duduk dikasur uks, untunglah ada luka dikakiku sehingga security bisa percaya padaku.

Aku menutup luka kecil dilututku dengan plaster, lalu mengelap kedua sikuku yang kotor.

"Hari yang sial?"

Kuliat pintu uks terbuka, Jin seonsaenim masuk dan menatap kakiku yang terluka.

"Ada apa hari ini?" Tanyanya menggeret kursi dan duduk dihadapanku.

"Aku terjatuh menabrak seseorang."

Jin tertawa aku hanya bisa diam menatapnya datar.

"Mau mulai hari ini?" Jin berhenti tertawa menatap sangmi dengan senyum kecilnya.

"Maksudnya?" Ucapku bingung.

"Masuk klub?"

"Ah.. aku tidak tau klub apa." Benar saja, sejak aku bersekolah disini aku tidak mengikuti klub apapun, jika aku memilih klub basket ada jimin, klub volly ada Hoseok, klub paduan suara Jungkook, klub futsal Taehyung, Yura ntahlah aku tidak tau, dan yang pasti aku tidak mau satu klub dengannya.

"Biarkan aku ambil nama-nama klub." Jin keluar uks mengambil daftar klub.

"Apa dia psikolog juga." Ucapku.

Diapun kembali memberikan kertas-kertas klub padaku.

"Aku ketua pembina semua klub." Aku baru tahu itu.

Aku pun melihat nama-nama klub, dan disitu juga tertera daftar yang ikutnya.

-klub futsal
Benar Taehyung masih minat.

-klub basket
Aku tidak menyenangkan, Jimin sebagai kaptennya.

-klub volly
Hoseok, ya dia termotivasi dari games pspnya.

-klub padus
Jungkook sudah tidak bisa ditanya lagi, dia memang punya suara yang bagus.

-klub masak.
Masak ah pasti mengeluarkan uang, euh.. kalau buat kue untuk orang itu?? Mana bisa dia maunya dari toko tadi.

-Klub Renang.
Yang ada aku tenggelam karna gaya batu.

-klub matematika.
Mati saja duluan, baru denger namannya saja aku sudah muak.

-klub ballet.
Tubuhku kaku yang ada sudah patah duluan tulangku, eh.. Yura mengikuti klub ini? Untung saja lagi pula akubtidak minat.

-klub dance.
Menari?

"Masuklah, kau bisa bebas mengeluarkan perasaanmu ketika menari, luapkan emosimu dengan menari, lagi pula yang masuk klub tersebut hanya sedikit.." Jin menujuk kertas yang dipenggang sangmi.

"Hanya 20 orang saja." Lanjutnya.

"Baiklah klub dance." Aku tersenyum lalu mengembalikan kertas padanya.

"Akan kucatat namamu." Dia membalas senyumku lalu meninggalkanku sendiri di uks.

LIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang