''Tes. Tes.''''Sudah dimulai?''
''Kurasa sudah. Mulai saja.''
''Baik kalau begitu. Yo! Hamlet di sini!''
''Oh, aku juga Hamlet. Sekarang Hamlet-nya berubah jadi dua!''
''Kalau begitu aku Hamlet satu.''
''Dan aku Hamlet dua.''
Yerim dan Sejeong diam, memerhatikan layar ponsel Yerim yang tengah memutar video. Oh, bahkan bukan hanya Yerim saja, tapi seluruh siswa di sekolah.
Sejak Ahrin datang ke sekolah, semua siswa fokus dengan ponselnya, diam di tempat tanpa bersuara.
Ini jelas saja aneh. Padahal biasanya sekolah akan berisik dengan teriakan dan sapaan.
Tapi sekarang semuanya diam, menonton sesuatu dari ponsel mereka tanpa mengucapkan satu kata pun.
Hening.
Ahrin menolehkan kepalanya ke kursi yang ada di sampingnya. Kursinya masih kosong.
Dan itu kursi Jimin.
''Apa yang kalian tonton?'' tanya Ahrin yang mendekat ke arah Yerim dan Sejeong.
Sejeong menolehkan kepalanya. ''Kau tahu Hamlet yang waktu itu? Waktu bom sekolah itu.''
Ahrin langsung mengangguk. Dia tahu, tentu saja. Itu Jimin.
''Ada apa dengan Hamlet?''
''Lebih baik kau lihat sendiri.'' Yerim menarik tangan Ahrin agar lebih mendekat kemudian menggeser ponselnya agar Ahrin bisa ikut melihatnya.
''Pagi ini video baru muncul,'' kata Yerim menjelaskan. ''Ada ancaman bom baru. Dan kali ini ada orang baru yang mengaku Hamlet yang kedua.''
''Dua?''
''Um.'' Yerim dan Sejeong mengangguk bersamaan.
''Mereka bilang akan ada bom baru,''celetuk Yerim yang kini meluruskan punggungnya. ''Oedipus.''
''Oedip... apa?''
Seketika Ahrin panik. Matanya membulat, maniknya bergetar melihat dua sosok bertopeng di layar ponsel Yerim.
Astaga, Oedipus.
Bukankah itu yang Jimin bilang waktu itu?
Mata Ahrin membulat seketika.
Lalu angka di kertas waktu itu... apa itu ada hubungannya dengan video kali ini? Apa itu clue untuk bom yang Jimin katakan?
Ahrin tahu siapa dua orang di sana. Dan mungkin, hanya Ahrin yang tahu. Tapi setengah hatinya menolak untuk menerima kenyataannya.
Dan lagi, pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam otaknya.
Haruskah dua orang itu yang membuat kehebohan?
Ini tindak kriminal bukan?
Apa mereka akan berakhir di penjara nantinya?
''Kita benar-benar harus menghentikan mereka.'' Entah reflek dari mana, Ahrin langsung melangkah keluar kelas. Tapi Sejeong dengan cepat menahan salah satu lengan Ahrin.
''Rin, kau masih waras, kan?''
''Hah?''
Ahrin langsung membalikkan badannya ke arah Sejeong dengan alisnya yang naik.
''Kau baru bermimpi jadi polisi tadi malam atau apa?'' Sejeong langsung mengomeli Ahrin, menatap temannya itu dengan tajam sebelum mengetuk dahi Ahrin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prodigy ♤ (✓)
Fanfiction[AVAILABLE ON GOOGLE PLAY STORE/PLAY BOOK] [Full version for sale only.] Sebelumnya, yang kutahu Park Jimin hanyalah anak nakal yang jadi bahan omongan siswa lain. Dia tidak punya teman, dan dia bahkan tidak punya bakat. Dia aneh. Tapi hari itu, aku...