Chapter 9

2.1K 90 0
                                    

4 minggu kemudian

"WEDNESDAY FREEE!!" Ucap Vada. Teman sekamarku.

"Woy, woy. Ngerumpi yuk!" Ajak salah seorang lagi.

"Yuk ayuk!" Otomatis, semua orang pun turun dari kasurnya lalu membuat lingkaran dan mulai bercerita.

"Eh, pada mau gue ceritain sesuatu gak?" Sandya memulai.

"Apa?"
"Tapi pada janji ya, jangan bocorin ke siapapun. Oke?"
"Oke! Apaan, buruan!"

"Dulu, alumni angkatan pertama, waktu kereka kelas 3 sebelum kita masuk, ada yang ketahuan pacaran sama adik kelasnya loh!"

"Siapa?"
"Berani banget?"
"Gile!" Pertanyaan seperti inipun mulai bermunculan.

"Shhtt! Tunggu gue selesai. Lanjut ya. Katanya sih, adik kelasnya di d.o, jadi sekarang kita nggak bisa lihat orangnya.
Ceweknya itu sebenernya berbakat. DAK aja sebenernya terpaksa buat nge-d.o anak itu, tapi demi ✌menaati✌," katanya sambil mengacungkan dua jarinya "peraturan sekolah, jadinya anak itu di d.o deh."

"Yaaaahhh!"
"Sayang banget, padahal gue pingin lihat orangnya."

Aku hanya terdiam. Sambil sesekali berpura-pura memasang wajah 'mengerti' didepan mereka.

🎠🎠

08.45

seseorang memasuki kamar. Itu adalah PA alias Penjaga Asrama.


"Atas nama Raina Natasha sudah dijemput ayahnya."

"YAAY!" Sorakku kemudian mengambil tas berisi barang kotor yang belum sempat dicuci dan PR.

"Ayo, Nas." Ajakku.

"Yakin nggak papa nih, Rei?

"Gapapa kaliii. Lagian, nanti dirumah kalo Bang Tian kekampus gue bakalan sendirian."

"Iyaudah deh."

Kamipun keluar kamar lalu menuju parkiran. Suasana sangat ramai. Akhir bulan, semua siswa akan pulang kerumah masing-masing. Hanya 3 sampai 4 hari. Lalu harus kembali lagi kesekolah untuk masuk kembali ke asrama.

Selama di asrama, kami tidak diperbolehkan membawa hp. Hanya laptop. Itupun dimasukkan kedalam ruang lab yang isinya box-box berkunci.

Sebenarnya bukanlah masalah besar bagi Raina untuk tidak menggunakan gadget. Cuman, semenjak ia 'terpesona' oleh Aditya, rasanya ia ingin mengambil laptopnya dan mencari tahu tentangnya.

"Assalamualaikum, Yah." Kataku sambil menyalimi tangannya.

"Waalaikumussalam."

"Yah, ini Kinas. Dia mau nginep dirumah sampe balik lagi keasrama gapapa kan, Yah?"

"Nggak papa kok."

"Heheh, makasih ya, Om." Ucap Kinas

🎠🎠

Kami pun sampai. Gerbang dibukakan oleh satpam.

Beep beep

Ayah membunyikan klaksonnya untuk tanda terimakasih. Rumah berwarna krem tingkat dan bersih itu berdiri dengan kokoh.

Merekapun masuk ke kamar Raina.

"Eh, bentar ya Kin, gue cari Bang Tian dulu. Nggak lihat dari tadi."

"Yoi!"

Sambil menunggu Raina kembali ke kamarnya, Kinas melihat-lihat bingkai foto yang ada di kamar itu.

Seorang perempuan yang menggendong bayi kecil manis itu tersenyum indah. Cantik, mirip seperti Raina.

Ceklek

"Ternyata Bang Tian udah ke kampus."

"Rei, ini siapa?"

"Bu-bunda."

"Iiih cantik bangeet!! Pantes mirip sama lo!"

"Hehehe, makasih."

"BTW, mana bunda lo? Kok nggak kelihatan dari tadi?"

"Bunda gue," sambil mengeluarkan isi-isi tasnya, Raina menjawab "bunda gue udah meninggal sejak gue kelas 7."

"Haaah... so-sorry, Rei. Gue ngga maksud buat-" sebelum Kinas selesai berbicara, Raina sudah menjawab

"Nggak papa, Kin. Udah biasa."

"Hmm.. tapi kalo boleh tahu, kenapa bunda lo meninggal?" Nyeplos banget sih ni mulut batin Kinas dalam hati. "Eh, kalo ngga mau jawab nggak papa kok. Sorry, gue cuman pengen tau."

"Bunda meninggal gara-gara gue. Dulu pas gue kelas 7 awal, waktu pulang sekolah gue ngerengek kaya bayi gue minta hp. Dulu, aku cuma pake tab dan menurutku itu nggak handy. Terus gue semakin ngerengek sampai akhirnya Bunda bolehin gue beli hp."

"Hmm.. terus gimana bunda lo meninggalnya? Gara-gara beli hp?"

"Bukan. Waktu Bunda ngeluarin uang buat bayar hp ada orang ngeliatin dompet bunda terus. Sampe akhirnya kita diikutin sampe parkiran.

Bunda istilahnya disekap dua bapak-bapak, sedangkan tangan dan mulut gue dipegangin bapak-bapak satunya. Jadi gue nggak bisa ngapa-ngapain.

Bunda dimintain dompetnya. Sampe akhirnya, bunda dibawa pergi sama tiga bapak-bapak itu. Gue ditinggalin disitu sendirian."

Raina mulai menangis. Lalu Kinas mendekatkan bahunya untuk tempat bersandar Raina.

"Terakhir ditemuin, bunda udah didalem gudang. Keadaan tangan dan kaki diikat. Sedangkan mulutnya ditutupi pake kain.

Udah nggak bernyawa, Kin! Kenapa gue harus ngerengek kaya bayi! Kalau gue nggak minta beli hp pasti nggak akan gini! Pasti bunda masih hidup!"

"Sabar, Rei." Sambil mengelus-elus pundak Raina.

"Bundaaa..."

300 readers hopeeeee :) gn

Angin Pada Raina [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang