''Bi, aku pulang.''Jimin membuka pintu rumah kemudian melepaskan sepatunya.
Dari dalam rumah si kecil Nahyun langsung turun sebelum menghamburkan pelukannya pada Jimin, si kakak besar.
''Bu, Bu! Kak Jimin sudah pulang.''
Disusul dari tangga, turun seorang wanita paruh baya dengan kacamata bulat yang biasa dipanggil anak-anak panti sebagai Ibu sedangkan Jimin memanggilnya dengan Bibi megane*.
(*megane: kacamata)Sebenarnya, namanya Miyazono Miko, mantan miko* di salah satu shinto* di Jepang. Tapi Jimin lebih suka memanggilnya Bibi Megane karena kacamata berbentuk persegi atau kadang bulat—seperti yang dia kenakan sekarang— yang selalu tersangkut di hidungnya.
(*miko:penjaga kuil/shinto*:kuil di Jepang)''Bermain basket lagi?'' tanya Miko sambil menghampiri Jimin.
Jimin mengangguk kecil sebelum mengenakan sandalnya dan masuk. Dia menggendong Nahyun setelah meletakkan bola basketnya di samping rak sepatu.
''Hanya latihan, Bi.''
Miko tersenyum. Memang di sini hanya Jimin yang tidak memanggilnya "Ibu". Tidak apa-apa, Miko yakin suatu saat Jimin akan memanggilnya Ibu. Ya, akan ada saatnya Jimin berhenti memanggilnya ''Bibi''.
''Makanlah dulu, kami masak spaghetti. Kesukaanmu, bukan?''
Jimin tertawa kecil sebelum mengangguk. ''Nahyun, temani aku makan ya?''
''Asal Kakak mau cerita lagi malam ini, aku mau.''
''Baik, diterima,'' jawab Jimin cepat. Dia kemudian membawa Nahyun ke ruang makan diikuti oleh Miko di belakang.
''Bi, sudah makan?'' tanya Jimin pada Miko begitu dia meletakkan Nahyun di salah satu kursi di meja makan.
''Hanya kau yang belum makan.'' Miko menjawab sambil tersenyum. Dia duduk di kursi yang lain sementara Jimin sibuk mengambil spaghetti yang ada di atas meja.
Miko terus memerhatikan Jimin dengan kedua telapak tangannya yang menjadi tumpuan dagunya. Sambil tersenyum, Miko kembali mengeluarkan suaranya.
''Jadi bagaimana di sekolah? Dapat teman baru?''
''Tidak ada.'' Jimin menjawabnya acuh tak acuh. Laki-laki itu sibuk dengan spagetti yang ada di mulutnya.
Begitu spaghetti di dalam mulutnya tertelan, Jimin kembali berbicara. ''Aku bahkan tak butuh satu pun.''
Ya, jawaban Jimin selalu sama. Miko tahu Jimin akan menjawab begitu. Tapi Miko tidak akan pernah berhenti berharap kalau suatu saat jawaban Jimin akan berubah menjadi, ''Aku dapat teman baru.''
Miko hanya tersenyum sebelum beranjak dari kursinya. Tapi sebelum dia kembali ke kamarnya dan mengecek anak-anak yang lain, Miko mengatakan sesuatu pada Jimin.
''Ji, suatu saat kau akan tahu kalau memiliki teman walaupun hanya satu itu penting.''
Jimin langsung berhenti menyuapi spaghetti ke dalam mulutnya. Kepalanya sempat menoleh ke arah Miko sebelum dia tersenyum. ''Bi, sungguh. Aku tidak membutuhkan teman.''
Miko hanya tertawa.
''Aku akan memeriksa Daniel dan yang lain, mereka seharusnya sudah tidur sekarang. Kau yang jaga Nahyun?''
''Um. Nahyun tidur denganku malam ini,'' celetuk Jimin cepat. Dia kemudian tersenyum pada si kecil Nahyun. ''Benar 'kan, Nahyun?''
Tentu saja, Nahyun menganggukkan kepalanya dengan antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prodigy ♤ (✓)
Fanfiction[AVAILABLE ON GOOGLE PLAY STORE/PLAY BOOK] [Full version for sale only.] Sebelumnya, yang kutahu Park Jimin hanyalah anak nakal yang jadi bahan omongan siswa lain. Dia tidak punya teman, dan dia bahkan tidak punya bakat. Dia aneh. Tapi hari itu, aku...