Chapter 3 - Big Boss?!

6.9K 204 2
                                    

Ariana POV

Aku marah! Sangat marah! Dia sengaja melakukannya! Aku menamparnya, entahlah kudengar dia mengaduh lirih. Menyadarkanku segera, bahwa aku tolol jika marah.

Otakku mulai berpikir realistis, apa ada gunanya aku memarahinya? Dia akan pergi, meninggalkanku segera, toh aku bukan siapa-siapa. Aku hanya gadis yang baru setengah jam dikenalnya. Dan disini siapa yang akan membantuku berdiri dari keterpurukanku lagi? Masalah William, yang mungkin bagi semua orang itu sepele saja, aku butuh 7tahun untuk melaluinya. Nah sekarang? Aku harus kuat menghadapinya. Aku memutuskan mengikuti permainannya. "Tunda dulu tangisanmu Ariana!" Aku menguatkan hatiku sendiri, dan memandanginya.

Jason beranjak berdiri dari tempatnya, duduk di pinggir ranjang dan mengucapkan maaf. Entahlah aku tidak yakin dia benar-benar menyesal.

"Ariana, kamu memaafkanku?" Tanya nya lagi. Aku masih menunduk, seperti biasa, otakku mulai mengarang kata-kata, memilih apa yang harus kukatakan padanya. Sedangkan emosiku sebenarnya masih belum bisa sepenuhnya kukendalikan. Ini benar-benar bukan hidupku, aku tak pernah ingin ada dalam situasi yang tak bisa kuprediksi, yang tak bisa kuatur bagaimana endingnya, situasi dimana aku bukan pemeran utama. Aku benci!

Jason tiba-tiba memelukku, dia berbisik "Aku akan menikahimu, sudah tenanglah!". Dia menyibak rambutku dan merapikannya dibelakang telinga. Memandangiku lekat, dan berusaha meyakinkanku. Shit! Aku percaya.

***

Hari ini aku bekerja dengan pikiran masih melayang-layang. Seperti pemain catur, aku sungguh bingung menjalankan bidakku. Mana yang harus kujalankan terlebih dulu, langkah mana yang mesti kuambil dulu.

Kate membuka pintu ruanganku dengan hati-hati, dia seorang perawat gigi, asistenku disini. "Maaf dok, memberitahukan pasien terakhir atas nama Nona Naomi, baru saja membatalkan kunjungannya. Dokter bisa istirahat sebelum shift selanjutnya. Saya permisi". Aku mengangguk cepat, "Terimakasih Kate" ujarku kemudian. Kate melempar senyum dan menutup pintuku. Bergegas aku beranjak dari kursi, kebetulan sekali ini pikirku. Beberapa malam tak bisa menikmati tidur nyenyak, sepertinya aku terserang tensien type-headache. Otot leher dan kepalaku hampir meledak rasanya. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan saja disekitar sini, semoga sanggup melepas penat.

Evan menepuk bahuku cepat, "Ariana! Makan siang dimana?" Aku terkesiap, masih belum sepenuhnya sadar kapan Evan datang? Aku tersenyum tipis, kembali mengendalikan diri. Evan mengulang pertanyaannya, "Dimana?". Hah? Aku melongo, apanya yang dimana?. Belum sempat aku menjawabnya, Evan menarik tanganku cepat "Sudah ikut aku aja!"

Evan membawa ku ke kantin Rumah Sakit, mendudukanku di sebuah bangku di pojok ruangan, dan memesankan minuman hangat untukku. "Harusnya pulang kencan, kamu bahagia!" Hah? Aku masih tidak percaya dengan apa yang kudengar. Evan tau juga? Jillian pasti memberitahunya kalau aku kencan dengan Jason semalam. Aku mencoba tertawa, menutupi situasi yang lagi-lagi tidak dapat kuprediksi. Evan terlihat lega ketika aku tertawa. "Gimana? Seleramu bukan?" Kejarnya lagi.

Aku terkekeh geli, okay, mungkin aku bisa belajar dari Evan bagaimana cara membaca pikiran laki-laki. Aku sudah terlanjur memutuskan mengikuti permainan Jason. Dan aku bertekad membalikkan situasi dimana aku akan mendapat peran utama. "Lumayan.." Aku mengangguk sekaligus menggeleng.

Run The Night (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang