Hinata kembali ke kediaman Sabaku setelah seminggu harus dirawat di Rumah Sakit. Kondisi fisik Hinata membaik tapi tidak dengan kondisi psikisnya. Hinata lebih banyak diam.
"Hinata kau baik-baik saja? Kau tampak pucat." Tanya Temari.
Hinata tersenyum, "Aku baik-baik saja Temari-nee."
Temari tidak mempercayai itu, tapi untuk mendebatkannya lagi, Temari merasa kasihan.
"Baiklah, tapi kalau ada sesuatu kau bisa memanggilku." Balas Temari.
Terima keluar dari kamar, namun dia berdiri di depan pintu. Ia mendengar suara Hinata yang menangis. Benar dugaannya bahwa Hinata menutupi perasaannya.
Temari berjalan menuju telpon rumahnya, lalu menelpon seseorang.
"Gaara, cepatlah pulang. Kurasa Hinata perlu ditemani."
"Maaf Temari, aku masih mengurus sesuatu. Bisakah kau menemani Hinata dulu?" Tanya Gaara yang berada di sambungan telpon.
Temari memainkan sebuah pulpen di meja telpon rumah itu. Dia merasa adiknya itu juga mulai terlalu sibuk dengan hal lain, padahal Hinata sedang membutuhkannya. Apalagi saat-saat mereka baru saja kehilangan calon anak.
"Bisa saja. Tapi Gaara, sebenarnya Hinata lebih membutuhkanmu. Bisakah kau lebih memberi waktumu untuknya." Tutur Temari.
"Setelah ini semua selesai, aku akan melakukannya."
Temari menghela napas, "Baiklah."
Panggilan telpon ditutup, bersamaan dengan Hinata yang turun dari lantai atas.
"Hinata, apa perlu sesuatu?" Tanya Temari.
"Aku hanya ingin memasak saja. Gaara mungkin akan menyukainya." Kata Hinata dengan berjalan menuju dapur.
"Aku akan membantu."
Temari mengikuti Hinata, membantu gadis itu melakukan ini dan itu. Memotong dan membersihkan bahan-bahan makanan saja, untuk memasak dilakukan oleh Hinata.
Sepanjang kegiatan mereka Temari berusaha mengajak Hinata berbicara, hanya saja balasan Hinata sangat singkat. Itu membuat Temari kehabisan pertanyaan dan memilih diam.
Malam akhirnya tiba. Jam sudah menunjuk pukul delapan, Gaara belum juga pulang.
"Hinata, lebih baik kamu ikut makan. Gaara mungkin masih ada kerjaan." Kata Kankuro saat melihat Hinata yang tidak memegang sendok.
Hinata melirik jam, melihat Kankuro dan Temari yang juga menunggunya makan. Karena merasa tidak enak, Hinata ikut makan. Namun makannya sangat sedikit.
"Apakah itu sudah cukup?"Tanya Temari.
Hinata tersenyum, "Sudah Nee-san."
Mereka makan dalam diam.
Di dalam kamar Hinata masih menunggu Gaara pulang. Tapi sampai jam satu pagi, suami Hinata itu juga belum pulang juga.
"Hiks... hiks..."
Hinata lagi-lagi menangis sendirian. Dan hal itu terus selama seminggu lebih, malah hampir dua minggu lamanya. Gaara akan pulang lebih dari pukul dua pagi dan akan pergi pada pukul tujuh.
Mereka akan berbicara di pagi harinya jika hanya Hinata yang bertanya. Atau Gaara yang hanya menanyai keadaannya.
Semua perasaan Hinata disimpan dalam-dalam. Dulu saja Hinata akan menjadi pribadi yang tertutup jika itu menyangkut masalahnya. Apalagi sekarang yang menyangkut kehidupan rumah tangganya. Hinata akan memilih diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian (END)
Hayran KurguHinata terpaksa menjalani kehidupannya bersama Gaara. Kehidupannya tidaklah mudah, banyak permasalahan yang terjadi, banyak teror yang bermunculan. Pembunuhan dan kematian orang - orang disekitarnya. Seorang Gaara yang terkenal kejam dan tidak mempe...