Dua Puluh Empat

23 0 0
                                    

"Ra, menurut lo Kak Arya itu orangnya gimana?"

Sheira memandang Alissa dengan kening berkerut. "Gimana apanya?"

"Maksud gue, menurut lo dia baik nggak sih?" Alissa memang bertanya kepada Sheira, tetapi matanya tidak mengarah kepada sahabatnya. Matanya seolah menerawang memikirkan sesuatu.

"Dia baik, ramah juga. Tunggu deh." Alissa menoleh, detik itu pula mata Sheira memicing menatap Alissa yang mendadak gugup.

"Ke-kenapa?" Alissa menolak menatap mata Sheira. Dia seolah menyembunyikan sesuatu yang tentu saja menimbulkan kecurigaan Sheira.

"Lo ada apa sama Kak Arya?" Tanya Sheira langsung pada intinya. Instingnya mencium terdapat sesuatu antara Alissa dan Kak Arya. Tetapi, dia tidak mau menebak-nebak sementara dia bisa mendapatkan faktanya dari bibir Alissa sendiri.

"Nggak ada apa-apa antara gue sama Kak Arya," jawab Alissa mantap.

Meskipun ragu, Sheira menganggukkan kepalanya. "Nggak masalah lo belum mau cerita. Tapi, lo tau gue selalu siap menampung semua cerita lo," katanya dengan sorot serius yang memancar dalam matanya.

Alissa tersenyum. Inilah alasannya betah bersahabat dengan Sheira. Gadis itu tidak mendesak atau memaksanya untuk bercerita mengenai apapun yang terjadi kepada dirinya. Sheira tetap memberikan ruang privasi bagi Alissa.

"Makasih, Ra. Omong-omong lo sendiri gimana sama Dimas?"

"Hah? Gimana apanya?" Sheira tidak mengerti maksud pertanyaan Alissa.

"Ya perkembangan hubungan kalian. Yang gue lihat sih, lo makin deket sama dia dan," kata Alissa dengan menggantung kalimatnya. Sheira mengerutkan dahinya penasaran dengan kelanjutan ucapan sahabatnya. "Lo makin jinak."

Sheira melebarkan matanya. Dia tidak percaya Alissa bisa melontarkan kalimat demikian.

"Jinak?" Sheira mengambil napas panjang. "Nggak ada kosa kata lain ya? Lo kira gue hewan peliharaan apa."

Alissa tertawa. "Bukan gitu. Tapi yang gue lihat, lo nggak sejudes sebelumnya sama Dimas. Lagian, Dimas tuh baik banget tau, Ra."

"Ya emangnya gue harus marah-marah mulu sama dia? Buang-buang energi," tukas Sheira.

"Lagian kok lo bisa mikir gitu sih? Di antara gue sama Dimas itu nggak ada apa-apa. Kita temenan kok," lanjut Sheira.

"Temenan nih? Bukan musuh lagi ya?" Alissa masih belum berhenti menggoda Sheira. Dia belum puas.

Sheira mengerang. "Gue nggak pernah anggap dia musuh. Terus juga, ya, ya apa namanya kalo bukan temen. Udah ah, pulang gue. Capek." Sheira bangkit dan meninggalkan Alissa begitu saja, dia tergelak melihat respon Sheira. Menurutnya, Sheira tampak menggemaskan saat ini.

"Besok siap-siap ya. Dimas mau jemput ke sekolah kan?"

Suara Alissa yang tinggi mampu didengar Sheira yang sudah berada di pintu. Gadis itu tidak mengindahkan dan hanya berjalan lurus. Dia tidak mau mendengar ocehan Alissa yang menurutnya mengada-ada.

***

Entah ini hanya perasaannya saja atau tidak, Sheira merasa kalau Dimas banyak berubah. Hmm, bagaimana mengatakannya ya. Sepertinya Sheira harus menjelaskannya satu per satu.

Pertama. Sheira merasa Dimas menjadi lebih lembut. Dia masih menyebalkan, hanya saja akhir-akhir ini tutur dan nada bicara Dimas lebih halus dan lembut.

Kedua. Dimas tidak lagi memanggil Alissa dengan sebutan Princess. Oke, untuk satu ini sebenarnya Sheira agak geli sekaligus lega. Sheira geli setiap kali mendengar Dimas memanggil Alissa dengan 'Princess' dan lega karena tidak akan mendengar Dimas memanggil Alissa dengan sebutan itu lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang