Suci dalam Jones.

317 41 10
                                    

Autho umaya_afs

********

Kadang aku suka berpikir, mengapa semua orang selalu menganggap jomblo itu nggak enak, jomblo itu sepi, jomblo itu sendiri bahkan ada yang bilang jomblo itu ngenes. Apalagi buat seseorang yang sudah memiliki predikat jomblo yang lama. Membuat aku jadi ingin tertawa, buatku itu lucu. Padahal menurutku tidak semua jomblo itu nggak enak, sepi atau sendiri bahkan menderita. Yah, paling juga makan hati aja kalau ada yang nanyain "kok, masih sendiri." Selebihnya ya, fine-fine saja.

Buatku jomblo itu pilihan. Sama seperti kehidupan, segala sesuatunya itu ada pilihannya. Di mana setiap pilihan itu punya konsekwensi masing-masing.

Malahan ada beberapa orang yang justru lebih memilih menjomblo dari pada pacaran.

Contohnya aku, ya aku. Karena aku tidak sama dengan kebanyakan orang. Aku selalu menyukai hal yang berbeda dengan yang lain.

Buatku lebih nyaman sendiri dari pada pacaran.

Hey, tapi jangan pernah berfikir nggak ada yang pernah nembak aku. Karena itu jawaban yang salah. SALAH BESAR (pakai caps lock).

Di lingkunganku, aku cukup dikenal. Padahal aku tidak mengenal semua, sama tetanggaku. Maafkan, para tetangga sekalian. Bukan hayati sombong, hayati cuma tahu wajah dan tanpa sadar melupakan nama kalian.

Raina Maya Safitri, itulah namaku. Orang terdekatku dan keluarga memanggilku Mfit, sedangkan untuk di sekolah dan di tempatku sekarang berada mereka memanggilku, Maya.

Saat aku sedang bermalas-malasan di kamar sambil membaca novel di dunia orange, kebiasaanku saat akhir pekan. Menikmati dan megistirahatkan diri dari segala penat.

Dan aku cukup malas mandi, disaat akhir pekan begini. Hanya bergulat di kasur ataupun sofa sambil memegang handphone. Kebiasaanku cukup jelek, biasanya mandi hanya sekali di saat libur hanya sekali, siang saja atau bahkan kadang cukup sore hari saja. (Terlihat pemalasnya ya, hehe). Tetapi tidak sampai nggak mandi juga sih.

Sedang asik-asiknya membaca, terdengar suara nada dering ponsel caramel milikku. Aku membuka telepon genggamku dan melihat ada nama mamah disana. Menandakan ibuku yang sedang meneleponku. Aku mematikan telepon tersebut (eh, jangan salah menilai aku), dan menelepon balik ke nomer mamah. Dengan sabar aku menanti ada yang menerima panggilanku di seberang sana ada yang menerima panggilanku.

Satu, dua, tiga kali nada, baru ada yang mengangkat jauh di sana.

"Assalamu'alaikum," kataku saat ada yang mengangkat di sana.

"Wa'alaikumsalam, tadi nggal diangkat lagi apa, Mba? Baru bangun tidur?"

"Enggak, bangunnya udah dari tadi, Mah. Ini lagi baca aja."

"Nggak main?"

"Enggak, males, Mah. Mending diem aja, daripada keluar nggak jelas."

"Kalau diem aja di kamar, kapan dapet pacarnya?! Kapan dapet kenalannya?!" Terdengar suara ibuku di sana dengan rentetan pernyataannya.

"Kalau jodoh nggak akan kemana, lagian males, Mah. Kalau pacaran," sanggahku.

"Kalau kayak gitu terus gimana? Coba lebih agresif. Biar nggak pada lari tuh cowo-cowonya. Jangan terlalu dingin gitu." Terdengar ibuku sudah mulai sensi.

"Iya." Aku cukup malas menanggapi ibuku, bukannya aku ingin jadi anak durhaka. Tapi kalau sudah bahas ini bisa panjang akhirnya, kaya kereta beserta gerbong-gerbongnya yang panjang itu. Jadi, lebih baik aku mengiyakan saja. Salah satu cara aku menjada kuping ini tidak kelebihan muatan. (maafkan aku, Mam).

Realita JONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang