Chapter 2 - Forget shit and Move On!

7.3K 245 7
                                    

Jason POV

Chicago membuatku semakin muak, bagaimana tidak jika sebuah rumah sakit kenamaan harus menutup pelayanannya lebih sore? Bukankah itu merugikan pengunjung?

Aku menabrak, entah siapa gadis tadi. Mungkin dokter, kulihat jas putih menyampir di bahunya. Tapi mana peduli aku? Rahangku semakin sakit dan aku butuh pain killer. Itu saja!

Besok, ketika aku kembali kesana, harus terbayar semua sakitku hari ini.

__________*

Ariana POV

Aku sempat terkejut, Jillian ternyata bangun lebih pagi dariku. Sepatu jogging sudah terpasang dikakinya, dan senyum manis sudah terpulas kembali di bibirnya. Well, aku yakin Jillian sudah baik-baik saja.

Sebenarnya iri melihatnya bisa cepat bangkit dari patah hatinya. Sangat cepat malah. Aku terkekeh dalam hati, menyadari ketololanku sendiri. Mengapa harus kuhabiskan 7tahunku meratapi William?

"Kamu jadi ikut jogging kan?" Pertanyaan Jill, menyadarkanku kembali. Aku bergegas menuju toilet untuk membersihkan diri dan bersiap menyusul Jillian.

Olive park terasa cloudy pagi ini. Sejuknya aku suka. Jillian berlari kecil disebelahku sambil terus membicarakan rencana move on nya dari Tyler. Jill berniat memacari salah satu teman modelnya dan mengajakku double date nanti malam. Hah! Sungguh dia sangat cepat berpaling. Tapi tidakkah dia tau aku tak mungkin menemaninya double date? Okay, nanti malam mungkin poli tidak akan susah untuk ditinggalkan, "Tapi please Jill kamu tau aku nggak ada pacar!"

"Aku ada orang yang bisa memacarimu, kamu pasti suka. Dia ganteng! Seleramu lah.." Jill sungguh membuatku keki dengan jawabannya. Dikiranya aku apa? Okay, aku memang sudah lama sendiri, tapi itu pilihanku, bukan sebuah keterpaksaan. Aku mencebik tidak suka pada jawaban Jill. Tapi bukan Jillian jika tidak bisa memaksaku ikut.

***

Alinea Restaurant, 8.00pm.

Akhirnya aku ada disini juga dengan Jill, Shane dan satu lagi, temannya yang belum juga datang hingga jam segini. Kudengar tadi namanya Jason, Jayden entahlah seperti itu. Dia menelepon pada Jill barusan, dia harus mengurus sesuatu sebelum kesini. Sudahlah, aku tidak begitu peduli.

Kami memutuskan memesan makanan terlebih dulu sambil menunggu Jason. Yes, Jason namanya,  teman kencanku yang direncanakan oleh Jillian. Semoga dia tidak jadi kesini harapku. Aku sebenarnya malas memulai hubungan baru dengan siapapun, seganteng apapun itu.

"Hi, sorry aku terlambat.." Laki-laki itu memeluk Jillian, berjabat tangan dengan Shane dan tersenyum kearahku. Rahangnya sempurna, matanya tajam dan entah sepertinya semuanya sempurna.Dia langsung menempati kursinya. Menyingsingkan sedikit lengan kemejanya, dan berbicara lagi.  Tidak begitu jelas, mereka bertiga tertawa dan aku masih terus menatap piring dan memainkan sendokku. Kepalaku berputar-putar mencoba memikirkan kata-kata apa yang harus kukatakan agar aku menjadi nampak seru. Yayaya, aku memang terlihat tidak menarik dan susah bersikap ramah dengan orang yang baru kukenal. Umh, kuralat! Aku memang tidak menarik dan judes! Sip seperti itu. Aku tidak suka seseorang menilaiku sebelum aku menilai mereka. Aku lebih suka ada di belakang layar, daripada harus tampil di depan. Sejak tragedi William mau tak mau aku terbiasa menarik diri dari lingkungan yang aku merasa tidak aman ada didalamnya. Dan Jason! Entahlah kenapa aku ingin menjadi pacarnya!

Sungguh, aku seperti kehilangan diriku sendiri. Aku tak mengerti sebegitu hopelessnyakah aku hingga sekarang ingin pacaran? Sebelah otakku berkata, kamu belum butuh ini, dan sebelahnya berkata, kalau tidak sekarang kapan lagi aku mulai membuka diri?

Jason POV

Untung aku mengenal Jillian di sini. Dia barusan memberiku teman kencan. Baguslah, aku selanjutnya tidak akan kesepian.

Siapa tadi namanya? Ah, nanti akan kutanyakan lagi pada Jillian. Gadis itu biasa saja sih, tidak cantik. Penampilannya sederhana dengan bau parfum yang lembut dan aku suka matanya yang bersemangat.

Aku berbicara banyak malam ini, gadis itu terlihat gugup, dia hanya memainkan sendok tanpa pernah menyuap makanan ke mulutnya. Umh, aku rasa dia terpesona olehku.

Sudah kupastikan, aku akan mendekatinya. Hidup tanpa perempuan sungguh tidak menyenangkan.

***

Jill dan Shane berpamitan, mereka berencana melanjutkan kencan mereka berdua. Baguslah, aku mulai berbicara pada gadis itu.

"Jadi kita mau kemana?"

"Mau mengantarku pulang saja?" Matanya berkeliling mencari-cari arah pintu keluar. "Maaf jika merepotkanmu" tambahnya lagi.

Ya, aku sedikit kecewa. Sepertinya dia bukan gadis yang mudah ditaklukan. Tapi aku tidak punya banyak waktu, aku mau gadis itu menjadi milikku sekarang.

Aku mengiyakan ajakannya pulang. Tapi bukan aku jika benar-benar mengantarkannya pulang. Mobil kami berbelok menuju sebuah hotel.

Sebelum dia bertanya, aku membuat alibiku dulu, "Boleh menemaniku sebentar? Aku butuh seorang wanita yang membantuku memilih kamar hotel untuk klien ku besok!"

Dia terkejut, bibirnya membulat, sungguh lugu. "Aku?" Tanyanya.

Aku mengangguk, "Biasanya seorang wanita lebih pandai memilih sesuatu yang bagusHahaha, aku mulai bermain.

Kami berbicara dengan receptionist, dia memilih kamar bertanya beberapa tentang tamu imajinerku dan booked.

Akhirnya tinggal kami berdua dikamar ini. Dia mencoba-coba kasurnya dan masih sempat berkata "Semoga tamu mu besok suka dengan kamar ini.." Aku sudah berada diatasnya memegangi tangannya yang meronta, sembari melucuti celanaku sendiri. Bibir lucunya tidak lagi bisa berbicara karna kujejal dengan bibirku. Feelingku berkata aku harus memilikinya sekarang atau tidak akan pernah bisa.

Dia berusaha melepaskan diri tapi tentu tidak berhasil, aku lebih kuat darinya. Bagian bawahku menegang, ingin segera berada didalam tubuhnya, tapi dia begitu licin. Dia terus meronta, menolakku, dan tidak ada yang bisa kulakukan selain memaksanya kehilangan virginnya dengan jariku. Sedikit darah tampak mengalir di pangkal pahanya.

Kulepas tangannya perlahan dan "Plaak" dia menamparku tepat pada rahangku yang sakit. Aku mengaduh lirih sambil meliriknya.

Kulihat wajah shocknya sekelebat berubah menjadi cemas. Bagus, dia tidak marah.

💌 TBC..
Eh, kurang panjang gak part nya?
Voment ya guys, please..

Run The Night (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang