Aku dan Taehyung duduk di trotoar depan rumahnya, ia tidak mengizinkanku masuk dengan alasan berantakan.
"Tae.."
"Hmm.."
"Menurutmu Yoongi sekarang ada dimana?" Aku menjulurkan dan menggoyangkan kakiku seirama.
"Katanya sih di Seoul sekarang tidak tahu, mungkin sudah pulang." Taehyung pun juga mengikuti gerakan kakiku.
"Kau tahu aku hilang kenapa? Karna aku mencarinya."
"Benarkah? Bagaimana kau bertemu dengannya?" Ucapnya mengubah posisi duduknya menghadapku.
"Hm.. tidak sama sekali, malahan aku bertemu Jin Seonsaengnim huft.." Ucapku sudah lelah.
"Ada apa dengan dahimu?" Taehyung mencoba ingin menyentuhnya, namun aku segera menepis tangannya.
"Jatuh."
"Bohong."
"Ya."
"Aish... hentikan itu Sangmi, kau Yeoja, cantik, manis, pinter. Tapi berbohong itu malah membuat dirimu menjadi jelek dan merusak semuanya." Ucapnya menatapku tajam.
"Sudah terlanjur, bukan hanya aku saja yang berbohong, banyak diluar sana yang juga berbohong padaku." Ucapku menyenderkan kepala di pundak Taehyung.
"Kau tahu aku lelah." Aku menutup kedua mataku.
"Tidurlah, kau lelah mencarinya." Taehyung pun mengusap rambutku hingga aku merasa nyaman dan nyenyak.
Terakhir sebelum aku memasuki alam mimpi, Taehyung mengatakan dengan lembutnya,
"Kau mengkhawatirkannya, aku pun mengkhawatirkanmu disini."
Itu yang kudengar, namun aku tidak menanggapinya, mata ini terlalu lelah, selama dikereta aku tidak bisa tidur karna mendengar ceramah dari Jin.
***
"Eugh..." Aku merenggangkan ototku yang kaku lalu mengubah posisiku kesamping kiri.
Kutatap cahaya panas matahari yang memasuki kamarku.
Kamarku?
Aku tersikap seperti orang tengah mencari sesuatu yang hilang, menatap seisi ruangan, ini benar-benar kamarku, lalu dimana Taehyung?
Aku melompat dari kasur berjalan menuju balkon, benar ini bukan rumah Taehyung balkon kamarnya tak sebesar ini.
Kulihat pantulan tubuhku yang mengenakan baju Nirvana dan rok sekolah.
Baju siapa ini?
Jimin? Tapi sejak kapan Jimin menyukai Nirvana?
Aku berlari keluar kamar dan membanting pintunya dengan keras hingga orang yang berada dibawah berteriak kaget.
"Heiii.. pelan-pelan." Ucapnya seperti suara Eomma.
Benar, ini rumahku tapi.. bagaimana bisa aku disini?
Puk..
Seseorang menepuk pundak kananku, saat aku menoleh kudapati Jimin yang menatapku datar.
"Sudah merasa lebih baik?"
"Kenapa kau membawaku kesini?"
"Aku melihatmu tertidur di pangkuan Taehyung, eung.. aku merasa tidak enak dengannya jadi.. jadi aku bawa kau kembali." Gugup Jimin mengusap belakang lehernya.
"Owh.." Ucapku pelan.
"Ada apa dengan dahimu?" Jimin menujuk dahiku yang diplaster.
"Ini? Hanya luka jatuh." Aku tertawa kecil untuk menghilangkan rasa canggung.
Hening... kami saling berhadapan, saat aku mau masuk kembali kekamar Jimin menahan tanganku.
"Kembalilah." Ucapnya melas.
"A..ada apa?" Aku membalikkan badanku memegang wajah Jimin khawatir.
"Akan aku ceritakan, tapi tolong kembalilah." Ucapnya.
Jika aku kembali, aku akan melihat Yura dan tangan Appa, melupakan Yoongi dan lainnya.
Jika aku tidak kembali, aku memang tidak mau kembali.
"Mianhae Oppa."
"Jebbal.."
Aku menggelengkan kepalaku masuk kedalam kamarku saat ingin kembali menutup pintu Jimin menatapku dengan mata berkaca-kaca.
"Aku rindu padamu, Sangmi Saranghae." Ucap Jimin dari luar sana.
Aku menutupnya pelan lalu berlari mencari seragamku, ah.. itu dia digantung dilemari.
Segera kulepas baju Nirvana dan memakai kembali seragamku.
Kutatap wajahku di kaca dinding.
"Mianhae... ini sudah terjadi."
Aku keluar kamar Ia masih ada disana, air matanya sudah jatuh.
Jimin tanpa sepatah kata ia langsung memelukku.
"Aku sangat rindu padamu, keadaan sudah berubah disini." Ucapnya menangis membasahi seragamku.
Aku juga ingin bertanya banyak tentang keadaan disini, tapi aku menahannya karna aku bukan lagi bagian dari sini.
"Kau melupakan janjimu, kau akan ada disampingku jika aku membutuhkanmu, aku membutuhkanmu sekarang." Ucapnya menahanku pergi.
"Oppaaaaa...." Yura keluar dari kamarnya berlari memisahkanku dari Jimin.
"Jauh-jauh kau itu sudah kotor, sudah berapa bulan huh?" Yura memegang perutku yang datar.
Aku menepis tangannya,
"Jaga mulutmu Yura." Aku segera berjalan meninggalkan mereka.
Saat menuruni tangga Eomma tengah berjalan naik dengan nampan berisi bubur dan obat.
"Eoh.. sudah bagun makan dulu? Ini obat meredakan nyeri perut." Ucapnya tersenyum padaku, ia semakin kurus.
"Tidak, Terima kasih." Tolakku kembali menuruni tangga.
Prangggg....
Aku terlonjak kaget kembali menatap belakang,
Plangggg....
Nampan yang ia bawa dilayangkan kekepalaku dengan enaknya.
Aku pun oleng dan terjatuh terguling dari beberapa tangga hingga Jimin berteriak kaget.
Aku memegang kakiku yang terkilir, ada apa dengan Eomma?
"PERGI.. ANAK KOTOR! KAU GILA! OWH.. LIHATLAH ANAK EOMMA KEMBALI.." Ia yang tadi menatapku tajam kembali sendu.
Dengan cepat Jimin memegangi pundak Eomma dan dibawa kedalam kamar.
Yura menghampiriku dengan tampang santainya.
"Kau tahu ia jadi gila." Ucapnya memutarkan mata.
"Eugh.."
"Sejak Appa kecelakaan." Yura menekan kata kecelakaan.
Kecelakaan?
Aku menatapnya penuh pertanyaan.
"Tidak ada pertanyaan untukmu, pulanglah." Ia menendangku seenaknya.
Aku pun berdiri menahan rasa sakit, lalu pergi meninggalkan rumah ini.
Tak sengaja aku menatap piano putih diujung sana,
"Yoongi akan membawakan instrumen lagu dengan pianonya untuk mengiriku saat lomba ballet."
Aku menatapnya tajam lalu keluar rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIE
FanfictionTolong temukan aku yang tidak bersalah, Tolong kembalikan senyumku yang terjebak dalam kebohongan, Bebaskan aku dari neraka ini , Aku tidak bisa lepas dari penderitaan ini, Tolong selamatkan aku. Aku ingin, Aku hilang dan tersesat, jauh dari mereka...