19.) Bimbang

464 23 1
                                    

-Iqbaal's POV-

Bikin puisi cinta? Gampang-gampang susah sih.. Gue itu bukan sosok cowok yang romantis-romantis amat. Dulu waktu pacaran juga paling nekat ya ngasih bunga atau cokelat doang, haha.

Tapi sejak SMA ini, sejak kenal deket sama Vey lebih tepatnya, gue jadi semakin kenal apa itu "Cinta". Jadi bisa ber-metamorfosa jadi cowok yang lebih romantis lagi. Apalagi temen-temen gue itu adalah cowok cool yang mantannya berserakan dimana-mana, udah pasti mereka ahli soal ginian. Dan dari mereka juga lah gue bisa belajar sedikit romantis, ngegombalin cewek, sampe ngebaperin cewek juga, haha.

Okay, gue menarik nafas panjang menatap selembar kertas dan pulpen yang sekarang ada dihadapan gue. Gue duduk di balkon rumah gue, di lantai 2. Gue duduk di sofa tunggal yang warnanya udah pernah diceritain disini, iya kan? Beberapa menit gue mandangin kertas sama pulpen itu, belum ada satupun inspirasi yang mampir di otak gue. Gue mah gitu, kalo lagi lancar ya lancar banget, kalo lagi macet ya macet banget, hehe.

Gue menyesap secangkir cokelat hangat buatan bunda gue, setelah itu gue coba bersandar di sofa dengan santai. Gue menatap bintang-bintang dan bulan di angkasa itu dengan seksama, berharap ada secuil inspirasi yang Allah titipin disana.

Setelah beberapa menit berlalu, gue berhasil dapetin inspirasi itu. "Yes!!" Ucap gue semangat.

-end-

Iqbaal langsung mengenggam erat pulpen tersebut. Sambil tersenyum-senyum, otaknya terus berputar untuk membentuk susunan kata yang pas dan tentunya dapat menyentuh hati pendengarnya nanti.

"Bismillah" ucapnya saat ujung pulpen tersebut mulai menyentuh permukaan kertas. Tangannya mulai bergerak santai menuliskan beberapa kata yang telah dia susun baik-baik dikepalanya.

"Alhamdulillah.. Bodoamat dah absurd, yang penting ada unsur romantisnya dikit haha" gumamnya setelah selesai menulis bahan gombalannya besok. Yaps, kali ini dia lebih memilih membuat gombalan dibandingkan puisi yang harus memiliki sajak dan arti mendalam.

~~~

Pagi ini Iqbaal bercerita kepada teman-temannya  tentang tantangan dari Vheisya hari ini. Dan seluruh teman-temannya itu memasang wajah ragu mendengar tantangan dari Vheisya. "Lo yakin bisa? Cowok kaku kaya lo gitu.. Emm.. Gue jadi ragu" ucap Bastian meledek.

"Lo liat aja nanti makanya" kata Iqbaal tersenyum kecut.

"Semangat bro! Gue yakin lo bisaa! Sekarang, gue udah mulai ikhlasin Vey deh buat lo. Abis mau gimana lagi? Dianya aja ga tertarik sama gue. Dan sekarang, gue lebih tertarik buat dapetin Lala" bisik Aldi diakhir kalimatnya.

Semua temannya ini memasang wajah syok sekaligus tercengang dengan kompak. "Aelah alay lo kaya cabe-cabean! Biasa aja kale!" Serunya.

"Hmmm oke oke. Kalo lo butuh bantuan soal comblangin, lo tinggal panggil nama gue tiga kali" ucap Karel dengan gayanya yang sok cool.

"Walau lo gaada disamping gue sekalipun?" Tanya Aldi heran.

"Iyaps" jawab Karel sambil tersenyum bangga. Aldi bingung dibuatnya.  Mana mungkin Karel bisa selalu mendengar panggilan Aldi jika mereka sedang tidak bersama? Karel kan bukan superhero.. hmm..

"Terus, lo bakal langsung dateng gitu? Emang kedengeran ya? Kalo misalkan nanti gue lagi poop terus manggil lo, lo bakal dateng juga dong?" Tanya Aldi lagi.

"Ya engga lah dodol! Lo panggil guenya lewat telpon atau video call gitu, baru ntar gue dateng" jawabnya.

"Somplak!" protes teman-temannya sambil mendaratkan jitakan di kepala Karel yang membuatnya meringis kesakitan.

Still Waiting (You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang