Chapter 8

2.3K 78 1
                                    

Acara pembagian kelompok-pun selesai. Raina, Kinas, dan Sandya berjalan bersama kembali ke asrama. Mereka tidak melewati gerbang depan, melainkan melewati lorong penghubung sekolah dan asrama.

"Rei, bukannya di piano ada kak Aditya ya?" Tanya Sandya memecah keheningan malam.

"Iya.."

"Terus? Nggak seneng atau apa gitu?" Oh Kinas.

"Lah, emang gue ada apa kok seneng?"

"Ya, secara kan, kemaren lo habis diselamatin Kak Aditya waktu pulang sekolah."

"Ah, enggak ah. Biasa aja."

"Lo mau tau tentang Kak Aditya nggak? Gue bisa bantu!" Tanya Sandya, lagi.

"Ngapain? Gue sekedar terpesona aja sama dia. Karena, yah waktu itu dia mainnya bagus. Itu juga sebab kenapa gue milih kelompok piano." Ujarnya panjang lebar.

"Ya enggak sih, cuman kalo lo mau gue bisa bilang saudara gue aja, biar dia cari tau tentang Kak Aditya."

"Lo punya saudara disini? Kelas?"
"Punya. Sandi Seni1."

"Sandya Sandi. Hmm... Kembar?" Tebak Kinas.

"Yaa.." jawabnya polos.

"Wih! Asik! Gue pengen punya saudara kembar!"

Selanjutnya, kami masuk kamar dan bersiap untuk tidur.

🌒

Berhubung letak kasurku ada dipinggir, dekat sekali dengan jendela, aku sering sekali melihat langit malam yang indah. Syahdu, tenang, seperti bukan Kota Jakarta waktu siang hari.

Malam di Bogor benar-benar sejuk. Sejak dulu Raina ingin sekali memasuki sekolah ini. Ya, mengejar mimpi dan berlatih mandiri.

Angin sepoy-sepoy dirasakannya dari lubang fentilasi diatas jendela tinggi itu. Sambil tiduran dan masih memandangi langit itu, ia membayangkan Aditya sedang berjalan disampingnya. Entah mengapa, entah kenapa dia membayangkan ini.

Tunggu tunggu. Gue ngapain mikirin Aditya? Loh. Ah udah ah.

🌞

"Rei, kayaknya yang ini deh." Ujar Kinas seperti memanggil. Rainapun datang mendekat. Ya. Ini buku yang dia cari-cari sejak tadi.

"Iyaaa. Lo nemu dimana. Kok gue bisa nggak ketemu ya. Padahal gue cari pas di kategorinya."

"Nih." Sambil menyerahkan buku berjudul Friend Villagge

Raina mencari tempat duduk yang kosong. Perpustakaan hari ini cukup ramai cukup sepi. Ya, seperti biasa-lah.

Akhirnya, Raina mendapatkan tempat duduk menghadap ke jendela besar berpemandangan kebun-kebun hijau. Bogor belum pernah terlihat sesejuk ini sebelumnya.

Sedangkan Kinas, ia masih mencari buku untuk dibaca-nya. Entah pergi kemana, yang jelas Raina sudah bilang untuk duduk disampingnya setelah buku yang ia cari ketemu.

Saat asyik membaca buku, aku merasa ada seseorang datang dan duduk disampingku. Oh, Kinas. Langsung saja aku bertanya.

"Udah dapet, Kin?" Tanyaku sambil masih membaca bukuku. Tak kunjung dijawab, mungkin suaraku terlalu pelan.

"Udah dapet, Kin?" Batinku, hehhh nggak dijawab anak siapa sih.

"Woy, udah dap-" buset bukan Kinas. Mati gue!

"Lagi baca buku apa?" Aditya? Suara laki-laki remaja yang membuatku kaget plus malu. Pertama, kaget karena dia bukanlah Kinas. Kedua, aku berulang kali bertanya kepadanya tanpa dijawab.

"E-eh. Eh.. i-ini."
"Ohh. Dapet inspirasi dari mana mau baca buku ini?"
"Eng, dulu sempet baca. Tapi belum selesai. Jadi mau diselesai-in."
"Aku udah baca loh. Bagus." Ini cowok kenapa pake bahasa anak SD begini?

Aku hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa. Antara malu dan bingung.

"Eh, itu. Maaf ya kemarin,"
"Kenapa?"

"Kejadian kemarin sore. Yaudah deh kalau kamu udah lupa juga lebih bagus lagi. Pokoknya hati-hati kalau mau lewat situ jam segitu."

"Ohh.. Nggak papa. Makasih BTW."
"Iya."

Setelah ini, aku sangat bingung mau berkata apa. Canggung rasanya. Aditya seolah menengok kebelakang dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Seolah sedang berkomunikasi dengan orang dibelakang sana.

Saat aku tengok siapa, orang itu malah langsung menutupi mukanya dengan buku. Tapi aku tahu siapa dia, Juna. Ya jelas lah! Jambulnya tidak ikut tertutupi oleh bukunya.

"I-itu Kak Juna ya?"
"Eh, iya sorry."
"Kenapa dia, Kak?"
"Heheheh. Nyari temen kamu. Siapa ya, namanya dia mau tau."

Suddenly, Kinas datang membawa beberapa tumpukan buku. Rupanya anak itu mencari buku pelajaran, pantas lama.

"Lah, ini anaknya. Siapa namanya, Rei?" Tanya Aditya. Aku sangat sangat saaannggaatt kaget saat mendengarnya memanggilku dengan nama panggilanku. Kukira dia belum tahu.

"Itu Kinas." Kataku sambil melihat ke arah Kinas, dan mengubah posisi dudukku membalikkan badan melihat ke Kinas.

"Jun! Sini! Cepet!"

Juna menurunkan buku majalah yang awalnya ia pakai untuk menutupi wajahnya. Ia mendekat kepada Kinas, lalu langsung mengambil buku yang ada ditangan Kinas.

"Hai dedek unyu. Sini, abang bawain."

"Hih! Ngapain sih kesini! Ganggu orang mau belajar aja!" Sontak Juna kaget. Akupun begitu. Kukira Aditya juga. "Rei!" Langsung dia menarik tanganku.

"He-e-eh. Tunggu gue belum daftar pinjem bukunya, Nas!"
"Bodo!" Ia menarik tanganku lalu berjalan dengan cekatan sambil memasang raut muka marah.

Aku hanya melambaikan tanganku dan meringis kepada Aditya dan Juna.

WOOHOO. Totally males belajar. Beehehhhheheheh

Angin Pada Raina [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang