Empat Puluh Satu

20.8K 1.1K 10
                                    

🎧 Coldplay - The Scientists

New York

Adriana menengadah ke atas, diam-diam mengagumi keindahan langit di sore itu. Brooklyn Bridge Park selalu menjadi tempat favorit Adriana untuk sekedar bersantai dan menikmati semilir angin.

Atau saat ia merindukan Ben.

Sudah hampir satu bulan sejak ia mengirimkan sebuah surat pada Ben. Adriana tahu, sudah bukan zamannya lagi berkirim surat secara konvensional. Hanya saja ia percaya, tulisan tangan jauh lebih mampu menyalurkan energi dan perasaannya ketimbang tulisan digital monoton.

Dan, sama sekali tak ada balasan.

Hal itu tentu menohok hati Adriana. Ia pikir, ia benar-benar sudah selesai dengan Ben.

Hubungan mereka mungkin sudah selesai, namun tidak dengan perasaannya.

Perasaannya masih sama seperti dulu. Masih mencintai Ben, mencintai segala apapun tentang lelaki itu. Kebaikan maupun keburukannya. Adriana tahu ia bodoh. Kenyataan ini seakan menamparnya, menyadarkannya untuk segera bangun dari dongeng panjangnya. Ia ingin tetap tinggal dalam dongeng indahnya itu, namun ia sadar, waktunya telah habis.

Ben, what are you doing there? Do you know what I am doing right now? I'm killing. I'm killing my feelings for you.

Adriana tersenyum pahit ketika ia melihat sebuah komidi putar berada tak jauh dari tempatnya duduk. Seketika, memori ketika ia menaiki komidi putar di taman bermain berkelebat di kepalanya.

-Flashback-
"Senyum dong," ujar Ben.

"Gak asik banget sih, Ben. Masa jauh-jauh ke Dufan naik komidi putar?" cibir Adriana.

"Katanya mau nyenengin aku?" ujar Ben sambil merogoh ponselnya, hendak memfoto Adriana.

"Apaan sih," cibir Adriana.

"Senyum dong, cantik," ujar Ben. "Mau aku jadiin wallpaper, nih."

Adriana pun memaksakan sebuah senyum.

"Beautiful," gumam Ben puas.

Tanpa sadar, sebulir air mata jatuh membasahi pipi Adriana. Adriana ingat betapa sebalnya ia pada Ben saat lelaki itu lebih memilih menaiki wahana komidi putar dibandingkan wahana menyeramkan yang gadis itu sukai.

Tak ia bayangkan, beberapa bulan kemudian, Adriana rela melakukan apapun asalkan ia bisa kembali menaiki wahana komidi putar itu bersama Ben.

Ben, do you miss me like I miss you? Probably not, you have that perfection staying by your side the whole day. Heck, she is your ultimate perfection.

Adriana kembali menengadah ke atas, menatap langit kota New York dengan tatapan kosong. Pikirannya kembali berkelebat seputar kenangannya dengan Ben.

Adriana ingat ia pernah terjun menyelami langit dari ketinggian beribu-ribu kaki dari permukaan tanah. Dan bersama dengan Ben. Ia ingat ketakutan yang tergambar jelas pada wajah tampan lelaki itu. Meskipun ia takut, ia tetap saja nekat melakukan skydiving.

-Flashback-
"Adriana kita pulang aja ya? Kita bisa ke mall, ke pantai, kafe, belanja, apa aja deh asal jangan skydive ya."

BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang