Tentang Jones.

825 63 57
                                    


Author : gaachan

****

Kadang filosofi hidup itu didapat bukan dengan mengulik kisah hidup orang lain.

Juga bukan dengan bertapa untuk mencari diksi yang sesuai.

Bukan dengan menyusun inspirasi lewat ucapan pujangga.

Bukan dengan bicara.

Bukan dengan menyusun kata.

Filosofi hidup itu didapat dari sebuah rasa, menjelma jadi kelabu.

Sebab ketika hatimu kelabu, kau temukan pelajaran di dalamnya.

Senang mungkin bisa mengajarimu arti bersyukur, Tetapi... sedih juga bisa mengajarimu cara bersabar dan berjuang.

Komplit, dua lawan satu.

Jadi, mau senang atau sedih?


***

Kalau kalian tanya tentang cinta, kalian tidak akan menemukan butiran debu sekalipun di dalam otak Pepi. Dia bukannya anti cinta dan mengidamkan hidup jones hingga mati, tetapi sekarang sudah zamannya resolusi. Pepi tidak mau berurusan dengan hal semu yang konon katanya bisa membuat otak kayang sekian derajad hanya untuk mengeja namanya.

Pepi tidak suka yang seperti itu! Dia tidak mau ikut-ikutan trend, lalu update status di FB-nya dengan syahdu memesona. Tidak mau, ya! Geli! Jijik! Pepi tidak pernah membayangkan akan jadi pemuja cinta dan bernyanyi lagu-lagu bernada merayu seperti itu. Dia sudah merasa bebas, bahagia meski seorang diri.

Pepi menghela napas lagi. Lubang hidungnya gatal. Sebuah bolpoin mendarat di lubang itu, bergoyang manja di sana. Sekali lagi Pepi bergerak gelisah. Sudah sejam dia duduk di tempat ini, mengintai sesuatu yang sangat mencurigakan di seberang sana.

Ujung hidungnya gatal lagi. Pepi tak terbiasa bermain dengan AC yang ada di tempat ini. Dia hanya senang dengan AC yang di rumah. Angin Celah-celah tepatnya. AC di tempat ini sangat semriwing hingga membuat ingusnya serasa terjun dari gua tempat persembunyiannya. Pose sok menulis itu gagal dengan sebuah pegerakan.

Pergerakan mencurigakan di luar sana.

"Pergi ke mana lagi tuh bocah?" Pepi celingukan. Yang dicari tak menunjukkan ujung hidungnya lagi. Pepi seperti melakukan perbuatan yang sia-sia. Nyatanya memang sia-sia. Sangat sia-sia.

Pasalnya, dia hanya sedang mencoba mencari tahu tentang sese... bukan orang, bukan. Saudara? Kakak? Bukan, bukan! Mereka tidak pernah ditampung dan dibuahi oleh tempat yang sama. Seharusnya memang beda lapak, beda darah, dan juga beda garis keturunan.

Setidaknya masih satu nenek moyang. Iya, yang seperti itu! Lelaki yang jadi target utama Pepi adalah lelaki asing yang muncul di rumahnya beberapa tahun silam. Ayah mengenalkannya sebagai kakak baru Pepi.

Dulu Pepi tidak ambil pusing dengan kehadiran anak itu. Ayah mengatakan kalau nama anak itu adalah Regal. Nama yang mirip sekali dengan merk biskuit lebaran. Pepi pernah mencibir nama itu, namun Regal lagi-lagi tak peduli. Anak itu hanya tersenyum sekilas, lalu melangkah tak acuh ke kamarnya. Selalu seperti itu selama bertahun-tahun, hingga akhirnya Pepi muak juga.

Pubertas mengubah segalanya. Anak itu tumbuh cepat dan berubah sikap. Kalau dulu Regal masih diam saja ketika Pepi hina, sekarang Regal bisa membalas ucapan Pepi. Bahkan menusuk balik Pepi dengan ribuan jarum. Sakit? Sangat!

Realita JONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang