Ariana POV
Sepulang dari Orlando, kupikir kami akan kembali ke rumah Kim di Naples. Tapi Dave tanpa pemberitahuan apapun membawaku kearah bandara.
Akhir-akhir ini aku merasa jadi sangat menurut dengannya. Tapi aku tidak lagi malas bertanya tentang apapun. Aku tidak peduli Dave menganggapku cerewet, tapi aku benar-benar tidak ingin menahan apapun yang ingin kuucapkan padanya.
Entah apakah ini akan menjadi awal atau justru menjadi akhir. Aku hanya ingin semua berjalan tanpa kemunafikan dari kami.
Jika memang harus berakhir, biar pada akhirnya nanti aku tidak dalam keadaan menyimpan apapun yang bisa meledak sewaktu-waktu.
"Kita ke luar kota lagi Dave? Kemana?" Kupandangi wajah Dave lekat-lekat, seolah pertanyaan ini wajib dijawab olehnya karna bersifat penting. Ya tentu saja, ini penting bagiku tapi mungkin sepele bagi Dave. Maka dari itu aku tak ingin melewatkan gesture sekecil apapun dari Dave saat aku bertanya tentang hal ini. Kalau saja dia tidak akan menjawab dengan pasti, aku masih bisa mengira-ngira dari gesture tubuhnya.
Ah, aku menjadi begitu waspada terhadap siapapun termasuk Dave. Aku seperti tak ingin membiarkan seseorang lain menerobos pertahananku tanpa perlawanan. Kalaupun nanti aku kalah, setidaknya aku sudah pernah berperang. Tidak seperti yang telah kulalui beberapa tahun terakhir.
Bahkan sesungguhnya, sampai saat inipun aku sudah memaafkan Jason atas apa yang diperbuatnya padaku. Karna kupikir bukan hanya dia yang punya andil dalam semua hal ini, akupun juga.
Sampai detik ini aku masih menganggap Jason tidak akan pernah menyakitiku, okelah menyakiti dalam tanda kutip garis miring atau apalah itu. Tapi aku percaya Jason tidak akan melakukan seperti yang keluargaku dan Dave khawatirkan.
Aku mengenal Jason seperti aku mengenal diriku sendiri. Kalau boleh dibilang, bahkan aku tau setiap apa yang akan dilakukan Jason terhadapku atau apapun diluar sana. Tapi memang selama ini aku membiarkan hal itu terjadi. Aku membiarkan Jason melukaiku dan menyakiti hatiku.
Jadi selama ini sebenarnya aku adalah penjahat untuk diriku sendiri. Mungkin lebih tepatnya begitu.
"New York" Dave menjawab pertanyaanku tadi beberapa detik lebih cepat dari dugaanku.
"Kita kembali ke New York?" Tanyaku lagi.
"Hu um" Dave mengangguk pasti.
"Baguslah" gumamku lirih. Aku tersenyum tipis sendiri, merayakan kembaliku ke New York. Beberapa hal yang ingin kulakukan sekembaliku disana langsung berkelebat menyambut kegembiraanku.
Hal pertama yang ingin kulakukan adalah kembali bekerja. Iya! Mungkin aku sudah mendapatkan surat peringatan pertama atas ketidak jelasanku selama ini. Aku bahkan tidak dapat menghubungi siapapun untuk mengijinkanku karna ponselku berada di tangan Jason.
Bodohnya! Aku bahkan tidak kepikiran untuk meminta bantuan Kevin atau Dave untuk mengurus ijinku. Ah sudahlah, besok aku akan segera menyelesaikannya sendiri.
"Apa aku tidak salah melihatmu sedang senyum sendiri?" Ejekan khas Dave tiba-tiba menyadarkanku.
Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Begini rupanya ketika seseorang memergokimu melakukan sesuatu yang memalukan. He.
"Jangan senang dulu Ann, kau tidak akan pulang ke apartemenmu. Semua barangmu sudah kupindahkan."
Aku langsung memelototkan bola mata kearah Dave ketika mendengarnya berbicara. "Kau bahkan tidak berinisiatif untuk mengijinkan aku di kantor, bagaimana bisa kau malah mengosongkan apartemenku Dave? Kau gila? Kau berpikir menggunakan ini atau ini?" Aku bergantian menunjuk kearah pelipis kemudian kearah lutut. Aku benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Dave terhadapku beberapa hari terakhir ini. Aku seperti tawanan perang yang diasingkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run The Night (COMPLETED)
Romance[RANDOM PRIVATE REPUBLISH SETELAH TGL 19] "Tuhan, jangan tahan aku jadi jalang!" Susah payah aku melepaskan diri dari friendzone William, kini aku mendapati diriku kembali terpuruk pada laki-laki lain yang ternyata tak lebih baik darinya. Hubungan...