Chapter 20

1.9K 55 0
                                    

"Lo tadi mau ngomong apa, Nas?" Tanya Raina setelah menaruh kembali barangnya.

"E-eh eng gak sih."

"Hah? Ngomong apaan sih lo? Gak jelas."

"Lo PMS ya? Marah-marah mulu."

"Enggak. Gue nggak mood. Bye gue mau tidur."

"Ih yaudah sih."

🎠

Uhuk uhuk uhuk. Batuknya tak henti sejak tadi kembali dari rumah.

"Masa baru balik ke asrama mau balik lagi sih, Rei."

"Nga-huk-pain balik. Batuk bia-huk-sa."

"Batuk biasa apaan! Ngomong aja nggak jelas masih dibilang batuk biasa."

"A-huk uhhhhuk huk."

"Piiissss. Piiisss." Sambil menepuk-nepuk pundak Raina, Kinas mengambilkannya minum.

"Uhhuuuukkkk!" Terpercik darah ditangan kiri Raina.

Yatuhan?

"Nih min- REI? LAH TANGAN LO? SANDYAAAA TOLONG WOY."

"Kenapa?"
"Eh?"
"Yatuhan!"
"Woy panggi petugas!"

Pandanganku mulai pusing. Sambil terus melihati darah itu keluar dari mulutku. Zep.

Pusing.

Terjatuh.

Lelap.

Mulai mainkan lagu

Aku duduk di salah satu batu besar yang didepannya ada banyak air mengalir asri.

Gaun selutut berwarna putih tanpa sepatu, membuatku terlihat sangat natural. Aku suka.

"Nak."

Bunda?

"Raina sayang. Bunda minta maaf ya. Bunda nggak bisa merawat anak perempuan satu - satunya dengan baik. Bunda nggak tahan rasa sakitnya dulu itu. Jadi bunda pergi duluan.

Raina sayang. Sekarang bunda enak disini. Sejuk, asri, damai, nggak sakit. Ini rumah yang bunda maksud, pulang Raina.

Kali ini, bunda tanya. Maukah kamu pulang sama bunda? Atau mau tetap di dunia? Bunda nggak maksa seperti dulu. Pulang, nak."

Indah. Suaranya merdu. Aku rindu bunda. Tapi aku bingung bunda, di dunia ada Ayah, Bang Tyan, Kinas, Sandya, Sandi, Kak Cantika.. Aditya juga.

"Bunda lihat kamu selama ini. Bunda selalu dengar curhatan malam kamu. Walau kamu nggak pernah cerita sama siapa-siapa, bunda dengar. Bunda tau tentang Aditya.

Mungkin sayangnya dia belum tepat. Pulang Raina, disini tentram. Banyak teman."

Bunda menjulurkan tangannya. Pertanda jika aku menggandeng tangannya aku akan pergi. Mengentikan seluruh kesakitan yang aku rasa.

Haruskah aku genggam tangannya?

Pikiranku sudah matang. Kini aku takkan lagi merasakan sakit apapun.

Selamat tinggal Ayah, Tyan. Selamat tinggal sahabat Kinas Sandya. Selamat tinggal Aditya. Selamat tinggal dunia.

Kugenggam tangan bunda menuju jalan yang terang. Cahaya menerpa, gaunku bersinar.

Lenyap,

Bercahaya,

Berhembus.

Stop musik.

KoalaTalk

SATU EPISODE LAGI DAN SELESAIIIII

Angin Pada Raina [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang