Dua puluh

24 1 1
                                    

"Jadi, lo pulang sama siapa, Ra?" Alissa bertanya kepada Sheira.

Mereka kini sedang berdiri di depan sekolah, menunggu kedatangan ayah Alissa.

"Naik angkot kayaknya deh."

"Sheira! Lo pikir sekarang jam berapa? Mana ada angkot lewat malem-malem gini," seru Alissa sambil menahan kekesalannya.

"Biasa aja, neng. Nggak usah ngotot berapa sih?" Sheira menyindir dengan nada ketus.

Alissa meringis merasa tidak enak hati kepada Sheira. "Sorry. Habisnya lo nggak mikir sih, mana ada angkot jam segini lewat."

"Ya udah sih. Gue kan bisa pesen Go-Jek atau Uber ini." Sheira merasa mood-nya memburuk seketika.

"Semoga ayah bawa mobil jadi lo bisa pulang bareng gue," putus Alissa.

"Um... Nggak usah deh, Sa. Rumah lo jauh dari rumah gue. Masa lo musti puter balik, kasihan ayah lo. Dia pasti capek pulang kerja." Sungguh Sheira benar-benar tidak mau merepotkan orang lain, apalagi ayah Alissa.

"Apa sih, Ra? Lo kayak sama orang lain aja."

"Ya nggak gitu."

"Sejak kapan lo sungkan sama gue? Lo kayak bukan Sheira yang biasanya," kata Alissa cepat sebelum Sheira berbicara yang lain.

Sheira membuka mulutnya untuk membalas perkataan Alissa, namun urung dilakukannya. Sheira menghembuskan napasnya panjang kemudian memalingkan wajahnya. Hatinya gondok karena Alissa berubah menjadi sosok yang menyebalkan bagi Sheira saat ini. Sheira tidak mau lepas kontrol dengan mengeluarkan kalimat yang akan disesalinya kemudian. Jadi, Sheira memilih diam dan mengendalikan emosinya sendiri.

"Gimana kalau ayah lo naik motor? Dia kan suka tuh naik moge." Sheira menyeletuk memecah keheningan di antara mereka berdua.

Alissa nampak berpikir, terlihat dari kedua alisnya yang mengerut. "Ya udah tigaan aja naik motor," jawab Alissa cepat.

Sheira langsung menoleh ke arah Alissa dengan cepat. "Lo bilang apa tadi? Gue nggak mau mati muda ya."

"Elah, paling cuma kena tilang. Lo nggak tahu, ayah gue itu pembalap waktu sekolah dulu."

"Cih! Pembalap liar iya," cibir Sheira. "Ogah ah. Lagian udah sih, gue bisa pulang sendiri," lanjutnya.

Suara deruman motor memutuskan percakapan Sheira dan Alissa. Tepat di depan mereka seorang pengendara moge menghentikan laju kendaraannya. Dia membuka helm fullface dari kepalanya. Kepalanya menoleh dengan senyuman lebar mengembang di wajahnya yang tetap tampan meskipun gurat dan kerutan telah hadir di keningnya.

"Ayah!" Alissa memekik girang layaknya seorang gadis kecil yang menantikan jemputan dari ayahnya.

Sheira menggelengkan kepalanya tidak percaya tingkah Alissa yang mirip seorang anak kecil.

"Halo, Om Wisnu," sapa Sheira ramah kepada ayah Alissa yang masih duduk di sepeda motornya tanpa melepas helm yang melekat di kepalanya.

"Hai, Sheira," sapa balik Wisnu.

"Ayo, Sa. Udah malem begini," kata Wisnu kepada Alissa yang tetap berdiri di sebelah Sheira.

Alissa nampak bimbang. Dia tidak ingin meninggalkan Sheira sendirian tapi ayahnya sudah datang. Alissa tahu ayahnya rela menyempatkan waktunya demi menjemput dirinya. Padahal ayahnya sedang berkumpul bersama teman komunitasnya, motor gede.

"Udah sono. Kasihan ayah lo. Gue gampang cari tebengan nanti," ucap Sheira meyakinkan Alissa agar gadis itu segera pulang. Sheira tidak enak membuat Om Wisnu harus menunggu terlalu lama karena dirinya.

SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang