Seorang pemuda bernama Deni Arisandi tengah berjalan menuju kafe, dia memiliki janji dengan teman-temannya untuk kumpul sore ini. Dia melangkahkan kakinya dengan percaya diri ke dalam kafe. Statusnya yang seorang 'jones' tidak menyurutkan rasa percaya diri dalam dirinya.
Meski jomblo, teman-teman Deni tak ada yang mengetahui status yang ia sandang saat ini.
Dengan outfit kemeja lengan panjang berwarna abu-abu yang dipadukan dengan celana jeans, Deni nampak percaya diri berjalan menghampiri sekumpulan orang yang jelas dia kenal. Sambil berjalan, sesekali dia betulkan jambul rambutnya yang bergaya spike."Hai Gengs, long time no see." Deni menyapa Rama dengan menepuk bahunya, kemudian berjabatan dengan yang lain.
"Kemana aja lu? Kaga ada kabarnya," tanya Rama berbasa-basi.
"Sorry mas bro, kemarin gue nganter pacar berangkat ke Jerman," ujar Deni berbohong, agar tidak dicibir oleh teman-temannya.
"Shilla ke Jerman? Apes banget sih lu, baru jadian ditinggal pergi." Kali ini Anton bersuara.
"Namanya juga tuntutan pendidikan." Deni mengangkat kedua bahunya, dengan mimik muka datar.
"Ya udah, pesen makan atau minum gih. Kita udah lama nungguin lu tau!" Erik menegaskan kebosanannya.
Tiga teman Deni memang lebih dulu tiba di kafe. Mereka belum memesan apapun, meski daftar menu sudah diberikan oleh pelayan kafe. Sementara Deni yang sudah duduk di samping Rama, tengah sibuk melihat lembar demi lembar daftar menu makanan dan minuman yang tersedia. Kemudian secara bergantian teman-teman Deni memilih yang tertera pada daftar menu.
"Jadi, kopi sama roti bakar aja nih? Samaan?" tanya Deni setelah mengetahui pesanan teman-temannya.
"Ah elah, gak usah belagu lu, Den. Sok banyak duit lu. Makan di kantin kampus aja ngutang," ujar Erik dengan sedikit menaikkan ujung bibir atas.
Empat cowok akil baligh tersebut tertawa terbahak-bahak.
"Eh, kampret! Lu jangan ngomong itu juga di sini. Gak tahu sopan santun, lu." Deni kembali tertawa setelah menoyorkan kepala Erik dengan telunjuk tangan kanannya.
"Yaudah, cepet panggil waitress-nya, pesen buruan!" ujar Erik ketus.
Deni berdiri, lalu memberikan gerakan tangannya kepada waitress bermaksud hendak memesan makanan. Sejurus kemudian, wanita berambut panjang diikat kucir berjalan menghampiri Deni dan teman-temannya. Deni menelan ludah setelah melihat pelayan kafe dengan jarak yang dekat, terlihat wanita tersebut bertubuh sintal dengan tinggi yang ideal. Sorot mata Deni tak lepas dari pelayan tersebut, belum lagi gincu di bibir sang pelayan yang membuat Deni lupa daratan.
"Selamat sore, saya Isyana. Boleh saya catat pesanannya, Mas?" sapa sang pelayan ramah dengan pulpen di tangan kanannya yang siap menulis.
"Em- anu, Mbak-"
Anton menyergah, "Ah elu, Den. Kagak bisa liat yang bening dikit. Inget Shilla!" Anton menghela napas sejenak, lalu berujar, "catat aja, Mba. Coffemix empat, roti bakar kejunya satu, roti bakar coklatnya tiga."
Melihat tingkah laku para pria di hadapannya, senyum mengembang dari bibir sang pelayan.
"Baik, Mas. Saya ulangi, ya. Coffemix empat, roti bakar keju satu, roti bakar coklat tiga," ujar pelayan membacakan pesanan yang sudah ia catat."Gak pakai sianida ya, Mbak," celetuk Anton, membuat sekelompok pria tersebut saling tertawa.
"Becanda lu receh!" Kini gantian Deni yang mencoba meledek Anton. Kemudian disambut tertawaan oleh Rama dan Erik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Realita JONES
Short StoryIni adalah kumpulan cerpen dari All Member WWG yang akan mengangkat sisi lain JONES. √ Lucu √ Menghibur √ Menohok √ Menyentil √ Dan yang pasti cerita di sini bakal buat baper kamu kambuh. *Wonderful cover by @NisaAtfiatmico