Tujuhbelas

641 50 0
                                    


"Jadi kalian pacaran, udah berapa lama.?"  Tanya Ali to the point, yang langsung mendapat pelototan tajam dari Prilly. Namun Ali hiraukan.

"Emmm .... " Nanda menggaruk tengkuk nya, sebuah pertanda jika ia bingung harus menjawab apa.

"Enggak usah di jawab gue udah tahu, panggilan lo buat dia udah mewakili semua nya" Ucap Ali menghirau kan tatapan kesal dari Prilly.

"Udah deh lo enggak usah bawel.! Buruan mau pesen apa lo berdua.?" Sungut Nanda kesal.

Ali dan Stefan terkekeh melihat wajah Nanda yang sudah sangat kesal. Namun berbeda dengan Prilly, ia menatap Ali jengah.

"Ahhh hari ini kita makan gratis yang" seru Ali bahagia, sembari merangkul pundak Prilly.

"Enak aja bayar sendiri lo.!" Balas Nanda ketus, ia menatap Ali tajam.

"Pelit banget sih lo, kemaren aja .... "

"Mas.!" Sentak Prilly memotong ucapan Ali. "Mau makan apa enggak.? Kalau enggak ya udah aku pulang.!" Seru Prilly kesal, ia akan beranjak meninggalkan Ali namun lengan nya dicekal oleh Ali.

"Maaf yang.? Ya udah ayo kita makan" ucap Ali pasrah.

Prilly pun melirik Nanda yang tersenyum sangat puas, dengan mengacung kan kedua jempol nya ke arah Prilly.

"Sini duduk lagi.! Ok enggak bakalan mas ulangi lagi, janji.!" Ali mengangkat dua jari nya membentuk huruf V, membuat Prilly mengangguk lalu duduk kembali di tempat nya semula.

"Prilly kan emang pawang nya Ali, jadi sekarang Ali enggak bisa macem-macem." Celetuk Nanda asal.

"Dasar lo ...."

"Mulai lagi.!" Desis Prilly membuat Ali bungkam, lalu tersenyum menatap Prilly.

Setelah pesanan mereka datang Ali, Prilly, Nanda, maupun Stefan melanjut kan makan siang mereka dalam keheningan. Karena tidak ada yang berniat membuka suara. Hingga tidak terasa makanan di hadapan mereka, telah berpindah ke dalam perut mereka masing-masing.

"Oh iya Li, Uli mana kok enggak ikut.?" Tanya Nanda, membuka suara.

"Dirumah mbak lagi enggak enak badan, gitu aja punya adek satu tapi enggak pengertian banget.!" Jawab Prilly santai, menghirau kan tatapan aneh Ali.

"Maksud nya.?" Nanda menatap Prilly dengan mengernyit kan dahi nya.

"Tadi itu mbak Uli pulang ke rumah nyetir mobil sendiri, udah gitu di jalan hampir aja di rampok. Untung aku tahu kalau itu mbak Uli, kalau enggak kita enggak tahu deh apa yang bakalan terjadi selanjut nya" jelas Prilly.

"Lo tega ya Li biarin kakak lo nyetir sendiri, mana lagi sakit. Ckckck, di mana otak lo Li.!" Maki Nanda.

"Heh jangan asal nuduh dulu lo.! Gue itu udah mau anterin pulang, tapi kak Uli nya keukeuh mau pulang sendiri. Lo tahu kan kakak gue itu keras kepala" jelas Ali melirik Prilly sedikit kesal.

"Ngapain ngelirik-ngelirik gitu.?" Sungut Prilly, yang sadar jika Ali meliriknya. Ali pun mengalihkan tatapan nya, ia tidak ingin berdebat dengan Prilly.

"Huhh anak itu emang keras kepala, enggak bisa dibilangin.!" ucap Nanda yang mulai memahami penjelasan Ali.

"Udah lah yang penting sekarang mbak Uli di rumah baik-baik saja" Ucap Prilly menengahi, yang di setujui Ali maupun Nanda. "Eh mas Stef kok diem aja.?" Tegur Prilly beralih menatap Stefan, yang sejak tadi hanya diam bagaikan patung hiasan.

"Ndak kok mbak, saya kan nyimak pembicaraan kalian" Jawab Stefan dengan logat Jawa nya, membuat Ali terkikik geli sedang kan Nanda menunduk malu. Namun berbeda dengan Prilly, ia menatap Stefan takjub.

Don't Let Me Down ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang