Tiga Puluh

27.5K 1.4K 22
                                    

"Ben aku mau bunga."

Ben menatap Adriana terkejut. Tak ia sangka kekasihnya ini akan meminta dibelikan bunga.

"Kamu serius? Bunga?" tanya Ben sambil tertawa kecil.

Namun Adriana tampaknya serius. Wajahnya berbinar-binar saat ia menatap barisan bunga mawar yang saat itu sedang dijajakan di mall itu. Saat itu sedang dilangsungkan event promosi sebuah produk kecantikan ternama, lalu sebagai media promosi, mall menghias bagian panggung utama dengan bunga mawar. Beberapa staf bahkan memberikan setangkai mawar secara cuma-cuma.

"Dulu aku kasih kamu bunga, malah gak tau ditaruh mana," ujar Ben sambil merengut.

Adriana menoleh pada Ben. Wajahnya bingung. "Emangnya kapan kamu kasih aku bunga?"

Ben memutar bola matanya saat ia mengingat kejadian itu. "Waktu itu yang pagi-pagi kamu nemuin bunga mawar di meja kerja kamu, eh tapi malah kamu taruh di ruang tamu."

Adriana tiba-tiba seperti teringat sesuatu. "Ah ya ampun! Itu dari kamu?"

Ben sekali lagi memasang wajah sebal. "Iyalah dari aku. Dari siapa lagi?"

Adriana tertawa kecil. "Maaf aku gak tau. Bunganya aku taruh ruang tamu karena takut ngehalangin pandangan aku ke depan."

Ben mendengus. "Jadi karena itu? Aku kira kamu gak suka bunga. Kamu kan tipe cewek yang susah dibuat luluh hatinya."

"Ya ampun Ben, what kind of girl who doesn't love roses?" ujar Adriana sambil tertawa. "Tapi kok kamu tau aku taruh bunganya di ruang tamu?"

"Ya iyalah aku tau! Kan aku sengaja bangun pagi buat ngeliat reaksi kamu, terus aku rekam buat aku jadiin bahan ejekan ke kamu. Tadinya aku pikir kamu bakal tersentuh, gak taunya enggak. Gagal total aku."

Adriana tertawa lagi. "Sampe segitunya ya kamu."

"I tried hard to impress you, you know?"

"Now you don't need to do such things."

Ben lalu menarik pinggul Adriana, memeluknya semakin erat, lalu mencium puncak kepala gadis itu. "Don't you worry, cara mia. I will give you tons and tons of roses if you want."

"That would be too much, Ben."

"Well, if it's for the Princess, anything will do."

Adriana tersipu.

"Eh iya, aku lupa bilang ke kamu. Sekitar 2 mingguan lagi ada acara award untuk para pebisnis yang diadain sama salah satu majalah bisnis paling berpengaruh di Indonesia. Sekeluargaku diundang, dan aku mau ngajak kamu. Kamu mau kan?"

Adriana tak langsung menjawab. Raut wajahnya ragu. Jeda yang terlalu lama itu membuat Ben merasa ada yang salah.

"Kenapa, Adriana? Ada yang salah?" tanya Ben, lalu menahan lengan Adriana. Ben menatap Adriana lurus-lurus.

Adriana menggeleng, tapi tetap bungkam. Ben lalu menghembuskan nafas berat, lalu dengan menggenggam tangan Adriana, ia menuntun gadis itu ke sebuah coffee shop terkenal. Setelah memesan 2 cangkir minuman, mereka berdua duduk di dekat jendela.

"Gila, 60 ribu buat minuman kayak gini?" seru Adriana cukup keras, membuat Ben terlihat panik dan malu karena perkataan kekasihnya itu.

"Jangan keras-keras ngomongnya! Malu tau," ujar Ben sambil membelalakkan matanya. Ben lalu menggenggam tangan Adriana. "Sekarang ceritain sama aku kenapa kamu tadi diem aja waktu aku tanya kamu tentang award itu."

BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang