One - Samudra

415 16 10
                                    

New York City - 2015


Kriing.. Kring...

Bunyi ponsel terdengar memecah keheningan di kamar tersebut. berkali-kali hingga sang pemilik ponsel dengan enggan membuka matanya dan mencari asal muasal suara tersebut.

"ugh.. Hon.. Your phone ringing.. "Ujar suara perempuan yang terdengar serak bangun tidur.

Mengacuhkan suara wanita tadi dengan sedikit kasar menepis tangan telanjang yang sedang memeluk pinggangnya dan kembali memfokuskan pendengarannya mencari suara ponsel itu hingga suara tersebut sudah tak terdengar lagi. Namun ketika si pemilik ponsel hendak melanjutkan tidurnya, suara ponselnya kembali terdengar. Dengan tidak sabar si pemilik ponsel bangun dari tempat tidurnya dan mencari ponselnya.

Gotcha.!.

Ternyata suara ponsel terdengar semnakin kuat di lantai, tepatnya di saku celana yang semalam di pakainya dan teronggok mengenaskan di samping sofa. Entah bagaimana sampai disana dia tak mempedulikannya. Setelah mengambil ponselnya si pemilik ponsel hanya terpaku melihat layar ponsel yang sepertinya menampilkan identitas si penelpon. Belum sempat di angkat telpon tersebut sudah tak berdering lagi. Dengan menghembuskan nafas sedikit keras, si pemilik ponsel menekan tombol redial untuk menyambungkan panggilannya ke penelpon tadi.

"Tutt.. Tuttt... Haloo mas? Lama sekali ngangkat telponnya? " ujar tidak sabar dari suaralawan bicaranya.

"......."

"Hallo mas?? Kamu dengar suara bunda?"
Sepertinya sang pemilik ponsel belum sadar sepenuhnya ketika menelpon sedikit terkaget dengan suara seseorang yg menyebut bunda dari sebrang saluran teleponnya.

"Eh.. Maaf bun. Baru bangun" jawab si pemilik telpon sambil melangkah menuju sofa dekat balkon apartemennya. Spot favorit si pemilik telepon karena di sudut ini dia bisa melihat seluruh pemandangan kota yang tidak pernah tidur ini dari atas.

"waduh!!. Bunda lupa. Disana masih malem ya? Maafkan bunda. Kamu mau lanjut tidur atau ngegosip bareng bunda". Kata bundanya diiringi dengan kekehan khas sang bunda. Mau tak mau sudut bibir si pemilik telepon tertarik sedikit karena ucapan bundanya yang terkadang ajaib. Yah. Sudah lama ia tak berbincang dengan bundanya. Terlalu banyak yang di kerjakan di kota yang super sibuk ini. Tidak ada salahnya menyempatkan waktu berbincang dengan bunda yang selama 3 tahun ini jarang di jumpainya.

"Bunda lupanya setiap saat ya bun. 2 bulan yang lalu juga bunda telponnya jam segini dan bilang lupa. " kata sambil tersenyum membayangkan ekspresi bunda yg sedang merengut jengkel di ujung belahan dunia yang lain.

"Maklumi bunda mas. Faktor umur ini" jawab bunda dengan nada sedikit jengkel.

"2 bulan yang lalu ya mas. Kasian banget ibu ibu ini yang sampe 2 bulan nggak dikasih kabar sama anaknya di belahan dunia lain, boro boro nelpon. Sms aja nggak pernah. Padahal sekarang jaman sosial media yang gampang nggak usah beli pulsa yang boros gara gara kena roming. Sedih banget ya ibu ibu itu" sembur ibu ibu paruh baya yang disebut bunda oleh sang pemilik telpon. Sang pemilik telpon cuma terpaku menelaah semburan dengan nada menyindir dan kecewa yang di lontarkan bundanya.

"Udah tiga tahun anak ibu-ibu itu di negara orang tapi ngabarin ke ibunya cuma bisa diitung jari. Kasian banget ibunya,"tambah bunda yang kali ini dengan nada sedih. Tertegun dengan ucapan bundanya, sang pemilik telpon tersebut kehabisan kata kata.

"..... Maaf bun" hanya kata itu yang sepertinya dapat terucap oleh sang pemilik telpon yang setelah itu hanya terdengar helaan nafas dari sebrang telponnya.

"Kamu sehat mas?", tanya bunda mengakhiri topik canggung tadi.

"Sehat kok bun. Bunda, ayah, adek sehat juga kan di jakarta?"

"Iya mas. Bunda, ayah sama adekmu juga sehat disini. Kamu kapan pulang mas? Udah dua tahun loh disana. Cabang perusahaan disana juga udah nggak sekrisis 3 tahun lalu. Malah semakin berkembang pesat sampai ke negara bagian yang lain di amerika.. "

"......"

" pulang dong mas. Cabang Disana udah ada yang ngurus. Tinggal kamu kontrol aja dari sini" ujar bunda memelas.

"Iya bun.."

Terdengar tarikan nafas dari sebrang telepon yang sepertinya sang bunda kaget dengan jawaban si pemilik telpon.

"Iya apa mas? Kamu jangan berani beraninya php in bunda" kata bunda yang tanpa sadar nadanya sudah naik 1 oktaf.

"Hahaha. Stop watching indonesian drama bun. What must i called it? Sinetron? Bahasa bunda jadi tambah ajaib". kekeh sang pemilik telpon. Dia sedikit syok gara gara bundanya tahu bahasa slang anak remaja di negaranya, senyumnya terlepas secara tak sadar.

"Ih.. Bunda udah pensiun nonton gituan mas. Sekarang jamannya drama turki yang keren bingits......"

"Hon. Where are you?..." terdengar suara wanita diantara percapakan ibu dan anak itu.

Ucapan bundanya terpotong oleh suara yang berasal dari tempat tidurnya. Ia menoleh sejenak dan memberi isyarat dengan ujung jarinya agar si wanita yang-entah-siapa agar diam. Nanti saja mengurusi siapa wanita itu. Sekarang yang terpenting adalah bundanya disebrang telepon.

"Mas.. Mas.." ucap bundanya yang merasa terabaikan gara gara kejadian kecil tadi.

"Iya bun. Masih nyambung kok",

"Iya. Tapi kamu nggak fokus ke bunda. Emang ada apa sih. Tadi kok bunda denger suara cewek".

"Emm. Bukan bun. Bunda salah dengar mungkin" jawabnya mulai mencari alasan.

"Jangan bohong mas. Kalo di indonesia mah bunda masih agak percaya. Sapa tau mba kunti atau mba wewe yang tiba tiba lewat. Kalo disana ya kali ada begituan. Adanya mungkin bule bule yang bajunya kurang kain. Am i wrong mas?", terlihat perbedaan intonasi dari suara bundanya. Yang berarti bundanya mulai serius dengan topik ini.

"Bulan depan mas pulang bun", pengalihan topik yang bingo sekali. Sampai beberapa menit yang lalu tidak ada pemikiran ia akan kembali ke jakarta dalam wktu dekat. Benar-benar pengalihan topik yang sangat pintar pikirnya

"Nice pengalihan topik mas. I'll keep your word. Dan kamu tahu kalau bunda paling benci dengan seorang pengingkar janji? You must know it better than other mas..." kata bundanya dengan nada yang sangat ia kenal dengan sangat baik. Nada bahwa bundanya benar-benar sangat serius kali ini.

"Iya bun..."

"Okay. Got it. Dan satu lagi mas. Keledai tidak akan jatuh kelubang yang sama sampai dua kali. Dan anak bunda, bunda pastikan bukan lebih bodoh dari keledai. Jangan sampai sesuatu dimasa lalu terulang kembali apapun alasannya mas. Karma does exist mas" ucap bundanya yang mengingatkannya kembali kemasa ia terkungkung di lubang penyesalannya di masa lalu.

"Iya bun. Note it".
"Okaay. Bunda mau belanja dulu. Baik baik disana ya mas. Ditunggu kepulangannya" kata bundanya dengan nada riang seperti biasanya dan kemudian mengakhiri telepon itu. Bahkan bunda yang terkadang ajaib kata katanya bisa seseram serigala kalau marah dan serius. Sekarang yang hanya dapat dilakukannya hanya memikirkan kepulangannya ke jakarta yang di pastikan akan mengingatlannya tentang kenangan di masa lalu. namun sebelum itu ia harus membereskan awal masalah dari ini. Bitches who sleeping in his bed.

***
Tbc

***

Holla. This is my second story. Tp yang satunya msh di unpublish gara2 pov nya aneh. Kritik dan sarannya jangan lupa ya.

DestinationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang