6. Uchiha dan Hyuuga

2.4K 178 4
                                    


Disclaimer©Masashi Kishimoto

Guardian©Angels0410

Deg

Seketika wajah Hinata memucat saat melihat orang dihadapannya. Seakan pusaran menariknya untuk tetap tertuju pada orang itu. Orang-orang yang berjalan pun tidak terlihat oleh Hinata. Perasaannya membuatnya berkeringat dingin hingga tubuhnya bergetar saat matanya bertabrakan langsung dengan sosok yang sedang memandangnya secara intens.

Ucapan Hinata terbata menandakan kegugupan yang dirasanya. "Ni-Nii-san..."

"Kau masih mengingatku?"

Hinata mengangguk sebagai jawaban. Bagi Hinata sangat tidak mungkin untuk melupakan orang yang berada di hadapannya ini.

"Senang mengetahui bahwa kau masih mengenalku Hinata-chan."

Sungguh Hinata tidak tahu harus berbicara bagaimana atau membicarakan apapun. "..."

Orang dihadapannya memanggil. "Hinata."

"Y-Ya Itachi-nii?" Jawaban Hinata sangat terlihat gugup di depan Itachi.

"Bisakah aku berbicara berdua denganmu?" Tanya Itachi.

Hinata terdiam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaan Itachi. Kepalanya tertunduk untuk melihat kedua tangannya yang saling bertautan. Ini kebiasaan Hinata jika ia merasa tidak nyaman terhadap orang lain. Dan kali ini perasaan tidak nyaman itu dirasakan saat berhadapan dengan Itachi.

"I-Itu... a-aku harus menemui seseorang." Jawab Hinata masih dengan posisi menunduk.

Jawaban Hinata adalah sebuah penolakan halus yang dilayangkan pada Itachi. Sehalus apapun penolakan itu, tetap saja itu adalah penolakan, sangat terlarang bagi seorang Uchiha. Namun seorang Uchiha tidak akan berlaku kasar, dia akan lebih menyukai permainan mental. Dengan sebuah seringai ia berkata, "Kau masih sama seperti dulu Hinata."

Itachi mengetahui Hinata tertekan saat bertemu dan berbicara dengannya, tapi ia memang sengaja untuk terus menekan Hinata. "Aku dengar kau telah menikah." Itachi melipat keduatangannya di depan dada, menikmati setiap ekspresi Hinata. "Tapi sayang kita tidak bisa menjadi keluarga. Seperti yang adik kecilku dulu katakan."

Jantung Hinata berdetak kencang. Ucapan itu sangat mengganggunya, terlalu menekan dan mengingatkannya pada suatu hal. Kepalanya memutar kenangan masa lalunya secara paksa.

FlashBack On

Tetesan air terjun dengan bebasnya, tanpa sopan santun membasahi setiap orang. Angin seolah bersenang-senang, mengusik kesenangan orang-orang yang menikmati taman di tengah kota. Saling bekerja sama memberi rasa 'menusuk' pada setiap orang. Taman yang awalnya dipenuhi canda tawa kini berubah menjadi tempat sepi dan suram. Dimana hanya seorang gadis yang tetap di tempat itu, duduk pada ayuran di taman.

"Hinata..." Seseorang memanggil gadis itu dengan nama Hinata. Orang itu datang berlari dengan pakaian yang sudah basah kuyup, berjongkok di depannya dan memegang kedua lutut Hinata. "Hinata... Ayo kita pulang." Ucap orang itu.

"Pergi." Satu jawaban dengan suara yang terdengar sangat rapuh, penuh dengan nada kesakitan. Pandangan yang juga terlihat sangat menyakitkan. Seolah dia benar-benar telah mati, benar-benar tanpa jiwa.

Masih setia berusaha untuk membujuk. Tapi hanya penolakan yang diterima. "Hinata... bisakah kau melupakan semuanya? Ayo kita pulang, nanti kamu sakit kalau terus seperti ini." Walau suaranya terdengar datar dan tenang saat membujuk Hinata, tapi sesungguhnya melihat Hinata seperti ini adalah sebuah penyiksaan.

Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang