Michele berdiam sedaritadi menatap dirinya di pantulan cermin. Ia masih bingung dengan dirinya. Akhir akhir ini mengapa selalu ada Matthew di pikirannya?
Seorang pria yang akhir akhir ini membuat dirinya merasa aneh. Timbul rasa senang dan nyaman bila bersamanya, rasa resah dan bingung seketika dan rasa rindu saat tidak bersama pria blasteran argentina itu.
"No no! Gaboleh! Gaboleh sampe kepincut!" gadis itu menggelengkan kepala dan mengacak acakan rambutnya.
Namun, benar benar ia nyaman bila di dekat Matthew. Ia pun juga sadar bagaimana Matthew peduli padanya, cara memandangnya, dan senyumnya. Itu semua tidak dibuat buat dan Michele paham itu.
Sudah banyak lelaki yang menembaknya namun tak ada yang bisa membuatnya nyaman, bahkan yang terbilang the most wanted seperti anak TMP. Tapi, Rio sang mantan ketua OSIS lah yang membuatnya dapat merasakan cinta di masa cinta monyet. Pengalaman menjalani dengan Rio membuat suatu pelajaran yang harus dicermati.
Ia tersadar bahwa,'Seseorang yang ingin merasakan cinta harus siap menerima kepahitan dan kesedihan'.
TOK TOK
Ketukan pintu membuat Michele sedikit tersentak.
"Kak, ada yang nyariin lu" suara keras Eron membuat Michele menoleh kearah pintu.
"Suruh masuk sini" jawabnya sambil beralih ke cermin.
"Dia cowo goblok"
Gadis itu memutar kedua bola matanya lalu membuka pintu kamar dan mendapati Eron berdiri tepat di hadapannya.
"Siapa sih?!" Tanyanya ketus.
"Liat ae sendiri di bawah" Eron berlalu menuju kamarnya tepat di sebelah kamar Michele dengan keadaan acak acakkan karena baru saja bangun.
Gadis itu turun dan berjalan menuju ruang tamu. Dan ia melihat, Rio sedang duduk di sofa sambil memainkan hp nya. Seseorang yang akhir akhir ini tak pernah tampak di sekolah. Yang akhir ini gadis itu tidak pernah melihat batang hidungnya.
Michele duduk di sebelah Rio, membuat pria itu menengok kearahnya. Senyum cerah mengembang dari wajahnya. Michele rindu senyum itu namun ia berniat untuk melupakan Rio.
"Hai,Chele" suara serak milikknya keluar. Michele mengangguk sambil tersenyum.
"Kemaren kemana? Kok dah ngeliat lu lagi di sekolah?" Tanya gadis itu to the point.
"Hmm... di rumah aja" jawabnya dengan senyum tipis.
"Lah bolos selama hampir sebulan?!" Mata Michele membuat membuat Rio tertawa.
"Lebay banget deh"
"Emang kenapa? Ortu lu sakit? Atau ada masalah keluarga?" Michele sangat penasaran. Namun Rio hanya menggelengkan kepala.
"Trus kenapa?"
Rio menghembuskan nafas berat dan menatap Michele.
"Aku hanya ingin istirahat. Setelah kamu bilang kalo kita sahabatan, sebenarnya aku masih ga nerima. Karena benar benar aku masih sayang sama kamu. Lalu aku memutuskan untuk tidak ingin melihatmu sejenak."
Michele termenung dengan Rio. Ia juga mengalami hal yang sama saat saat itu mereka mengakhiri hubungan.
"Sebegitu lamanya lu gabisa lupain gue sampe 3 minggu lebih lu gamasuk sekolah?" Tanyanya berhati hati.
"Ya namanya juga sayang, Chele. Susah melupakan. Tapi dari 3 minggu lebih itulah aku introspeksi kalau hal ini baik adanya. Aku sadar, aku banyak kekurangan sama kamu, aku tau jika perasaan sudah retak tak bisa dikembalikan kembali. Aku makin sadar, kalau saat itu kita balikkan, aku gabisa sayang sama kamu sepenuhnya jika kita putus lagi. Namun, sahabat bisa sayang sampai kapan pun kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOSER
Teen Fiction"Aku pun tak tahu sampai kapan hidupku akan berakhir. Yang penting, saat ini aku ada untukmu. Melihatmu dan merasakan mu sebelum malam aku pergi. Sebagai cinta mu sekarang." - Aleisha Michele Warning : dialog berisi bahasa remaja dalam keseharian...