Chapter 19

1.8K 58 0
                                    

     Raina terbangun dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Rambut yang tadinya harum dan kering, kini basah kembali.

Mimpi macam apa itu? Pikirnya dalam hati. Akhir-akhir ini, dia menjadi merasa aneh karena hadirnya mimpi-mimpi tersebut.

Apalagi Bunda. Ya, ia selalu mengharapkan untuk memimpikan bunda. Tapi, mimpi yang ia dapatkan justru tak sesuai dengan keinginan. Bunda yang ada di mimpinya itu jauh berbeda dengan aslinya.

Apa maksudnya pulang? Apa hubungannya sama angin? Kenapa hanya bunda dimimpiku? 1001 pertanyaan muncul dikepala Raina begitu saja. Entah kemana dia bisa mencurahkan semuanya.

🎠

Bibi masuk membawa teh hangat dan minyak. Bersiap untuk memijatku, harapannya agar cepat sembuh.

"Neng, ini tadi Bibi dikasih tau Ayah, katanya besok bisa sekolah."

Raina menghembuskan nafasnya, malas. Apalagi dengan Aditya. "Makasih, Bi."

Bibi memijat punggung Raina sambil tiduran. "Kemana Ayah, Bi?"

"Bapak kerja lagi tadi, Neng. Bentar lagi pulang mungkin. Eneng tidur aja, besok pagi Bibi bangunkan."

"Iya, makasih Bi. Kalo Bang Tyan?"

"Tadi sih, Bibi lihat dia sudah tidur. Padahal belom makan malem. Gimana ya neng, enaknya?"

"Ooh, gitu. Biarin aja Bi. Kecapean mungkin."

"Yowke ( yoi oke ) deh neng."

🎠

     Perjalanan kembali ke asrama bersama Ayah dan Tyan kali ini sangat canggung. Sepi, hanya terdengar suara tol jalanan dan radio yang memenuhi mobil.

Bukan, aku tidak marah. Hanya, ayah sangat jarang meluangkan waktunya untukku. Ayah juga tidak memberitahuku apa penyakit yang sebenarnya ada pada diriku.

Mobil Outlander Sport milik Tyan mendarat sempurna didepan gerbang asrama perempuan DAK.

"Kalau ada apa-apa bilang sama Ayah ya. Kalau ayah nggak bisa, bilang sama Bang Tyan." Katanya sambil menyalimi tanganku.

"Iya.

Sembari turun dari mobil dengan hanya membawa satu tas ransel, Kinas dan Sandya muncul.

"Woyyyy, pulang gabilang-bilang."

"Ada gosip ngehiiiitttzzzz banget, Rei."

"Lagian gue udah balik, Nas. Gosip apaan?"

"Adit-----" kata-katanya terpotong oleh tangan Kinas yang tiba-tiba menutupi mulutnya itu.

"Hah?"

"Ayo! Ke kamar dulu." Ucapnya sambil langsung merangkul punggungku. Ni anak berat banget.

815 update.

Angin Pada Raina [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang