Hari ini masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Kelas mulai penuh dengan murid-murid yang berdatangan, termasuk Yeri dan juga Sejeong.''Pagi, Rin.''
Aku menolehkan kepalaku ke kanan dan mendapati Yeri yang tengah meletakkan tasnya di kursi. ''Seperti biasa kau datang duluan.''
''Hari ini sedikit lebih cepat karena aku berangkat dengan Ibu.''
''Osu!'' (*Sapaan dalam bahasa Jepang.)
''Sejeong, kukira kau telat hari ini,'' godaku iseng sambil terkekeh. Seperti biasa, Sejeong terlalu mudah untuk diganggu. Dia bahkan langsung melayangkan protesnya.
''Hei, sejak kapan aku telat?''
Kutunjukkan semua jari-jari tanganku sambil tersenyum lebar. ''Dalam dua bulan belakangan ini kau telat sebanyak... eh, bahkan jari tanganku kurang banyak.''
''Kau memangnya tidak pernah te—''
''Sejeong, Ahrin itu memang tidak pernah telat.'' Kali ini Yeri yang menjawab, membelaku. Aku mengacungkan ibu jariku pada Yeri sambil tertawa puas.
''Kau benar, Yer.''
Aku dan Yeri tertawa bersamaan sedang Sejeong, yang jadi subjek tertawaan kami hanya bisa memanyunkan bibirnya dan duduk di kursinya.
Memang semuanya serba biasa. Masih seperti biasanya. Sejeong dan Yeri masih tetap menyapaku, tersenyum padaku, dan tertawa bersamaku. Kami mengobrol seperti biasanya.
Anak-anak lain juga begitu. Suasana kelas juga tidak berubah.
Ya, hampir semuanya tidak.
Rasanya hanya aku yang berubah. Hal-hal yang belakangan ini kualami membuat perubahan drastis dalam pikiranku. Menyembunyikan ketakutan tidak akan menyebabkan kelainan jiwa, 'kan?
Fakta lainnya yang kusadari, hidupku yang terbilang biasanya mulai jadi sedikit tidak normal. Gadis dengan hidup normal tidak mungkin mengenal pembuat bom dengan kepribadian ganda, 'kan?
Dan lagi, pertanyaan soal foto dengan nama Jongup masih membuatku tidak mengerti. Yah, aku memang tidak mengerti apa pun.
Bertanya pada Jimin nyaris tidak membantuku sama sekali. Yang dia katakan padaku waktu itu justru, ''Kalau pun aku tahu, aku tidak akan mengatakannya. Yang punya nama seperti itu bukan hanya satu di dunia, Rin.''
Baiklah. Aku menyesal karena berharap jawaban Jimin membantu.
Otakku masih terus bolak-balik terbanting sampai bel sekolah berbunyi. Masing-masing murid mulai kembali dan duduk di kursinya masing-masing begitu pintu kelas berdecit dan Mr Daniel masuk ke dalam kelas.
''Stand up.''
Suara dari ketua kelas membuat kami semua berdiri.
''Greeting to our teacher.''
''Good morning, Sir.''
Dapat kulihat Mr Daniel tersenyum sebelum dia balik menyapa kami. ''Good morning, students. You may sit.''
Kemudian kami semua duduk.
Perhatianku masih terfokus pada Mr Daniel yang mulai berbicara sampai akhirnya Sejeong yang duduk di belakangku mencolek punggungku.
''Stt. Stt. Rin...,'' panggilnya sambil terus mencolek punggungku. Aku langsung menoleh ke belakang.
''Apa?''
''Tadi... aku lihat Jimin,'' bisiknya cepat. Oh, apa Sejeong akan mulai bergosip lagi.
''Lalu?'' tanyaku sambil mengangkat kedua alisku. ''Dia memang selalu datang ke sekolah, 'kan?''
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prodigy ♤ (✓)
Fanfiction[AVAILABLE ON GOOGLE PLAY STORE/PLAY BOOK] [Full version for sale only.] Sebelumnya, yang kutahu Park Jimin hanyalah anak nakal yang jadi bahan omongan siswa lain. Dia tidak punya teman, dan dia bahkan tidak punya bakat. Dia aneh. Tapi hari itu, aku...