Day 4 (December, 4th 2016) : Absonan

29 5 0
                                    

Naisya menatap lelaki berkacamata yang sedang duduk membaca buku biologi dengan khidmat. Lelaki yang sudah ia sukai sejak kelas sepuluh. Lelaki itu tidak nerd. Lelaki itu tampan. Sangat tampan. Ia juga pintar dengan mendapat juara umum di sekolahnya sejak kelas sepuluh. Lelaki itu bersama Raihan. Raihan Gadhi Saputra.

Semua orang tahu bahwa Naisya menyukai Raihan. Tapi, Naisya tidak berani sekedar menyapa atau mengobrol singkat dengan lelaki itu. Karena, Naisya tahu bahwa mereka sangat berbeda. Mereka absonan. Raihan itu tampan, pintar, dan memiliki suara yang bagus. Sedangkan ia buruk rupa, selalu remedial di pelajaran fisika dan kimia, dan tidak memiliki bakat apapun.

Naisya hanya bisa diam. Ia hanya bisa mendoakan lelaki itu. Ia hanya bisa menatap lelaki itu dari jauh, tanpa menyapanya ataupun mengobrol. Naisya tahu, Raihan hanya pantas dengan perempuan yang setara dengannya.

"Hei," panggil sebuah suara bariton yang sudah sangat dihafal oleh Naisya. Naisya terkesiap. Sejak kapan Raihan ada di depannya?

"Hei." Naisya menunduk untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya. Baru di sapa saja sudah seperti ini. Bagaimana kalau sampai mengobrol?

"Kenapa melamun?" tanya lelaki itu.

Naisya menggeleng. Ia tidak boleh ge-er. Bisa saja Raihan memang hanya ingin menyapanya.

"Nggak pa-pa," Naisya menghela napas, "ada apa?"

Kali ini giliran air muka Raihan yang tidak enak. Seperti ada yang ingin ia utarakan, namun tak dapat terucap.

Naisya masih diam menunggu. Sepertinya apa yang ingin disampaikan oleh lelaki ini sangat penting.

"Gue minta lo buat jangan perhatiin gue lagi." Bagaikan dihantam batu besar, tubuh Naisya menegang. Matanya panas hatinya sakit.

"Kenapa?" tanya Naisya parau, mencoba menyembunyikan suaranya yang bergetar.

"Gue nggak suka lo." Dan setelah itu, lelaki itu pergi meninggalkan Naisya yang susah banjir oleh air mata.

31 Days Writing ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang