Empat Puluh Lima

22K 984 17
                                    

Jakarta

"Gimana, Nes? Venue nya udah dapet?"

Ben menyesap kopi paginya perlahan sambil menerawang jauh ke langit-langit kota Jakarta dari kantornya. Langit pagi itu biru cerah, secerah senyumnya. Sebulan setelah kepulangan Adriana dari New York, kini Ben menjadi orang yang lebih ceria.

Hari ini, ia memulai persiapan-persiapan.

Persiapan apa?

Melamar Adriana.

"Permintaan lo tuh banyak banget, Ben. Jadinya gue susah banget untuk nemuin yang pas," ujar Vanessa, teman Ben yang merupakan seorang wedding organizer.

Ben tertawa. "Lo kan tau gue perfeksionis."

"Nyiapin event lo itu udah kayak nyiapin wedding sungguhan tau," ujar Vanessa setengah mengeluh.

"Kan fee nya juga above standard, Nes," kata Ben. Lelaki itu memang membayar Vanessa lebih mahal dari standar biasanya.

"Iya gue tau," ujar Vanessa yang diikuti tawa Ben. "Padahal sejauh yang gue tau Adriana itu cewek yang simple."

"Adriana memang simple, tapi gue enggak simple, Nes," ucap Ben.

"Everyone in this whole universe know that, Ben," ujar Vanessa lalu tertawa. "Tapi lo tenang aja, semuanya bakal jadi perfect di tangan gue. Walaupun lo banyak mintanya, I'll try my best to set up everything beyond your expectation."

"Good," gumam Ben. "Okay nanti gue telpon lagi. Thanks ya, Nes."

Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka lebar. Ben buru-buru memutus sambungan telponnya dengan Vanessa dan pura-pura meneliti dokumen di mejanya ketika ia melihat Adriana melangkah masuk dengan wajah gembira.

"Good morning," sapa Adriana ceria. Gadis itu terlihat santai dengan baju terusan berwarna baby pink dan flat shoes berwarna senada.

Ben mengangkat kepalanya, lalu otomatis tersenyum melihat Adriana. Segalanya terasa mudah ketika gadis itu berada di sisinya.

"Good morning, beautiful," sapa Ben. "Kamu keliatan happy banget hari ini."

Adriana mengangguk. Gadis itu lalu setengah berlari mendekat pada Ben, lalu mengecup pipinya. "Seneng rasanya bisa balik ke kantor walaupun cuman iseng doang ngunjungin kamu."

Ben balas mengecup bibir Adriana. Lelaki itu lalu tersenyum jahil. "Kamu udah ketemu sekretaris aku yang cantik itu?"

Adriana memutar bola matanya. "Kok kayaknya cantikan aku ya daripada dia."

"So confident," ujar Ben di tengah tawanya. "Tapi memang iya kok. Kamu tambah cantik, apalagi waktu pertama aku ketemu kamu di depan Starbucks hari itu di New York."

Adriana tersenyum jahil. Tangannya lalu memainkan ikal rambutnya. "I know I get prettier everytime you're not around."

Ben tertawa, hampir terbahak. "Oh ya? Bahaya dong? Berarti harus cepet-cepet aku resmiin, ya?"

"Emangnya aku gedung harus diresmiin?" ujar Adriana sedikit merajuk.

"Oh ya, ada yang mau aku tanya sama kamu," ucap Ben. Wajahnya berubah serius.

"Apa?"

"Apa rencana kamu habis ini?"

Adriana terdiam. Pandangannya mengarah pada jendela kaca lebar di belakang kursi Ben. Adriana tahu arah pertanyaan ini. Adriana tahu bahwa pertanyaan ini akan muncul tak lama setelah kelulusannya.
"I've made decision. Aku udah pertimbangin hal ini sejak lama."

BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang