Dua

60 7 4
                                    

Dimas memasuki kelas X C dengan senyum mengembang di wajahnya yang tampan. Sesekali dia membalas sapaan yang menghampiri dirinya.

"Selamat pagi, semuaa." Sapanya kepada seluruh penghuni kelas X C. Jam belajar dimulai 15 menit lagi dan dia seperti biasa mengunjungi seorang gadis yang begitu menarik perhatiannya sejak pertama kali melihatnya.

Matanya mencari-cari dimana keberadaan gadis itu. Kepalanya celingukan berharap mendapati sosok gadis yang entah mengapa membuatnya ingin selalu berdekatan dengannya. Untuk melindunginya. Langkahnya mendekat ke bangku dimana biasanya dia duduk. Namun bangku tersebut kosong. Bahkan teman gadis itu pun belum menampakkan kehadirannya saat itu.

"Dimas?"

Dimas menoleh setelah mendengar seseorang menyebut namanya. "Sheira?" Matanya beralih ke belakang Sheira.

"Alissa nggak masuk." Jelas Sheira meskipun belum ditanya. Dia sudah tahu motif Dimas mengunjungi kelasnya setiap hari. Tentu saja untuk menemui Alissa. Entah apa alasannya Sheira juga tidak tahu dan tidak mau tahu.

"Kenapa?" Tanya Dimas dengan ekspresi terkejut.

"Sakit."

"SAKIT?? Alissa sakit apa?" Dimas bertanya dengan panik.

"Lebay banget lo." Jawab Sheira sebal.

Dimas mendecakkan lidahnya menahan kesal. "Ck! Gue nanya serius."

Sheira memutar bola matanya malas. "Maagnya kambuh. Dia punya masalah sama lambungnya. Dari dulu Dia nggak boleh makan sembarangan dan jadwal makannya juga harus teratur."

"Separah itu?"

Sheira mengangguk. "Dulu waktu awal-awal masuk SMA dia sempat terkena gejala thypus. Lo tau sendiri gimana sibuknya kita jadi anak baru."

Dimas mengangguk paham. Pikirannya dipenuhi oleh Alissa. Dia cemas dengan keadaan gadis itu. Dari awal Dimas sudah tahu kalau gadis itu lemah dan membutuhkan perlindungan.

"Dia nggak ngabarin lo?" Sheira bertanya kemudian.

Dimas menggeleng. "Dia nggak punya kontak gue."

Sheira menaikkan sebelah alisnya bingung. "Gue kira hubungan kalian udah jauh." Sheira berkata dengan santai sembari duduk di kursinya diikuti Dimas yang duduk di kursi Alissa, di sebelah Sheira.

Dimas menghela napas panjang. "Gue juga berharap begitu."

Sheira semakin tidak paham dengan laki-laki ini. Sebenarnya ada apa diantara Alissa dengan Dimas? Kenapa jawabannya seperti itu? Mendadak hatinya diselimuti rasa penasaran yang berusaha dia tutup-tutupi dengan tidak bertanya lebih jauh.

"Nah karena nggak ada Alissa lo bisa pergi sekarang."

"Lo ngusir gue?"

"Lo ngerasa gue usir?"

Dimas melotot kesal dengan jawaban santai Sheira. "Apa?" Tanya gadis itu polos.

"Gue heran kenapa Alissa mau berteman sama cewek kayak lo."

Kini giliran Sheira yang mendelik ke arah Dimas yang sekarang menyenderkan tubuhnya ke punggung kursi dengan lengan yang dilipat. "Maksud lo?"

"Yah, Alissa itu kan cantik, manis, anggun, baik, lucu, sabar, lemah lembut, penyayang, dan omongannya nggak pedes."

"Lo kira sambel pedes."

"Tuh, dia nggak judes."

"Terus aja lo ngebandingin gue sama Alissa. Memangnya lo kira dengan gue berteman sama Alissa terus gue harus niru sikap dia? Niru sifat dia? Niru gaya bicara dia? Sekalian aja lo suruh gue buat operasi plastik biar muka gue mirip sama dia." Jawab Sheira dengan sengit.

SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang