Mencintaimu sampai Jones

373 44 33
                                    

Author : TiaraWales

****

Mendung masih setia mendekap langit kota Pekanbaru sore ini. Abu-abu pekatnya menularkan kesenduan ke bilik hatiku. Seakan tak peduli jika di dalam sana telah porak-poranda oleh badai yang menerjang lima belas menit yang lalu.

Beruntung, aku masih bisa bertahan dengan sisa-sisa ego dan harga diri. Dua hal yang selalu kujadikan perisai bila berhadapan dengan sosok lelaki di hadapanku saat ini.

"Kenapa nggak kirim undangannya aja, sih? Mesti gitu pake traktir aku makan segala? Aku tau kamu sibuk, Dokter Aulia Firmansyah," tuturku dengan suara tenang. Teramat kontras dengan debaran kencang di dalam sana.

Lelaki lembut berlesung pipit itu tersenyum. Senyum manis yang membuatku jengah setengah mati. Kualihkan tatapanku ke suatu titik di samping kepalanya. Namun, tetap saja kurasakan pipiku bersemu merah.

"Sekali-sekali gak apa-apa, 'kan? Kangen ngobrol sama kamu."

Kalo kangen, kenapa nggak pernah nelpon aku lagi kayak dulu?

Kusunggingkan sebuah senyum kecut. Aku tahu kata-katanya hanya sekadar basa-basi untuk membuatku merasa berarti. Dia terlalu pintar melakukannya sejak dulu. Hingga membuat gadis gahar sepertiku terpikat oleh pesonanya.

Aku tidak sedang menggiring kalian untuk membayangkan sosok macho bertubuh kekar dan berwajah tampan bak Aston Kutcher atau Ian Somerhalder. Bukan, bukan. Dia hanya lelaki bertubuh cungkring dengan gestur tubuh gemulai serta sedikit melambai. Namun, sikap kemayunya justru menjadi daya tarik tersendiri di mataku sejak pertama kali bertemu sepuluh tahun yang lalu. Kuakui, seleraku sedikit tak biasa soal lelaki.

"Ini undangan resminya." Dia mengangsurkan sebuah undangan cantik bermotif songket khas Riau ke arahku. Mataku kemudian menangkap ukiran nama berwarna keemasan yang meliuk indah di sana.

Hanum & Aulia.

Seketika nyeri di hatiku meradang. Ah, seandainya namaku yang bersanding dengan namanya di sana. Lagi-lagi aku tersenyum kecut. Jika hal itu terjadi, pasti akan menjadi lelucon konyol seperti yang biasa kami terima dari teman-teman satu angkatan dulu.

Auliya & Aulia.

Bukankah itu terdengar menggelikan? Bahkan dia pernah membahas hal itu beberapa tahun lalu, saat kami masih sering bertemu dan hang out di kafe favorit. Waktu itu dia melontarkan kata-kata yang seketika meruntuhkan harapanku untuk bisa bersanding bersamanya.

"Aul. Kamu tau Taylor Swift dan Taylor Lautner, 'kan? Gak kebayang deh kalo mereka sampai nikah. Pasti aneh banget 'kan, punya pasangan yang nama depannya sama gitu?"

"Nggak juga. Justru buat aku itu keren banget. Contohnya kayak kita."

"Yep. Sebagai sahabat, kita emang keren."

Tiba-tiba terdengar deheman lembut, membuatku terseret keluar dari lamunan masa silam. Aku memaksakan seulas senyum, kemudian meraih undangan itu dengan enggan.

"Dokter juga?" Pertanyaan sia-sia, karena aku sudah tahu apa jawabannya. Dia selalu mengutarakan keinginannya untuk beristrikan seorang Dokter di kemudian hari. Dengan alasan bahwa hanya rekan sejawatnyalah yang bisa memahami konsekuensi pekerjaannya.

Ditambah lagi dia adalah Dokter Kandungan dengan jam kerja yang tak bisa diprediksi. Menuntut totalitas dan pengorbanan waktu yang cukup besar. Saat itu aku ingin berteriak padanya, bahwa sekalipun aku bukan seorang Dokter, aku bisa menjadi istri yang penuh pengertian untuknya.

"Ya. Dia Dokter Anak di Milano Hospital juga."

"Dokter Hanum Salsabila?"

Dia mengangguk seraya tersenyum malu-malu. Jenis senyuman yang baru sekali ini dia tunjukkan padaku. Ya Tuhan, dia benar-benar jatuh cinta. Lagi-lagi dadaku berdenyut nyeri.

Realita JONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang