"Enaknya gue pake baju apaan ya, Nas?" Ujar Raina
"Lo bingung banget deh perasaan."
"Ya, habis gue nggak ngerti mau make apa."
"Simple." Katanya sambil berjalan ke tempat lemari Raina dan mulai mencari-cari. "Lo pake kaos pendek polos, terus pake cardi tribal. Nih."
"Celananya?"
"Jeans item yang itu. Coba ambil."
Setelah mengambil, Raina berfikir "Hmm.. Cocok nggak ya..."
"Udah itu cocok banget. Buruan ganti."
Raina keluar dari kamar mandi dengan outfit yang tadi Kinas berikan.
"Yaudah. Ayuk berangkat." Kata Raina sambil melirik ke arah Kinas. "Lah, elo kok malah belom siap gitu?"
"Gue?"
"Iyalah siapa lagi, bego." -_-
"Ogah ikut."
"LAH?"
"Pasti nanti ketemu lagi sama itu kakak kelas genit. Ogah gue."
"Siapa? Juna?" Raina sambil menahan dirinya untuk tertawa.
"Tau tuh namanya, boro-boro gue inget."
"Tapi beneran lo nggak mau ikut?"
"Enggak ah! Ajak Sandya aja."
"Yaudah deh."
Raina keluar kamar dan pas sekali langsung bertemu Sandya yang baru balik dari UKS.
"San, temenin gueeee." Ujar Raina memohon.
"Mau apa lo cantik banget?"
"Ketemu anginku."
"Hah apaan angin?"
"Yah, gitu deh. Lo tanya aja nanti sama Kinas. Yuk!" kata Raina sambil menarik lengan Sandya.
Sesampainya di kafe, Raina melihat Aditya dan Juna sudah duduk sambil mengobrol menunggunya. Langsung saja Raina dan Sandya datang dan menyapa.
"Kak?"
"Eh, sini duduk."
"Kenapa kak, tumben manggil."
"Gini nih langsung aja ya. Gue sebenernya tau nih, lo punya perasaan gitu sama gue. Tapi maaf. Maaf banget, Rei gue nggak bias mbalesnya. Gue udah punya cewek."
Demi apa? Yatuhan. Se lalai apa sampe gue baru tau kalo dia udah punya cewek?
"Dan, gue harap, lo bias ngejauh. Gu-"
"Oh iya kak. Nge-ngejauh kan. Oke deh mulai sekarang aja. Yaudah, m-makasih ya kak, pergi dulu."
Air mata sudah tergantung dimata Raina. Entah, semakin banyak kata yang diucapkan Aditya, semakin sakit lagi hatinya.
"Eh, tunggu. Maksud gue bukan gitu."
Terlanjur Raina berlari keluar. Tak menyangka dirinya akan diperlakukan sesakit ini. Sandya hanya bisa mengejar dan menenangkan Raina sebelum menyebrang jalan.
"Sabar, Rei. Mungkin Kak Aditya punya maksud sendiri." Ujar Sandya sambil mengelus-elus pundaknya.
Raina tak menjawab apapun melainkan mengusap wajahnya dengan tangannya. Ia tidak pernah menangis seperti ini lagi setelah Ibunda meninggal. Tapi hanya dengan kata-kata Aditya, semua tangisan ini kembali lagi.
Sandya mengantarkan Raina kekamar. Semua anggota kamar langsung pada mendekat kekasur Raina ingin tahu apa yang terjadi. Terutama Kinas.
"San, ceritain ini dia kenapa?" tanya Kinas khawatir, sedang yang lainnya menenangkan.
"Sini."
Kinas dan Sandya menuju ke balkon untuk memberitahu alasan mengapa Raina menangis sehebat itu.
"Lo tau apa maksud kata angina bagi dia?"
"Itu, gue pernah baca... Oh! Itu dia tulis angin di balik figura foto dia sekeluarga. Kayaknya, angin itu definisi orang yang dia sayang deh.."
"Pantes! Tadi gue tanya mau kemana, terus dia bilang mau ketemu anginku gitu katanya."
"Ooh! Gitu. Terus, dia nangis kenapa?"
Sandya pun menceritakan semua kepada Kinas. Kinas pun termasuk tak percaya kalau Aditya mengatakan itu pada Raina. Itu, kasar.
710 update next chapt. KIRA KIRA CUMAN 20 CHAPT YA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pada Raina [End]
Roman pour AdolescentsSegalanya tersurat dalam sebuah buku bertuliskan *diary* Jangan lupa Vote dan masukin ke Perpustakaan kalian ya :) Simak kelanjutannya di KoalaTalk