Malu sama Jones

330 35 11
                                    

Author rachmahwahyu 

******

Ana melangkah memasuki Ruang Jaga Bidan yang hanya seukuran dua kali satu, mirip ukuran kuburan. Ruangan itu sempit penuh peralataan medis dan troli, hanya ada dasbor dan dua kursi. Salah satu kursi diduduki oleh Nisa, seniornya yang tersenyum ramah saat melihat kehadirannya. Karena itu berarti bahwa dirinya shift-nya sudah berakhir dan dia bisa segera pulang.

"Halo, An," sapa Nisa riang.

"Hai, Kak, pasienya ada berapa?" tanya Ana.

"Delapan belas, yang lima masih bedrest, di RR masih ada dua belum dipindah," terang Nisa.

Mata Ana melotot, hampir melompat keluar. Dua puluh orang pasien saat dia shift malam sendirian? Dan tujuh orang dalam kondisi masih bedrest? Bagus sekali! Betapa indahnya hidup ini.

Ana meletakan tasnya di dalam loker lalu mengganti sepatunya dengan sendal jepit. Saat shift malam tidak akan ada orang management yang akan mengomel tentang dandanannya. Beda dengan shift pagi dan sore yang mewajibkan memakai sepatu berhak tiga senti yang membuat kaki Ana terasa nyeri.

"Di laci ada undangannya Bang Sori," ujar Nisa sembari merapikan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas bimbitnya.

Ana menghela napas. Enam buah undangan pernikahan dalam sebulan adalah rekornya bulan ini. Apa insentifnya bulan ini akan habis hanya untuk buwuh saja?

"Oh iya An, hari rabu depan boleh tuker liburmu nggak?" pinta Nisa sembari mengedip-ngedipkan matanya seperti orang ayan. "Masku pulang ini."

Ana mendengus. Pacar Kak Nisa adalah seorang prajurit TNI yang bertugas di perbatasan Papua dan hanya punya sebulan sekali. Sungguh sayang memang jika saat kekasihnya itu pulang Nisa malah harus kerja. 

"Ya," jawab Ana dengan berat hati. 

Nisa tertawa semringah sambil menepuk pundak juniornya itu. "Ana baik deh! Aku doakan segera bertemu jodohmu!" 

"Amin!" sahut Ana setengah berteriak. 

Jodoh itulah yang diharapkannya sedari dulu. Di usianya yang sudah seperempat abad ini, Ana belum juga dipertemukan dengan jodohnya. Hingga Ana terkadang bertanya-tanya dalam hati. Apakah jodohnya sudah dilahirkan?

Sebagai seorang jomblo kongenital Ana selalu mendapatkan intimidasi dari rekan-rekan kerjanya. Karena jomblo, Ana selalu menjadi bahan tukar libur teman-teman satu ruangannya jika mereka ada urusan mendadak. Ya, anak jomblo mau main ke mana sih? Paling nggak ada acara, kan? Ana sendiri pun bukan tipe orang yang bisa menolak jika dimintai bantuan. Bulan ini dia bahkan sudah bekerja dua belas hari tanpa libur karena jadwal liburnya terus ditukar oleh teman-temannya. 

Oh iya, lalu apa itu kongenital? Dalam dunia kebidanan ada istilah kelainan kongenital, yaitu cacat bawaan yang dimiliki oleh seorang bayi sejak dalam kandungan. Pada kasus Ana, dia sudah menjomblo dari lahir, makanya teman-temannya menjulukinya jomblo kongenital. Jahat nggak sih? Bagi masyarakat era modern ini, jomblo adalah sebuah penyakit dan kecacatan.

Setelah Nisa berpamitan, tinggalah Ana sendirian di ruang jaga bidan tersebut. Ana membuka status rekam medik satu persatu untuk menuliskan dokumentasi kebidanan yang menjadi rutinitasnya sembari sembari meratapi nasib jomblonya. Kapankah dia akan bertemu Arjunanya yang akan membawanya ke pelaminan? Ana tak pernah tahu.

Ponsel Ana bergetar, ada satu pesan Line masuk dari akun yang bukan temannya. Namun, akun tersebut memiliki nama yang familiar, "Khori" dan foto profilnya membuat Ana seketika kembali ke masa lalunya. Ini Khori, cowok yang pernah ditaksirnya jaman SMA dulu! Kenapa cowok itu menghubunginya sekarang? Hati Ana serasa berbunga-bunga.

Realita JONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang