❄CHAPTER 1❄

239 11 3
                                    

Happy reading, guys!

❄❄❄

SANDRA

"Bang, di luar sana mendingan daripada di sini, ganggu gue lagi makan aja," gerutu Sandra.

Saat ini, ia dan Aldan—kakak laki-lakinya sedang berada di ruang keluarga. Sandra sedang menikmati makan malamnya sambil menonton sinetron kesukaannya, sedangkan Aldan yang juga menyukai sinetron itu memilih untuk ikutan nonton dan duduk di sebelah Sandra.

"Yaelah, gue cuma ikut nonton doang 'kok ganggu 'sih? Gue nggak ngapa-ngapain juga," sahut Aldan santai.

"Lo emang nggak ganggu, tapi asap dari rokok lo itu, Bang, bikin makanan gue jadi bau asap juga," sahut Sandra kesal.

"Ya udah 'sih, lo aja yang pindah sana ke kamar. Kan ada TV juga di sana."

"Nggak mau! Gue maunya di sini, Bang."

"Kalo gitu, gue aja yang nonton di kamar lo."

"Eh, jangan!" cegah Sandra, sampai-sampai ia harus lompat dari sofa demi menahan tangan Aldan.

Aldan menoleh dan memasang wajah datarnya. "Kenapa lagi? Gue di sini nggak boleh, di kamar lo juga nggak boleh. Terus, gue nonton di mana?"

"Jangan di kamar gue, nanti bau rokok lo lagi. Gue nggak suka."

"Astaga! Ya udah 'deh, kalo gitu gue ke warkop sebelah aja," ucap Aldan setelah membuang rokok yang sudah habis di asbak.

"Eh, jangan!" teriak Sandra. Ia berlari menuju pintu dan menguncinya. Kuncinya ia sembunyukan di balik saku bajunya.

"Ya ampun! Gue ngerokok nggak boleh. Mau nonton di sini nggak boleh. Mau nonton di kamar lo nggak boleh. Mau ke warkop sebelah juga nggak boleh. Terus, gue harus ngapain?" tanya Aldan gemas sambil mengacak rambutnya frustasi.

"Abang mendingan cuci kaki, cuci tangan, cuci muka, gosok gigi, minum susu jangan lupa, dan bobok cantik aja di kamar—eh, maksudnya bobok ganteng. Simple 'kan?"

Aldan mendelik mendengar Sandra yang menyuruhnya untuk tidur. Padahal, ini masih jam tujuh. Dikira bocah ingusan kali, ya, disuruh begituan dulu sebelum tidur.

"Enak aja! Lo kira gue bocah. Udah ah, gue mau ke warkop dulu. Awas."

Aldan baru akan menyingkirkan Sandra dari hadapannya ketika Herman—ayah mereka datang.

"Ja—"

"Aldan, ke warkop sebelah yuk. Ayah bosen 'nih di rumah. Mana Ibu kamu pulangnya masih lama lagi," ajak Herman yang sudah siap dengan jaket di tubuhnya dan dua bungkus rokok di tangan kanannya.

Aldan tersenyum penuh kemenangan dan menunjukkan senyuman itu pada Sandra. Sedangkan Sandra cemberut.

"Iiihh... Ayah 'kok malah ngajak Bang Aldan ke warkop lagi 'sih? Ngopi di rumah 'kan bisa, Sandra bikinin 'deh," protes Sandra sambil menghentakkan kakinya karena kesal.

"Nggak pa-pa, Sandra, lagipula di sana 'kan banyak warga. Kita bisa ngopi sambil bersosialisasi juga di sana," jelas Herman dengan nada lembut.

Ah, lagi-lagi itu yang diucapkan ayahnya. "Tapi, 'kan, Yah—"

"Udah, kamu baik-baik di rumah, ya. Nunggu Ibu juga, nggak tau pulangnya kapan," potong Herman. "Yuk, Al." Herman bersiap akan membuka pintu ketika suara Aldan menghentikan gerakannya.

"Bentar, Yah," cegah Aldan.

"Ada apa, Al?" tanya Herman sambil mengerutkan alisnya.

"Tuh, pintunya dikunci, dan kuncinya dipegang Sandra," jawab Aldan sambil mengarahkan dagunya pada Sandra.

SANDRA (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang