Ahrin masih belum bisa mencerna semuanya. Satu-satunya yang dia sadari adalah, semua kejadian yang terjadi hari ini membuatnya gila.Ah, ada satu hal lagi.
Scarf yang dia pakai... wanginya benar-benar seperti Jimin. Kelihatan konyol tapi harus Ahrin akui kalau dia senang Jimin memberi scarf ini padanya.
Eh tunggu. Apa dia memberikannya padaku?
Seingat Ahrin—dan dia yakin kalau ingatannya kali ini benar—Jimin langsung memakaikan scarf merah itu tanpa mengatakan kalau dia memberikannya pada Ahrin. Kalau begini, Ahrin harus bagaimana?
Dikembalikan tidak, ya?
Beberapa detik kemudian pandangan Ahrin teralih pada foto yang dia letakkan di atas mejanya. Foto masa kecilnya dan juga laki-laki bernama Jongup yang tidak ia kenali.
Entah keberuntungan atau apa hingga foto ini bisa ada pada Jimin, Ahrin juga tidak mengerti. Tapi setidaknya dia harus berterima kasih pada Jimin nanti. Ahrin belum sempat berterima kasih pada Jimin.
Nyatanya, laki-laki yang sering digosipkan siswa lain, yang sering bolos kelas baru saja melakukan beberapa hal baik padanya. Dan juga... beberapa hal yang mengganjal.
''Ahrin, ayo makan. Kau bilang tadi kau lapar, 'kan?''
''Baik, Bu. Aku akan ke sana!''
Ahrin segera beranjak dari tempat tidurnya. Gadis itu kemudian menyakukan foto tadi ke dalam celananya sebelum melangkah keluar dari kamar.
Sejujurnya dia ingin bertanya pada sang ibu. Tapi firasatnya mengatakan kalau bertanya pada Ibu tak akan menjawab apapun.
Ada orang lain yang ingin Ahrin tanyai terlebih dahulu.
Ini hanya dugaan Ahrin saja sebenarnya. Tapi menurutnya, dia bisa mendapatkan sesuatu dari Jimin.
Sepertinya Jimin tahu sesuatu soal foto itu.
***
Taehyung hanya diam, memandangi ponselnya terus dengan tatapan kosong sedang tangannya memegangi sendok.
''Makanan tidak akan masuk sendiri, Tae.''
Suara itu membuat Taehyung menoleh. Begitu kepala Taehyung teralih ke arah pintu, dia mendapati sosok ayahnya, Kim Jaehyun, tengah melepas jas sambil tersenyum.
''Ayah yang memeriksa sekolah tadi?''
''Dan Ayah mencarimu tadi.''
''Aku latihan. Syukur tadi aku tidak berada di sekolah.''
Kim Jaehyun mengangguk paham sebelum kakinya berjalan menuju wastafel.
''Hari ini Ibu masak apa?''
Taehyung menggeser sedikit piringnya agar ayahnya bisa melihat isi dari piringnya.
''Tempura. Lagi.''
Spontan Kim Jaehyun tertawa. Beberapa hari yang lalu memang istrinya baru belajar membuat tempura. Tapi dia tidak menyangka kalau makanan yang baru saja dipelajari sang istri akan menjadi menu makan malam mereka hampir seminggu ini.
Taehyung menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Dan sambil menguyah laki-laki itu membuka percakapan. ''Ngomong-ngomong, Yah, ada barang bukti dari bom tadi?''
''Hanya ponsel,'' jawab Kim Jaehyun sambil menggaruk tengkuknya kasar. Pria paruh baya itu kemudian menarik kursi untuk duduk dan makan.
Tidak ada yang Taehyung katakan lagi. Dia hanya bergumam kecil sebelum kembali menyuapi mulutnya. Dalam hati Taehyung merasa sedikit agak lega. Kalau begitu dia masih aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prodigy ♤ (✓)
Fanfiction[AVAILABLE ON GOOGLE PLAY STORE/PLAY BOOK] [Full version for sale only.] Sebelumnya, yang kutahu Park Jimin hanyalah anak nakal yang jadi bahan omongan siswa lain. Dia tidak punya teman, dan dia bahkan tidak punya bakat. Dia aneh. Tapi hari itu, aku...