Chapter 16

1.7K 47 0
                                    

(Mulai dengerin musik)

Aku kembali. Disini lagi. Dihutan yang sama. Mengenakan gaun biru polos itu.

"Raina?"

Kutolehkan pandanganku. Bunda?
"Bunda??"

"Nak, Bunda juga rindu..."

"Aku lebih, Bunda."

Bunda mengukurkan tangannya. Rasanya ingin sekali menggapainya. Tapi, naluriku berkata lain.

"Ayo, Nak. Pulang sama bunda."

Pulang? Apa maksudnya pulang? Haruskah aku menjaba tangan bunda?

"Sayang. Bunda juga rindu. Ayo pulang sama Bunda.."

"T-tapi,"

Bunda lebih mengukurkan tangannya. Entah mengapa, lama kelamaan suasana berubah. Ini menerkamku. Perasaan ini menerkamku!

"Pegang tangan Bunda!!!"

Hah? Bunda nggak sejahat ini.

Semakin aku menolak, semakin keras suara yang ia keluarkan. Semakin mendekat juga bayangnya.

"AAAAAAAA."
(Matikan musik)

Raina berusaha mengatur nafasnya yang tak beraturan. Semua anak pun mendekat.

"Eeeh. Raina bangun! Eh, lo nggak papa?"

"Rei! Rei sadar."

"Raina udah bangun woy!"

Kira-kira, begitulah yang mereka katakan seraya menenangkan raina.

Semua murid sudah siap dengan seragam masing masing.

Tok tok tok.

"Eh bukain, pasti itu Bu Dara."

Masuklah Bu Dara, ketua pengurus kesiswaan. Beliau ramah, dermawan, dan bertanggung jawab.

"Assalamualaikum. Nak, kalian semua boleh berangkat sekolah sekarang."

"Baik bu."

Semua murid keluar, kecuali Raina yang masih mengenakan celana jeans dan cardigan tribalnya itu.

"Raina sudah bangun, sini Ibu bantu cuci muka."

Setelah cuci muka, Bu Dara mengajak Raina keruang makan. Sambil makan, Bu Dara mengajak Raina ngobrol.

"Maaf, denger denger, kamu punya penyakit ya, Nak?"

"Iya bu."

"Apa nak kalau boleh tau?"

"Aku sendiri nggak tau bu, ayah nggak ngasih tau."

"Ooh, gitu. Itu nanti jam 9 kamu dijemput kakak kamu. Supaya lekas sembuh, tadi ibu sudah ngabarin ayah kamu."

"O-oh gitu. Makasih bu."

"Iya sama-sama. Dihabiskan ya makannya."

🎠🎠

     Raina kembali ke kamar diantar Bu Dara, setelah itu Bu Dara pergi. Katanya akan datang lagi kalau kakaknya (Tian) sudah sampai.

Raina berusaha mengingat apa yang telah terjadi sampai membuatnya memimpikan hal semacam itu.

Oh, Aditya. Rasanya sakit kepala ini untuk mengingat hal tersebut. Lalu, apa hubungannya dengan bunda? Aditya memang anginku, tapi, Bunda adalah angin pertamaku.

Angin Pada Raina [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang