Lima

44 4 0
                                    

Dimas mematung di tempatnya. Dia tahu ini acara reuni, tapi dia pikir begitu dia membuka pintu ini semua yang ada di dalam sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Karaoke mungkin? Buat apa ruangan privat ini dilengkapi dengan segala macam fasilitas yang lengkap dan canggih kalau tidak dimanfaatkan. Atau berceloteh tanpa henti mengenang masa SMP, seperti ketika pertama kali mimpi basah atau menstruasi mungkin? Atau heboh ketemu mantan pacar? Sial. Kenapa pikirannya jadi melantur begini, gerutu Dimas dalam hati. Yeah dan sebenarnya Dimas tidak peduli dengan semua itu.

Dimas menahan napas sejenak. Dia tidak menyangka kalau semua pasang mata benar-benar tertuju kepadanya. Hey, dia cuma membuka pintu dan begini reaksi semua orang. Bagaimana kalau dia tadi berteriak. Oh, mau ditaruh dimana mukanya. Rasanya pengen langsung masuk lagi ke perut Bundanya. Dimas menyisir rambutnya menghilangkan kecanggungan yang kentara. Dia berdehem pelan.

"Hey, Bro!" Seru seseorang memecah keheningan yang melanda dan menghampiri Dimas yang masih berdiri di depan pintu.

Sebagian orang disana kembali melanjutkan kegiatannya masing-masing namun banyak juga yang sambil melirik-lirik Gery dan Dimas, orang asing yang tiba-tiba masuk seenaknya ke ruangan ini.

Dimas menaikkan sebelah alisnya yang membuat pemilik suara tadi yang tak lain ialah Gery, perlahan memelankan langkahnya. "Heh kampret! Sok pura-pura nggak kenal sama gue." Semprot Gery.

"Gue emang nggak kenal sama lo." Jawaban Dimas sukses membuat sebagian manusia di sana geli menahan tawa.

"Cih," Gery mendecih pelan, "jelek banget akting lo."

Reaksi Gery sukses membuat Dimas tersenyum lebar dan segera mencubit pipi Gery gemas. Kontan hal ini membuat sebagian kaum hawa yang berada dalam ruangan itu menahan napas melihat Dimas yang terlihat mempesona. Sheira yang menyadari hal ini memutar kedua matanya. Lebay, pikirnya dalam hati.

"Ih apaan sih lo." Gery langsung menepis tangan Dimas yang bertengger di kedua pipinya. "Gemes banget sama kamu." Jawab Dimas masih dengan senyum lebarnya. Bibirnya sedikit berkedut menahan tawa yang siap meledak.

"Bro, lo masih straight kan? Atau lo udah ganti orientasi? Wah wah wah parah lo. Gue nggak mau deket-deket lo ah. Sana sana." Gery bereaksi berlebihan yang mengundang gelak tawa di ruangan.

"Gue straight kok, sama lo." Dimas menyahut pendek yang membuat Gery bergidik.

"Ih lo nanti jadi mirip sepupu artis itu tuh yang kaya cewek, sukanya pakai baju-baju seksi."

"Heh, lo ngomong nggak nyambung banget sih. Udah ah, lagian gue masih normal woy. Perlu gue buktiin?" Tantang Dimas yang mulai sebal dengan sikap Gery.

"Iye iye, tuan."

"Siapa tuh, Ger?"

"Iya, siapa tuh? Ganteng banget."

"Lo ngundang artis kesini, Ger?"

Gery meringis dan menyikut Dimas yang cekikikan dari tadi.

"Masih single nggak, Ger? Tanyain dong."

"Masih available nggak, mas? Aku masih free, lho."

"Heh heh, ini apaan sih pada ribut nanyain yang nggak penting." Celetuk Sheira yang sudah kesal sejak laki-laki tak diundang memasuki ruangan ini.

"Ih, kok jadi Kak Sheira yang sensi."

"Iya, kan kita nanyanya ke dia, bukan lo. Malah lo yang jawab."

Sheira memutar bola matanya kembali. Sedangkan yang ditanya malah tersenyum geli melihat keributan di depan matanya.

"Oke oke semua harap tenang dulu." Gery berkata dengan keras.

SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang