sixteen - Broken

149 7 2
                                    

Kring... Kring..

Terdengar suara dering ponsel dari saku Sam. Di tengah rapat direksi dan ponselnya berbunyi, great. Dengan raut menyesal yang di tunjukannya kepada para direktur lain, sam keluar dari ruangan itu.

"Halo!!" Tanpa melihat id si penelpon Sam langsung mengangkatnya dengak kesal.

"Em... Hai.." terdengar suara ragu dari suara penelponnya.

Terlihat jelas perubahan mimik wajah sam ketika sebelum dan setelah  mengangkat telepon nya. Apalagi setelah mendengar duara itu.

Dari wajah kesal menjadi wajah kaget dan kemudian membinar.

Sudah tahu siapa yang menelponnya bukan?

Ya. Suara cempreng nan khas Rafel membelai pendengaran Sam. Dan itu membuat Sam senyum senyum tidak jelas.

Terdiam sesaat karena diantara mereka belum ada yang memulai pembicaraan. Sampai suara merdu rafel terdengar kembali oleh sam.

"Eh.. Em.. Apa aku mengganggu?", ujar rafel ragu.

Tanpa sadar Sam tersenyum. Di tengah perang pun jika rafel menelpon, ia akan selalu sukarela mengangkatnya - pikir sam.

"Tidak. Ada apa?", tanya Sam dengan lembut di sela senyumnya. Jantung Rafel yang berada di ujung sambungan telepon pun berdetak kencang hanya karena nada suara sam yang melembut. Sama seperti saat mereka berhubungan dulu. Nada lembut yang hanya sam tunjukan kepada orang tertentu saja, termasuk dirinya. Dan Rafel sangat tahu itu.

"Bisa kita bertemu?", tanya Rafel. Ia harus menuntaskan semua masalah ini sebelum tambah rumit. Karena, semakin difikir, kepalanya semakin mau pecah.

"Tentu", jawab Sam cepat. Ini janji pertemuan mereka setelah sekian lama. Dan sam tidak akan melewatkan kesempatan ini. "Kapan?" sambungnya.

"Apakah kamu benar benar tidak sibuk? Kalau iya, bisa kita bertemu sekarang?",  ucap rafel. Kali ini dengan sedikit tegas. Sam mengenyit karena perubahan nada Rafel dan ia tidak sabar apa yang akan Rafel bahas dengannya sampai sampai mengajaknya bertemu. Karena seperti yang ia tahu kalau hubungannya dengan rafel masih belum ada perubahan yang signifikan. Rafel masih nggan berhubungan dengannya, walau hanya sekedar chit-chat.

"Tentu. Dimana?", kata Sam tanpa pikir panjang.

"Louice d'rooftop" ucap rafel. "Aku sudah berada di sini" sambungnya.

"Sure. Wait me", kata sam sambil tersenyum. Setelah mematikan handphone nya dan menaruhnya di saku, ia bergegas menuju ruang rapat kembali. Masih dengan senyum di wajahnya.

"Maaf menunggu lama. Dan saya mohon maaf sebelumnya karena saya harus meninggalkan rapat saat ini karena suatu keperluan. Presentasi saya akan dilanjutkan oleh manager pengelolaan sumberdaya. Untuk pertanyaan simpan untuk rapat direksi berikutnya. Permisi", kata Sam langsung ketika ia baru memasuki ruangan, setelah membereskan barangnya- masih dengan senyum di wajahnya yang emmbuat dewan direksi terheran heran- dan pamit sekilas dengan dewan direksi, sam dengan cepat meninggalkan ruangan itu dan hampir berlari menuju parkiran untuk mengambil mobilnya.

***

Rafel memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Itulah yang pertama kali Sam lihat ketika mencari meja yang di tempati oleh rafel.

Dengan tanpa memutus pandangan sedikitpun dari wajah rafel, Sam menarik kursi tepat di sisi depan rafel duduk yang membuat Rafel terkejut dari lamunannya sendiri.

Sekilas mereka hanya saling berpandangan. Saling meresapi perasaan masing masing yang sangat terlihat dari pandangan mata keduanya. Antara rindu, senang, cinta, perasaan rumit dan perasaan sakit. Semua melebur jafi satu dan ity yabg terisrat dari pandangan mereka. Dan rafel ornag pertama yang memutuskan pandangan tersebut setelah hampir 15 menit mereka saling menatap.

DestinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang