Adriana membuka boks pemberian Ben kemarin malam. Matanya menjelajah isi boks itu, menemukan sebuah dress berwarna putih dan sepatu berhak tinggi berwarna senada.
Adriana mengumpat sebal.
Dasar cowok mesum, pikir Adriana. Gadis itu mengangkat dress itu, mencobanya pada tubuhnya.
Dress itu menampakkan lekuk tubuh Adriana dengan jelas, membuat Adriana risih. Ia tak pernah punya baju seketat ini.
Tiba-tiba, terdengar bunyi klakson mobil dari arah pintu depan. Tak familiar dengan suara klakson mobil itu, Adriana menduga bahwa itu adalah suara klakson mobil Ben.
Tanpa pikir panjang Adriana menyambar sebuah hoodie, mengenakan sepatu berhak tinggi dari Ben itu dan mengenakan aksesori yang ada disana. Setelah mencium ibunya, Adriana segera berjalan ke luar dan masuk ke dalam mobil Range Rover hitam Ben.
Ben tersenyum lebar melihat Adriana mengenakan semua pakaian yang ia berikan. Ben memang sengaja meminta Jessica mencarikan formal attire yang sedikit seksi. Setengah karena ia ingin jahil dengan Adriana, setengah karena memang ia ingin melihat lekuk tubuh Adriana.
"Kamu kenapa? Kok kayak bete?" tanya Ben sambil sesekali melirik Adriana.
Adriana mendengus kesal, ia memutar badannya untuk menghadap Ben. "Ini dress pendek dan ketat banget tau! Terus high heels ini, ada kali 12 cm! Lo mau bikin gue jatoh, ha? Lo kan tau gue ga bisa pake high heels tinggi-tinggi!"
Sial. Kemarin udah pake aku kamu, sekarang balik lagi pake lo gue, batin Ben sambil tak sengaja merengut.
"Kamu hargain dong usaha saya. Bos mana yang mau beliin sekretarisnya dress, sepatu, sama aksesoris ha?"
Adriana memutar bola matanya, sebal.
"Dan soal sepatu, tenang aja, saya gak akan biarin kamu jatoh," ucap Ben.
"Tapi kan lo tau lah gue gak bisa pake high heels! Lo dari awal gak perhatiin apa gue gak pernah pake high heels lebih dari 3 cm!" balas Adriana sebal.
Ben tersenyum kecil. "Oh, maunya diperhatiin?"
Adriana menghembuskan nafas keras, kehabisan kata-kata. "Terserah lo lah."
"Tapi semua ukurannya pas kan? Gak ada yang kegedean, gak ada yang kekecilan?"
Adriana hanya menatap jendela, diam.
"Jangan marah gitu dong," pinta Ben denga nada seperti anak kecil.
"Apaan sih, sana nyetir aja!"
Ben menahan tawanya. Ia mungkin aneh, tapi ia sangat suka saat Adriana merengut kesal. Apalagi kesal karenanya.
"You're pretty when you're mad."
Adriana menatap Ben tak percaya, ia mendengus. "Such a playboy material, Ben."
"I was born to be playboy, Adriana," ujar Ben. "And you know what? You've activated my playboy side that had been sleeping for years."
And that playboy side that makes me alive, Adriana, ucap Ben dalam hati.
Ben sebetulnya bersyukur bertemu Adriana ketika ia kembali ke Jakarta. Tak pernah sekalipun ia bayangkan bahwa ia akan bertemu lagi dengan gadis yang menolaknya 10 tahun yang lalu. Tak pernah pula ia bayangkan bahwa Adriana membuatnya tertawa, tersenyum dengan tingkah laku gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE
RomanceAdriana Azura adalah seorang gadis sederhana. Selain dari kecerdasan otaknya, Adriana tak mempunyai apapun untuk disombongkan. Ia terlahir dari keluarga pas-pasan yang membuatnya terbiasa bekerja keras membiayai hidupnya sendiri sedari kecil. Apa...