Okta meregangkan tubuhnya. Memanjangkan tubuhnya dengan meletakkan tangannya menjauh dari kepalanya. Tubuhnya serasa remuk dan kemudian terdengar suara kretak dari setiap sendi tulang belakangnya.
Semalam adalah perang dapur yang melelahkan. Kenapa semua orang hampir memesan pasta uintuk mereka nikmati malam tadi. Hampir dia tidak bisa bernapas karena harus merebus pasta.
Okta menuju kamar mandi menatap dirinya sendiri di cermin yang juga menatap balik kepada dirinya. Dibasuhnya wajahnya dengan air dingin dari keran wastafel untuk membuat dirinya tersadar dan merasa segar kembali.
Pukul dua belas lewat seperempat menit. Okta harus bersiap kembali ke restoran untuk pertarungan masak lainnya di hari ini. Di raihnya kunci mobil Corolla tahun 65 yang dibelinya dengan dana seadanya. Masih perlu banyak perbaikan karena terkadang dirinya disibukkan dengan aki mobil yang soak sehingga susah untuk dinyalakan.
Satu belokan lagi dengan kecepatan rendah hampir tiba di roccabianca. Tapi mata Okta berhenti pada satu titik. Di titik itu berdiri seorang wanita dengan anggun berdiri mematung di depan restoran. Seakan-akan wanita itu mengira-ngira kapan restoran akan buka. Gaya berpakaiannya sangat anggun seakan menunggu pria yang akan mengajaknya masuk untuk menikmati hidangan italia di kota anging mammiri ini yang terkenal akan kelezatannya.
Okta berharap wanita itu mencoba pasta yang direbusnya walaupun sebenarnya saus pasta tersebut adalah buatan Cleo. Okta memarkir mobilnya jauh di belakang restoran. Dia mengambil perlengkapan memasaknya sebuah baju chef dan pisau yang dirancang untuk dirinya sendiri. Sekantong oregano yang lumayan susah dicari Makassar dan harganya lumayan mahal tidak lupa dibawanya. Head Chef meminta dirinya membeli beberapa oregano segar.
Sebuah map berisi dokumen yang tertulis dengan huruf capital besar –RAHASIA- terkesiap ketika Okta mengambil belanjaan. Pandangan Okta ke dokumen tersebut agak lama namun dengan sigap Okta menutup pintu bagasi mobilnya.
Bunyi klakson mobil mengagetkan Okta. Sebuah Ford perak melaju pelan disamping mobilnya.
"Kamu sudah sampai yah" Kata Cleo yang kemudian mematikan mesin mobil dan menaikkan kaca jendela mobilnya.
"Iya tapi belum lama" Jawab Okta menunggu Cleo keluar dari tunggangan besinya. "Boleh bantu bawa belanjaan"
"Boleh. Dimana kamu dapatkan bahan sebanyak ini"
"Aku memiliki kenalan yang sering memasok bahan masakan Italia di Makassar. Kebetulan dia memiliki lebih Oregano segar jadi aku memilih untuk membelinya untuk kebutuhan kita malam ini"
"Aku baru tahu ada yang menjual itu di sini" sergah Cleo sambil berjalan beriringan menuju ke dalam restorsn dan berpisah tepat di ruangan ganti pekerja wanita.
"Aku saja yang bawa ke dapur". Tanpa menunggu kata-kata dari Cleo, Okta dengan sigap mengambil belanjaan dari tangan Cleo dan berlalu menuju kea rah dapur.
Suasana dapur seperti biasa. Hawa panas dari stasiun khusus wok atau yang memegang kendali kepada masakan yang di tumis atau memerlukan wajan sebagai alat utama terasa di seluruh ruangan. Satu per satu chef memeriksa kesiapan peralatan dan bahan di stasiun mereka masing-masing. Okta dengan sikap memerhatikan pengukur suhu dari mesin perebus pasta serta Cleo memeriksa kecukupan bumbu dan saus yang kira-kira cukup digunakan dalam makan malam kali ini.
Pintu dapur terbuka dengan cepat. Pelayan dari ruang makan atau hall merangsek masuk sambil membawa pesanan dan kemudian diberikan kepada head chef.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roccabianca - Love Is Dangerous
RomanceCleo tidak menyangka akhirnya bisa menikahi Putra, sosok yang dicintainya sejak kuliah di Malaysia. Penulis terkenal dan banyak digandrungi wanita, namun dirinya tahu hati Putra hanya miliknya. Cleo memiliki suami idaman dan pekerjaan tetap sebagai...